Prinsif Keadilan Harus Jadi Pondasi Dalam Membangun Wilayah Jawa Barat

ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Dengan wilayah yang sangat luas, penduduk terbanyak di Indonesia, serta perbedaan karakter geografis dan ekonomi antar daerah, pembangunan tidak bisa hanya diserahkan pada mekanisme pasar atau kebijakan sektoral semata.
Pembangunan regional di Provinsi Jawa Barat terus menunjukkan dinamika dan tantangan yang kompleks. Sehingga dibutuhkan pendekatan regional yang integratif, kolaboratif, dan berorientasi pada keadilan spasial.
Pendekatan pembangunan regional harus menitikberatkan pada pemerataan infrastruktur dan penguatan daya dukung kawasan agar tidak terjadi ketimpangan antar wilayah.
Menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, Ir. Prasetyawati, M.M. Jawa Barat itu tidak bisa dibangun dengan satu pendekatan yang seragam. Wilayah utara berbeda tantangannya dengan selatan. Tengah dan timur juga punya persoalan sendiri.
“Maka dari itu, pembangunan regional menjadi pendekatan yang paling relevan untuk mewujudkan keseimbangan,” ujar Prasetyawati, kepada elJabar.com.
Meskipun Jawa Barat mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil, namun ketimpangan antar wilayah masih menjadi pekerjaan rumah besar. Kawasan utara seperti Bekasi, Karawang, dan Purwakarta tumbuh pesat karena industrialisasi dan kedekatannya dengan Jakarta.
Sementara itu, wilayah selatan seperti Sukabumi, Cianjur Selatan, Garut Selatan, hingga Pangandaran relatif tertinggal dari sisi infrastruktur dan akses ekonomi.
“Kami sering menyuarakan agar pembangunan tidak hanya berkutat di zona industri dan perkotaan. Jalan-jalan ke wilayah selatan, banyak desa masih sulit air, jalan rusak parah, dan layanan publik minim. Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi soal keadilan,” tegas Prasetyawati.
Prasetyawati akan terus mendorong agar Pemerintah Provinsi menerapkan kebijakan regional equity atau pemerataan pembangunan antar kawasan. Salah satunya adalah melalui pendekatan spasial planning dan investasi infrastruktur dasar di daerah tertinggal.
Salah satu isu strategis pembangunan regional adalah penataan ruang. Saat ini, banyak kawasan di Jawa Barat menghadapi tekanan alih fungsi lahan, urban sprawl, serta konflik antara rencana tata ruang dan realitas lapangan. Prasetyawati menyebut, sinkronisasi antara RTRW provinsi dan kabupaten/kota masih lemah.
“Perencanaan tata ruang itu tidak boleh kaku, tapi juga tidak boleh asal berubah. Harus berlandaskan data geospasial, daya dukung lingkungan, dan kebutuhan masyarakat. Jangan sampai kawasan pertanian berubah jadi kawasan industri tanpa kajian matang,” katanya.
Komisi 4 menyoroti pentingnya evaluasi RTRW di beberapa kabupaten yang rawan konflik tata ruang, serta perlunya peran aktif pemerintah provinsi sebagai pembina dalam perencanaan ruang lintas daerah.
Dalam kerangka pembangunan regional, Prasetyawati menekankan pentingnya investasi infrastruktur dasar yang merata, seperti jalan provinsi, jembatan, irigasi, air bersih, sanitasi, dan listrik. Menurutnya, infrastruktur bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga hak dasar rakyat.
“Kalau jalan rusak, biaya logistik naik, anak-anak sekolah susah akses, petani rugi karena hasil panen tidak bisa dibawa ke pasar. Itu semua saling terkait. Infrastruktur yang baik adalah fondasi keadilan wilayah,” jelasnya.
Ia juga mengapresiasi beberapa proyek strategis provinsi yang diarahkan untuk membuka isolasi wilayah selatan dan tengah. Namun demikian, ia meminta agar proyek-proyek tersebut tidak hanya berorientasi pada pencitraan atau kejar target fisik, tetapi juga harus berkelanjutan dan melibatkan masyarakat lokal.
Salah satu tantangan besar dalam pembangunan regional di Jawa Barat adalah lemahnya koordinasi antara provinsi, kabupaten/kota, dan pemerintah pusat. Banyak program pembangunan yang tumpang tindih atau saling menunggu, akibat minimnya komunikasi lintas sektor.
“Kita perlu merumuskan kembali mekanisme perencanaan pembangunan yang lintas batas administrasi. Harus ada forum regional development yang melibatkan semua pihak, termasuk dunia usaha dan masyarakat,” usul Prasetyawati.
Dalam konteks pembangunan jangka panjang, Prasetyawati menekankan pentingnya prinsip keberlanjutan lingkungan. Ia menolak pendekatan pembangunan yang eksploitatif dan merusak ekosistem.
Komisi 4 DPRD Jabar telah menyuarakan agar semua proyek pembangunan strategis menjalani audit lingkungan dan memperkuat aspek keberlanjutan. Selain itu, ia mendorong pengembangan ekonomi hijau berbasis pertanian organik, ekowisata, dan energi terbarukan sebagai bagian dari pembangunan regional ke depan.
“Kita tidak bisa lagi berpikir bahwa pembangunan harus membabat hutan, membendung sungai, atau mengeringkan sawah demi pabrik. Harus ada keseimbangan. Tanpa alam yang sehat, ekonomi juga akan rapuh,” pungkasnya. (muis)