ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Seperti yang kita tahu, bahwa isu strategis merupakan isu paling pokok yang tidak hanya berupa permasalahan, namun juga bersifat aktual dan mendesak. Isu Strategis ini akan menjadi perhatian dalam pembangunan sektor energi dan sumber daya mineral di Jawa Barat.
Pembangunan sektor energi dan sumber daya mineral, untuk lima tahun ke depan dan tentunya mendukung penanganan isu strategis Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dirumuskan dalam RPJMD 2018-2023 yang terkait dengan bidang energi dan sumberdaya mineral.
Yakni menyangkut masalah kemiskinan, pengangguran dan masalah social. Kemudian produktivitas dan daya saing ekonomi yang berkelanjutan, serta pertumbuhan dan pemerataan pembangunan sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Menurut Anggota Komusi 4 DPRD Jawa Barat, Kasan Basari, sektor ESDM tentunya memiliki potensi penyerapan tenaga kerja yang besar untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan.
“Ketersediaan energi dan pengembangan energi baru terbarukan, juga dapat mendorong peningkatan daya saing ekonomi yang berkelanjutan, terutama melalui peningkatan konsumsi listrik per-kapita dan bauran energi baru terbarukan di Jawa Barat,” jelas Kasan Basari, kepada elJabar.com.
Tingginya pertumbuhan penduduk dan kegiatan investasi (industri dan jasa) di Jawa Barat, juga mendorong meningkatnya alih fungsi lahan di Jawa Barat untuk permukiman dan pembangunan infrastruktur ekonomi. Perkembangan yang terjadi mendorong dilakukannya eksploitasi air tanah.
“Selain hal tersebut, juga ketergantungan terhadap sumber energi fosil masih besar baik dari sektor industri, rumah tangga dan komersial,” katanya.
Dengan memperhatikan permasalahan pelayanan Dinas ESDM terkait visi dan misi gubernur terpilih, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat, Renstra Kementerian ESDM, dan RPJMD Provinsi Jawa Barat, maka dapat ditentukan sejumlah isu strategis.
Isu strategis tersebut, mulai dari 1) Diversifikasi energi melalui peningkatan pemanfaataan, 2) Efisiensi dan konservasi energy, 3) Penyediaan tenaga listrik, 4) Keamanan dan kehandalan instalasi tenaga listrik, 5) Pendayagunaan dan konservasi air tanah, dan 6) Usaha Pertambangan yang tertib administrasi dan teknis.
“Terkait usaha pertambangan, memang masih banyak memunculkan sejumlah persoalan. Mulai dari masalah administrasi perijinan, hingga masalah teknis yang menyebabkan kerusakan lingkungan,” ujarnya.
Dampak negatif kegiatan pertambangan bisa dilihat dari adanya gangguan pada lingkungan fisik, biologis, sosial, budaya, ekonomi dan warisan nasional, serta gangguan terhadap ekologi dan pembangunan yang berkelanjutan.
Pengelolaan sumber daya pertambangan yang tidak berpedoman pada prinsip ekologi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang tinggi. Jika melebihi daya dukung, daya tampung, dan ambang batas yang dapat dipulihkan, maka akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang permanen.
Ancaman terhadap kerusakan lingkungan seperti perubahan bentang alam yang besar, perubahan morfologi dan kegunaan lahan, penimbunan tanah galian dan limbah pengolahan serta jaringan infrastrukturnya.
“Meskipun kegiatan pertambangan dapat membantu peningkatan pada sektor ekonomi, akan tetapi dalam pelaksanaanya tidak boleh merusak ekosistem lingkungan. Sumber daya lain seperti hutan, tanah dan sumber air harus tetap terjaga pada saat operasi hingga pasca tambang,” jelasnya.
Keseimbangan ekosistem lingkungan harus tetap terjaga, baik lingkungan alam, lingkungan buatan, maupun lingkungan sosial.
Jika keseimbangan ekosistem lingkungan tidak dilindungi, karena lebih mengutamakan lingkungan buatan di atas lingkungan sosial dan alam, maka lingkungan akan terganggu dan rusak, menimbulkan konflik sosial, dan mengakibatkan terganggunya proses penambangan.
“Maka dengan keseimbangan ekosistem lingkungan yang terjaga, dapat membuat lingkungan sosial masyarakat tetap serasi. Lingkungan buatan yaitu tambang tetap bisa melakukan usahanya, dan lingkungan alam dapat tetap lestari,” pungkasnya. (muis)