Potensi Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan di Jawa Barat bagi Masyarakat Kecil

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Geliat kebijakan fiskal yang berpihak pada masyarakat kecil kembali menjadi sorotan di Jawa Barat. Salah satu isu yang kini diperbincangkan adalah kemungkinan pemberian keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi masyarakat kecil.
Anggota Komisi 3 DPRD Provinsi Jawa Barat, Hj. Tina Wiryawati, mengungkapkan pandangannya terkait hal tersebut, sekaligus membahas strategi alternatif yang bisa ditempuh pemerintah provinsi agar kebijakan fiskal tetap adil tetapi juga tidak mengorbankan kepentingan daerah.
Secara regulasi, PBB—baik untuk perdesaan maupun perkotaan (PBB-P2)—merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota, bukan pemerintah provinsi. Dengan demikian, kebijakan keringanan atau pembebasan PBB berada di bawah ranah pemerintah kota atau kabupaten masing-masing.
“Meski demikian, Dewan Provinsi tetap memiliki peran penting dalam membentuk narasi dan memberikan dorongan kebijakan yang lebih sensitif terhadap beban masyarakat kecil,” ujar Tina Wiryawati, kepada elJabar.com.
Tina Wiryawati menekankan bahwa peningkatan penerimaan pajak daerah bukan semata soal meningkatkan tarif atau memaksa masyarakat membayar, tapi melalui pendekatan yang lebih edukatif, transparan, dan partisipatif.
“Jika masyarakat memahami pajak bukan semata beban, melainkan kontribusi untuk pembangunan daerah, maka kepatuhan dan partisipasi akan meningkat, serta membentuk ekosistem perpajakan yang lebih adil dan transparan,” jelasnya.
Sebagai latar, kebijakan fiskal pro-masyarakat sudah tampak di beberapa daerah. Di Kota Bekasi, misalnya, Gubernur Jawa Barat mengeluarkan imbauan nomor 6700/KU.03.02/BAPENDA berupa penghapusan tunggakan pokok dan denda PBB-P2 bagi wajib pajak orang pribadi untuk buku 1 sampai 5. Imbauan ini ditujukan kepada seluruh bupati dan wali kota demi meringankan beban masyarakat kecil dan sekaligus mengajak mereka lebih sadar pajak di masa datang.
Pemkot Bekasi sendiri tengah mengevaluasi implementasi kebijakan ini agar tidak menimbulkan gangguan pada anggaran belanja daerah yang sudah direncanakan. Kebijakan-kebijakan sebelumnya juga mencakup diskon PBB-P2 hingga 50 %, terutama untuk pajak tahun di bawah 2013, serta penghapusan sanksi administrasi jika pembayaran dilakukan pada periode tertentu.
Memang perlu adanya kajian yang matang atas imbauan pemutihan tersebut. Dan Tina menyarankan agar diskon atau insentif lebih layak dibandingkan penghapusan tunggakan secara menyeluruh, karena kebijakan semacam itu bisa berdampak besar terhadap penerimaan daerah.
“Kita uga mendorong digitalisasi penagihan dan verifikasi data objek pajak agar tagihan lebih tepat dan berkeadilan,” katanya.
Berangkat dari pandangan hemat fiskal dan keadilan sosial, maka Tina Wiryawati, mendorong beberapa rekomendasi. Perytama, Kajian feasibilitas pemberian diskon/insentif di tingkat kabupaten/kota, khususnya bagi masyarakat kecil dan daerah pedesaan, sembari menjaga stabilitas PAD. Kedua, Sosialisasi Imbauan Gubernur secara masif, mendampingi pelaksanaan hingga ke desa-desa agar kebijakan benar-benar dimanfaatkan oleh yang membutuhkan. Ketiga, Implementasi jangka panjang digitalisasi dan edukasi melalui aplikasi pajak digital dan program “Pajak Masuk Sekolah”, agar kesadaran pajak tumbuh sejak generasi muda. Dan keemapat, Peran sinergis antara Provinsi dan kabupaten/kota, memfasilitasi riset bersama (misalnya dengan perguruan tinggi) untuk memahami perilaku wajib pajak dan merancang insentif yang tepat sasaran.
Kebijakan kompensasi seperti diskon atau pemutihan denda perlu diseimbangkan dengan keberlanjutan anggaran daerah. Diskon selektif mungkin lebih realistis ketimbang pemutihan menyeluruh.
“Selain itu, akurasi data objek pajak menjadi kunci agar tagihan mencerminkan kondisi nyata masyarakat—banyak objek perpajakan yang belum diperbarui datanya sehingga tagihan tak selaras dengan realitas ekonomi warga,” jelasnya.
Meski kewenangan PBB berada di tingkat kabupaten/kota, peran DPRD Jawa Barat—terutama Komisi 3—krusial dalam mendorong kebijakan yang berpihak pada masyarakat kecil melalui komunikasi, edukasi, inovasi digital, dan pengawasan pelaksanaan.
Pandangan Tina Wiryawati memperkuat urgensi bahwa perpajakan daerah harus diletakkan dalam bingkai keadilan fiskal, bukan semata mengejar target PAD.
“Kedepannya, untuk mewujudkan keringanan PBB bagi masyarakat kecil di Jawa Barat, lahir kebutuhan sinergi antara Pemerintah Provinsi, kabupaten/kota, DPRD, serta partisipasi aktif masyarakat—agar kebijakan benar-benar pro-rakyat, sekaligus menjaga stabilitas fiskal daerah,” pungkasnya. (muis)