Pengadaan Barang Dan Jasa Pemprov Jabar Masih Buruk
BANDUNG, elJabar.com — Serapan belanja APBD Pemprov Jabar TA 2022 pada semester 1, menurut catatan Pemerhati Anggaran Nandang Suherman, baru sekitar 41%. Dan khusus serapan belanja infrastruktur Jalan, jembatan dan irigasi baru sekitar 21%.
Sedangkan untuk pendapatan, baru sekitar 49,2%. Dan pendapatan daerah terbesar didapat dari pajak daerah, (Pajak kendaraan, PPNBM) sekitar 49% (sekitar 9,6 T), dari proyeksi Pendapatan Pajak Daerah 19,7 T.
Kalau melihat serapan belanja daerah yang masih didominasi untuk belanja rutin (gajih, barang dan jasa rutin OPD), menurut Nandang Suherman yang juga pengajar di Sekolah Politik Anggaran (Sepola) Perkumpulan Inisiatif Bandung, menunjukan kalau belanja untuk layanan publik masih rendah.
“Baru 21% dari seluruh belanja daerah, artinya masih rendah. Pemprov dalam hal memberikan layanan public, masih belum progresif alias biasa-biasa saja,” ujar Nandang Suherman, kepada elJabar.com, Selasa (20/09/2022).
Belanja diakhir tahun sepertinya masih menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga kebiasaan praktek ini dinilai Nandang Suherman, sangat rawan. Kemungkinan terjadi pemborosan dan kekurang hati-hatian, dan berdampak terhadap kualitas kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dihasilkan.
“Gubernur mestinya harus lebih fokus dan melakukan monitoring secara rutin, agar belanja OPD untuk layanan publik bisa dipacu dan ditingkatkan terus,” sarannya.
Selain itu, pemborosan atau kebocoran anggaran bisa saja terjadi, akibat adanya ulah nakal dari para oknum di lingkungan pemerintah daerah itu sendiri. Bermain mata dengan pihak rekanan, sudah menjadi rahasia umum.
Sehingga praktek nakal ini menjadikan rendahnya kualitas kegiatan yang dihasilkan. Ini bukan hanya menambah besarnya kebocoran anggaran, tapi dampak terhadap kualitas proyek yang sangat rendah ini, akan berakibat fatal bagi kenyamanan dan keselamatan masyarakat. Khususnya proyek fisik, seperti jalan maupun bangunan gedung.
Sementara itu, sepertinya aparat penegak hukum juga masih pilih-pilih. Seharusnya menurut Nandang, aparat penegak hukum bukan hanya mengejar ketertiban administrasi saja, tapi juga hasil manfaat.
“Harus diuji juga, kenapa aparat hukum lebih kejar administrasi. Harusnya hasil manfaat juga. Supaya teruji dan efektif pengawasannya,” kata Nandang.
Untuk memperkuat gambaran buruknya dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Jawa Barat, menurut Nandang Suherman, hasil pendampingan KPK bisa menjadi tolak ukur. Dalam hal adanya oknum yang nakal dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa, sehingga menyebabkan kebocoran anggaran dan rendahnya kualitas hasil kegiatan.
“Hasil pendampingan KPK di Jawa Barat, ketaatan terhadap aturan rendah. Banyak yang nilainya merah. Hasil KPK, itu untuk memperkuat gambaran pengadaan barang dan jasa masih buruk. Dan itu sangat tidak memuaskan,” pungkas Nandang. (muis)