Potensi Kehutanan Jawa Barat untuk Perekonomi Rakyat

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Hutan Jawa Barat bukan sekadar bentang alam yang hijau dan mempesona. Di balik rindangnya pepohonan dan lebatnya vegetasi, tersimpan potensi besar yang mampu menggerakkan roda ekonomi rakyat.
Wakil Ketua Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Lina Ruslinawati, menilai bahwa kehutanan memiliki peluang luar biasa untuk menjadi pilar ekonomi kerakyatan apabila dikelola secara partisipatif, berkelanjutan, dan adil bagi semua pihak.
Provinsi Jawa Barat memiliki sekitar 894.000 hektare kawasan hutan, yang terbagi dalam hutan lindung, hutan produksi, hingga kawasan konservasi. Wilayah hutan tersebut tersebar di sejumlah kabupaten seperti Sukabumi, Bogor, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis.
Selain berfungsi sebagai penyimpan karbon dan penjaga kelestarian lingkungan, menurut Lina Ruslinawati, kawasan ini menyimpan nilai ekonomi tinggi melalui hasil hutan kayu dan non-kayu, jasa lingkungan, dan sektor ekowisata.
Menurutnya, potensi hasil hutan bukan kayu seperti madu hutan, rotan, bambu, kopi hutan, serta berbagai tanaman herbal sangat layak dikembangkan.
“Jika dimaksimalkan melalui pendekatan ekonomi rakyat berbasis hutan, produk-produk ini bisa menjadi sumber pendapatan berkelanjutan bagi masyarakat sekitar hutan,” ujar Lina ruslinawati, kepada elJabar.com.
Lina Ruslinawati juga menyoroti pentingnya program Perhutanan Sosial sebagai skema strategis untuk memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Program ini memberikan akses legal kepada warga untuk mengelola lahan hutan negara secara lestari.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus mempercepat fasilitasi izin kelola hutan kepada kelompok tani hutan. Hal ini bukan hanya soal legalitas, tapi juga peningkatan kesejahteraan.
“Sehingga jika dikelola secara baik, satu kelompok tani hutan dengan 100 hektare lahan bisa menghasilkan pendapatan ratusan juta rupiah per tahun dari hasil hutan non-kayu dan ekowisata,” jelasnya.
Seiring meningkatnya permintaan pasar akan produk-produk alami, hutan dapat menjadi basis pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Lina menyebut bahwa kopi hutan dari kawasan Gunung Papandayan di Garut dan madu hutan dari Sukabumi memiliki daya jual tinggi hingga ke luar negeri.
“Kami mendorong sinergi antara Dinas Kehutanan, Dinas Koperasi, dan Dinas Perdagangan untuk memperkuat UMKM kehutanan. Jangan sampai hasil hutan hanya mentok jadi komoditas mentah, harus naik kelas menjadi produk olahan bernilai tambah,” katanya.
Sektor ekowisata menjadi magnet lain dari kehutanan Jawa Barat. Kawasan seperti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda, dan Gunung Ciremai telah menarik ribuan wisatawan domestik maupun mancanegara setiap tahun.
Namun, Lina menyayangkan bahwa banyak potensi wisata alam di kawasan hutan belum tergarap maksimal. Ia menekankan pentingnya kerja sama dengan BUMDes dan koperasi lokal untuk mengelola objek wisata hutan sehingga manfaat ekonominya benar-benar dirasakan oleh masyarakat desa.
“Banyak kawasan hutan di Jabar yang memiliki air terjun, jalur pendakian, hingga situs budaya, tapi belum dikelola secara profesional,” ujar Lina.
Selain itu, Lina mendorong agar pemerintah menyediakan infrastruktur penunjang seperti jalan akses, sinyal internet, serta fasilitas sanitasi yang memadai di kawasan wisata hutan.
“Kita bisa belajar dari model pengelolaan hutan wisata di Bali atau Jogja, di mana pemberdayaan masyarakat menjadi kunci,” pungkasnya. (muis)