Adikarya ParlemenParlemen

Peternakan Jawa Barat Hadapi Tantangan dan Peluang Besar: Dorong Modernisasi dan Kemandirian

ADHIKARYA PARLEMEN

BANDUNG, elJabar.com – Sektor peternakan di Jawa Barat terus menunjukkan dinamika yang kompleks. Di satu sisi, permintaan pasar terhadap produk peternakan seperti daging, telur, dan susu terus meningkat.

Di sisi lain, peternak kecil menghadapi tantangan besar mulai dari keterbatasan akses pakan, teknologi, hingga fluktuasi harga pasar. Wakil Ketua Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Lina Ruslinawati, menegaskan bahwa sektor peternakan merupakan tulang punggung ketahanan pangan Jawa Barat yang harus dijaga dan ditingkatkan melalui intervensi strategis.

Jawa Barat memiliki potensi peternakan yang sangat besar, baik dari segi sumber daya alam, tenaga kerja, maupun pasar konsumen. Daerah seperti Garut, Tasikmalaya, Cianjur, dan Sukabumi dikenal sebagai sentra peternakan sapi potong dan ayam ras. Namun, menurut Lina Ruslinawati, potensi tersebut belum dikelola secara maksimal.

“Banyak peternak rakyat kita yang masih menggunakan cara-cara tradisional. Padahal, dengan dukungan teknologi dan manajemen modern, produktivitas ternak bisa ditingkatkan tiga sampai lima kali lipat,” ujar Lina Ruslinawati, kepada elJabar.com.

Lina Ruslinawati mengidentifikasi tiga masalah utama dalam dunia peternakan Jawa Barat, yakni ketersediaan dan harga pakan, keterbatasan infrastruktur peternakan, serta minimnya akses peternak pada modal usaha.

Selain itu, banyak kandang peternakan di daerah perdesaan tidak memiliki sistem sanitasi dan manajemen limbah yang memadai, yang berpotensi menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan minimnya akses ke lembaga pembiayaan formal seperti bank atau koperasi yang paham sektor peternakan.

“Harga pakan naik hampir 20 persen dalam dua tahun terakhir. Ini membuat margin keuntungan peternak semakin tipis,” jelasnya.

Menurut Lina, Komisi 2 DPRD Jawa Barat mendorong pemerintah provinsi agar menyusun kebijakan afirmatif yang menyasar langsung kepada peternak rakyat. Salah satunya adalah dengan mengalokasikan anggaran untuk program pelatihan peternakan modern dan pemberian subsidi pakan.

Ia juga menegaskan pentingnya keberadaan Bank Daerah atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang fokus pada pembiayaan sektor peternakan dengan bunga rendah dan skema yang sesuai dengan siklus usaha ternak.

“Kami sedang menyusun rekomendasi agar ada sinergi antara DKPP, Dinas Perindustrian, dan Dinas Koperasi untuk membuat ekosistem peternakan yang sehat. Peternak tidak hanya dibekali ternak, tapi juga keterampilan dan akses pasar,” kata Lina.

Salah satu perhatian serius dari Komisi 2 adalah kurangnya regenerasi dalam dunia peternakan. Banyak anak muda enggan terjun ke usaha peternakan karena dianggap tidak menjanjikan dan terlalu berat.

Penerapan teknologi seperti smart farming, sensor suhu kandang, manajemen pakan otomatis, dan aplikasi pemantauan kesehatan ternak menjadi salah satu solusi jangka menengah yang sedang dibahas bersama perguruan tinggi seperti IPB dan Universitas Padjadjaran.

“Kalau kita tidak mendorong transformasi digital dan industrialisasi peternakan, maka lima sampai sepuluh tahun ke depan peternakan rakyat bisa punah. Padahal kita butuh mereka untuk kemandirian pangan,” tegas Lina.

Sebagai langkah awal, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama Komisi 2 tengah mendorong pembentukan kawasan peternakan terpadu di dua lokasi percontohan: Cianjur dan Garut. Kawasan ini akan mengintegrasikan peternakan sapi perah, pengolahan limbah menjadi biogas, pabrik pakan mini, serta pengolahan susu menjadi produk turunan.

Proyek ini diharapkan melibatkan koperasi peternak, investor lokal, serta pemerintah kabupaten setempat.

“Model ini akan dijadikan referensi untuk replikasi di daerah lain. Kita ingin peternakan bukan hanya tempat menggembala, tapi pusat ekonomi rakyat,” ujar Lina.

Lina Ruslinawati juga menyoroti perlunya penguatan sistem biosekuriti dan pengawasan kesehatan hewan menyusul munculnya kembali ancaman penyakit seperti LSD (Lumpy Skin Disease) pada sapi dan flu burung pada unggas.

Ia mendorong agar pemerintah provinsi menyediakan buffer stock vaksin dan tenaga medis hewan yang tersebar di titik-titik sentra peternakan.

“Kita tidak bisa mengabaikan risiko zoonosis. Peternakan modern harus bersih, aman, dan sehat. Dinas terkait harus proaktif dalam vaksinasi dan edukasi peternak,” ujarnya.

Tak hanya fokus pada peternakan hulu, Komisi 2 juga mendorong pemerintah untuk memperluas hilirisasi produk peternakan. Menurut Lina, daging olahan, susu pasteurisasi, dan makanan beku berbasis ternak harus menjadi produk unggulan Jawa Barat.

“Kita tidak boleh berhenti di peternakan mentah. Harus ada pabrik olahan yang menyerap hasil peternakan lokal. Bahkan kalau bisa, kita ekspor ke Singapura dan Timur Tengah,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button