Potensi Perkebunan Jawa Barat: Pilar Ekonomi Hijau yang Menjanjikan

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Provinsi Jawa Barat dikenal luas sebagai lumbung pangan nasional dengan kekayaan alam yang melimpah. Namun, selain sektor pertanian dan peternakan, Jawa Barat juga menyimpan potensi besar dalam sektor perkebunan yang selama ini belum sepenuhnya dioptimalkan.
Dengan luas lahan yang mendukung dan kondisi iklim yang sangat mendukung, berbagai komoditas unggulan seperti teh, kopi, karet, kelapa, dan pala, menjadi tulang punggung ekonomi perkebunan di Tatar Pasundan ini.
Menurut Wakil Ketua Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Lina Ruslinawati, perkebunan bukan hanya menjadi penyokong ekonomi daerah, tetapi juga sebagai sektor strategis dalam menciptakan lapangan kerja di pedesaan, mengurangi urbanisasi, dan menjadi fondasi ekonomi hijau berkelanjutan.
“Perkebunan berperan penting dalam menyerap tenaga kerja, menjaga lingkungan, sekaligus mendukung ketahanan ekonomi masyarakat desa,” ujar Lina Ruslinawati, kepada elJabar.com.
Jawa Barat memiliki sejarah panjang dalam pengembangan teh. Daerah seperti Puncak, Ciwidey, dan Cianjur merupakan pusat perkebunan teh yang menghasilkan produk berkualitas tinggi, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Salah satu ikon teh asal Jabar adalah Teh Walini dan Teh Malabar, yang dikenal hingga mancanegara. Meski lahan perkebunan teh mengalami penyusutan karena konversi lahan, komoditas ini tetap menjadi primadona.
Sementara itu, kopi Jawa Barat, khususnya jenis Arabika Priangan, juga semakin mendunia. Kawasan Garut, Pangalengan, dan Kuningan menjadi sentra kopi dengan cita rasa khas yang digemari pasar internasional.
“Kopi Jawa Barat bahkan sudah diekspor ke Jepang, Korea Selatan, dan Eropa. Ini menunjukkan bahwa kualitas kopi kita diakui dunia,” jelasnya.
Selain teh dan kopi, karet dan kelapa juga menjadi komoditas penting. Perkebunan karet banyak terdapat di wilayah Subang, Purwakarta, dan Sukabumi. Produksi karet ini sebagian besar diserap oleh industri dalam negeri, seperti industri ban dan alat kesehatan.
Sementara itu, kelapa tumbuh subur di daerah pesisir selatan seperti Cianjur Selatan, Garut Selatan, dan Pangandaran. Produk turunan kelapa seperti minyak kelapa murni, sabut, dan arang aktif menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi.
“Komoditas pala yang tumbuh di kawasan Sukabumi dan Cianjur juga mulai mendapatkan tempat di pasar ekspor, terutama setelah munculnya tren bahan rempah dan herbal alami di industri makanan dan kesehatan global,” ungkapnya.
Meski potensi besar, sektor perkebunan Jawa Barat menghadapi sejumlah tantangan. Fragmentasi lahan akibat pembagian warisan dan konversi lahan menjadi pemukiman membuat skala ekonomi menjadi kecil dan tidak efisien.
“Banyak petani teh dan kopi yang lahannya tidak sampai satu hektare. Ini membuat mereka sulit meningkatkan produktivitas dan daya saing,” kata Lina.
Selain itu, regenerasi petani perkebunan menjadi masalah yang krusial. Generasi muda cenderung enggan melanjutkan usaha perkebunan karena dianggap tidak menjanjikan secara ekonomi. Akibatnya, produktivitas stagnan dan inovasi sulit berkembang.
Guna menjawab tantangan tersebut, pemerintah daerah perlu mendorong hilirisasi dan digitalisasi sektor perkebunan. Salah satunya dengan mengembangkan industri olahan di dekat sentra produksi.
“Petani harus kita bantu agar tidak hanya menjual bahan mentah, tapi juga mampu mengolah menjadi produk jadi seperti teh celup, kopi bubuk kemasan, atau minyak kelapa. Nilai tambahnya jauh lebih besar,” ujarnya.
Kemudian, konsep perkebunan berkelanjutan juga menjadi pendekatan baru dalam pengembangan sektor ini. Beberapa kebun teh dan kopi bahkan mulai dikembangkan sebagai destinasi ekowisata yang menarik, seperti di Ciwidey dan Pangalengan.
Wisatawan tidak hanya bisa menikmati pemandangan alam, tapi juga belajar proses pengolahan teh dan kopi, serta berinteraksi langsung dengan petani. Ini menjadi peluang ekonomi baru yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Dengan semua potensi dan inovasi yang sedang berjalan, sektor perkebunan di Jawa Barat diharapkan menjadi salah satu tulang punggung pembangunan ekonomi daerah yang berkelanjutan,” harapnya.
Dukungan dari pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil sangat dibutuhkan agar perkebunan tidak hanya menjadi sumber penghidupan, tetapi juga bagian dari identitas ekonomi hijau Jawa Barat.
“Perkebunan adalah warisan ekonomi yang harus kita rawat dan kembangkan. Kita ingin menjadikan Jawa Barat bukan hanya penghasil, tetapi juga pusat keunggulan produk perkebunan nasional,” pungkasnya. (muis)