BANDUNG, elJabar.com — Pelayanan perijinan penanaman modal berdampak besar terhadap peningkatan daya saing bangsa, maupun pengembangan ekonomi daerah. Pengembangan ekonomi daerah pada satu sisi terkait dengan implementasi kebijakan desentralisasi.
Sementara pada sisi yang lain merupakan basis dalam memperkuat fundamental perekonomian negara. Dengan demikian, peran pemerintah daerah dalam pelayanan perijinan penanaman modal menurut Anggota Komisi 1 DPRD Jawa Barat, H. Mirza Agam, menempati posisi strategis dalam bingkai besar peningkatan daya saing bangsa.
“Ini memperkuat dasar perekonomian Negara. Peran pemerintah daerah dalam pelayanan perijinan penanaman modal, sangat strategis untuk peningkatan daya saing bangsa,” ujarnya, kepada elJabar.com.
Pada prakteknya, pelayanan perijinan penanaman modal di daerah seringkali dipandang sebagai instrumen budgeter untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Sementara secara konseptual, pelayanan perijinan penanaman modal pada dasarnya memiliki tiga fungsi utama.
Ketiga fungsi utama tersebut, yakni instrumen budgeter, melalui pemungutan pajak dan retribusi daerah. Kemudian instrumen pembangunan untuk membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dan yang terakhir sebagai instrumen pembinaan untuk menata keserasian pembangunan sektoral dan kewilayahan.
Pada konteks ini, penanaman modal menjadi salah satu faktor pengungkit utama dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. Hal ini tampaknya menjadi tren kebijakan yang dianut sebagian besar daerah di Indonesia, dan salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat.
Khusus untuk Provinsi Jawa Barat, investasi yang telah terealisasi oleh para investor di 27 kabupaten/kota pada tahun 2019 sebesar Rp.137.499.840.823.822,- dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 130.704 orang, dan jumlah proyek sebanyak 15.370 proyek.
“Perkembangan penanaman modal di Jawa Barat dilihat dari posisi perkembangan nasional pada beberapa tahun terakhir, menunjukkan kondisi yang positif,” ungkapnya.
Kondisi tersebut memberi harapan dan peluang bagi Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu basis pengembangan greater megapolitan Jakarta-Bandung dalam menunjang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional.
Dengan keunggulan komparatif dan kompetitif dalam banyak hal, termasuk kemudahan dalam bidang investasi menempatkan Jawa Barat sebagai salah satu provinsi tujuan utama investasi.
Namun sejalan dengan upaya meningkatkan iklim investasi yang kondusif tersebut di Provinsi Jawa Barat, pada praktek pelaksanaannya terdapat permasalahan berkaitan dengan pelayanan perijinan penanaman modal di Jawa Barat.
Pelayanan perizinan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) disejumlah kabupaten/kota bahkan Provinsi seperti yang dikeluhkan para pengusaha/investor, ternyata tidak secepat visinya, seperti pelayanan perizinan yang cepat, mudah dan transparan.
Kecuali kalau ribet dan lambatnya layanan perijinan yang disebabkan karena adanya arogansi sektoral dan aturan yang tumpang tindih, ini perlu dibenahi.
“Ini yang perlu kita dibenahi kedepannya. Sehingga tidak terjadi lagi pengurusan ijin yang lama dan ribet. Terkecuali kalau memang dalam aturannya demikian, seperti masalah lingkungan dan hal lain yang memang secara aturan tidak bisa di tolelir,” ujarnya.
Di samping itu, kalau ada pihak-pihak yang bermain-main dengan birokrasi, sehingga investor merasa dirugikan dan repot menanamkan modalnya untuk proyek-proyek di dalam negeri, perlu ditindak secara tegas.
“Pemerintah sebagai stakeholders utama pelayanan publik harus mampu memberikan pelayanan terbaik. Tentunya dengan tanpa mengesampingkan aturan pokok yang menjadi hal prinsip,” jelas H. Mirza Agam, yang juga merupakan Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar.
Pemerintah harus mampu mengadopsi berbagai standar pelayanan publik yang kredibel dalam pemberian layanan publik yang baik. Bercermin dari dunia bisnis, birokrasi publik sudah semestinya melakukan perubahan secara dinamis merespon preferensi masyarakat yang telah berubah.
Pelayanan publik harus memenuhi nilai-nilai demokrasi, keadilan, transparansi, akuntabilitas dan mencerminkan keinginan masyarakat untuk dapat dilayani secara cepat dan dapat diakses dengan mudah dari manapun mereka berada.
“Kenyataan menunjukkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat pelaku usaha terhadap pelayanan perijinan penanaman modal, masih jauh dari harapan memuaskan,” pungkasnya. (muis)