BANDUNG, elJabar.com — Terkait pengadaan kalender senilai Rp 3 miliar di Sekretariat DPRD Jabar, menuai banyak kontroversi. Selain dinilai tidak layak dan dijadikan ajang sosialisasi Anggota Dewan yang mengambil anggaran dari APBD, juga teknis kegiatan pengadaannya yang dinilai menyimpang.
Dimana teknis pelaksanaan pengadaan dilakukan oleh masing-masing Anggota Dewan dan dibayar oleh Sekretariat, setelah pihak anggota dewan menyetorkan bukti pencetakan kalender.
Pemerhati Anggaran dari Sekolah Politik Anggaran Bandung, Nandang Suherman, menilai praktek tersebut sudah menyimpang dan menyalahi aturan yang ada.
“Saya kira menyimpang, kalau begitu prosesnya. Karena Anggota DPRD bukan “pelaksana” proyek. Fungsi melekatnya, kan sudah jelas budget, control dan legislasi,” ujar Nandang Suherman, kepada elJabar.com, Minggu (17/04/2022).
Pengadaan kalender tersebut, menurut Nandang Suherman, tidak ada urgensinya dan masih banyak hal yang lebih penting dari pengadaan kalender. Nandang juga menilai, ini hanya akal-akalan belaka. Kalender yang dipakai untuk sosialisasi para Anggota Dewan, tidak semestinya dibiayai oleh APBD.
Anggaran untuk pengadaan kalender tersebut menurut Nandang sudah terserap, per-bulan Maret. Itu menunjukan kegiatan pengadaan kalender yang tidak patut ini, benar adanya.
“Ini akal-akalan saja. Masa sih, untuk “sosialisasi” dirinya pake uang public. Dan kalender seperti itu, tidak urgent. Masih banyak hal yang jauh lebih penting dari pengadaan kalender ini. Saya lihat juga di APBD realisasi, pos Setwan DPRD sudah dicairkan dananya,” jelas Nandang.
Atas praktek pengadaan kalender yang dianggap menyimpang dalam teknis pengadaannya tersebut, Nandang mendorong pihak aparat penegak hukum untuk menindaklanjutinya.
Karena kalau praktek seperti ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk. Anggota Dewan yang seharusnya menjalankan fungsi kontrol akan menajdi mandul, apabila dewan sendiri melakukan praktek menyimpang sebagai pelaksana proyek yang dibiayai APBD.
“Perlu ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, kalau prosesnya seperti itu. Kalau dibiarkan praktek Anggota DPRD sebagai pelaksana proyek, jadi preseden buruk. Dan fungsi kontrolnya jadi mandul. Jeruk makan jeruk,” ujar Nandang.
Selain itu, menurut Nandang perlu ditelusuri juga siapa yang menjadi pengusul dalam penganggaran dan pengadaan kalender di internal DPRD ini. Karena menurutnya, pengadaan langsung oleh dewan ini, Anggota Dewan dan Sekretariat sama-sama menyalahi aturan juga.
Pengadaan kalender yang dilaksanakan langsung oleh anggota dewan ini menyalahi aturan, juga menjadi rawan adanya anggaran yang tidak digunakan semuanya. Wajar saja dugaan ini muncul, mengingat track record sejumlah anggota dewan, yang saat ini banyak berurusan dengan hukum. Seperti dalam kasus dana aspirasi di Indramayu.
“Ya, sangat mungkin. Makanya perlu dibedah secara tuntas rincian belanjanya. Jangan sampai modus baru untuk mengambil keuntungan dari praktek seperti itu. Di UU dilarang Anggota DPRD terlibat Proyek/Kegiatan/Usaha yang sumber dananya dari APBD. Harus oleh pihak ketiga,” pungkasnya. (muis)