Adikarya ParlemenParlemen

Pengelolaan Pemanfaatan Ruang Perlu Adanya Kordinasi Sektoral

ADIKARYA PARLEMEN

BANDUNG, elJabar.com –  Dalam era Otonomi Daerah, Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang cukup sentral dalam menentukan sejumlah kebijakan pembangunan yang diselenggarakan di wilayahnya.

Seiring berjalannya waktu, sejumlah persoalan pun mulai bermunculan. Tidak sedikit kebijakan yang tumpang tindih dan tidak sinkron di lapangan. Sehingga menimbulkan kerancuan dalam sejumlah kebijakan pembangunan.

Hal ini menjadi permasalahan yang cukup serius, terutama yang menyangkut kepentingan nasional dan sejumlah kebijakan pusat, terkait pengembangan wilayah.

Misalkan dalam pemanfaatan ruang sebagaimana yang sudah diatur dalam Perda RTRW Provinsi Jawa Barat, menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, H. Kasan Basari, kadang pada tataran implementasinya sering tidak terkendali. Sehingga banyak menabrak aturan dan kebijakan yang ada.

“Merasa punya wilayah, kadang daerah kabupaten/kota tidak mengindahkan aturan yang ada. Maka dalam kasus ini, perlu kordinasi dan pengendalian extra dalam pemanfaatan ruang. Ini harus dilakukan secara serius, sehingga tidak keluar dari aturan yang sudah ditetapkan,” ujar H. Kasan Basari, kepada elJabar.com.

Terkait kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana sudah diatur dalam Perda RTRW Provinsi Jawa Barat, pengendalian tersebut meliputi sejumlah hal.

Pertama, pengendalian pemanfaatan ruang melalui pengawasan dan penertiban yang didasarkan kepada arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Masalah pengaturan sistem zonasi ini sangat penting, supaya tidak terjadi kesemerawutan dan supaya adanya keselarasan dalam penggunaan pemanfaatan ruang. Sehingga terjadi keseimbangan pusat-pusat dan ragam jenis pembangunan.

“Disamping perlu adanya keselarasan, penting juga menjaga agar jangan sampai pemanfaatan ruang ini menyerobot dan merusak pada lingkungan, yang seharusnya dijaga sebagai kawasan lindung dan kelestarian alam,” ujar H. Kasan Basari.

Kedua, pemberian izin pemanfaatan ruang sebagai salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam hal pemberian ijin ini harus seuai dengan koridor yang sudah ditetapkan.  Jangan sampai ada permainan, sehingga menabrak aturan yang sudah dikeluarkan.

Isu masalah perijinan selalu menjadi persoalan dalam setiap pembangunan. Ijin yang seharusnya menjadi pengendali dalam setiap pembangunan, kadang sering ditabrak dan bukan menjadi pengendali lagi.

Begitu juga bagi penerima ijin, jangan sampai ijin yang sudah dikeluarkan tersebut disalahgunakan, sehingga mengacaukan dari pemanfaatan ruang yang seharusnya.

“Ijin seharusnya benar-benar menjadi pengendali dalam setiap pemanfaatan ruang, di dalam setiap pembangunan. Bukan malah sebaliknya, menjadi sumber masalah. Menjadi legitimasi dari sebuah pelanggaran. Ini yang harus ditegakan, terkait dengan masalah perijinan,” jelasnya.

Ketiga, pemberian izin pemanfaatan ruang yang merupakan kewenangan Kabupaten/Kota, harus berpedoman pada RTRW Provinsi.

Meskipun ijin pemanfaatan ruang ada pada kewenangan Kabupaten/Kota, namun saat ijin dikeluarkan menurut Anggota Fraksi Gerindra Jabar ini, harus tetap mengacu pada rencana tata ruang wilayah provinsi yang sudah ditetapkan.

“Dalam hal ini, masing-masing pihak harus mampu menahan diri, terkait kewenangan ijin yang dikeluarkan. Ini penting, agar terjadi keselarasan antara perencanaan provinsi dengan Kabupaten/Kota,” jelasnya.

Keempat, pemberian izin pemanfaatan ruang oleh Kabupaten/Kota yang berdampak besar dan/atau menyangkut kepentingan nasional dan/atau provinsi, harus dikoordinasikan dengan Gubernur.

Permasalahan ini, bukan hanya menyangkut persoalan tentang posisi kewenangan ijin belaka. Tapi juga menyangkut dengan masalah dampak dari ijin yang dikeluarkan.

Maka dari itu, koordinasi lintas sektoral dan tingkatan pemerintahan sangat penting dilakukan. Karena bagaimanapun juga, pemerintah secara nasional ataupun provinsi memiliki kepentingan juga dalam membangun kesejahteraan masyarakatnya.

“Yang mungkin secara kewilayahan berada pada Kabupaten/kota terkait. Jadi jangan hanya karena kewenangan ijin ada di Kabupaten/Kota, lantas mengesampingkan koordinasi dengan pihak provinsi maupun pusat,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button