ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Optimalisasi layanan pendidikan, menunjukan sebuah keseriusan pemerintah dalam investasi sumber daya manusia, yang juga sebagai modal pembangunan yang berkelanjutan.
Berbicara masalah pendidikan, sepertinya tidak akan pernah ada habisnya. Sejumlah persoalan selalu menjadi bahasan, baik terkait mutu pendidikan, infrastruktut maupun kualitas dan kesejahteraan gurunya.
Begitu juga dengan persoalan pendidikan di Jawa Barat, perlu segera diselesaikan oleh Pemprov Jabar. Mengingat peran pendidikan dinilai sangat penting bagi keberlangsungan pembangunan Jawa Barat ke depan. Dan pendidikan yang merupakan bagian dari elemen pembangunan manusia, harus mendapatkan prioritas.
Sejumlah persoalan yang masih menumpuk menurut Anggota Komisi 5 DPRD Jawa Barat, Heri Ukasah, diantaranya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah Jawa Barat yang masih rendah di beberapa daerah.
“Jadi rendahnya angka tersebut menunjukkan, jika saat ini masih ada anak-anak di Jawa Barat yang belum mendapatkan akses pendidikan. Ini harus kita akui secara jujur,” ujar Heri Ukasah, Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat, kepada elJabar.com.
Memang biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) bagi SMA/SMK/SLB Negeri di Jawa Barat sudah digratiskan sejak Juli 2020 Dan itu merupakan langkah positif dari Pemprov Jabar dalam meningkatkan aksesibilitas dan kesempatan belajar bagi anak-anak di Jawa Barat.
Selain sekolah-sekolah negeri, Pemprov Jabar pun memberikan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) bagi 4.115 SMA/SMK/SPB Swasta dan 1.198 Madrasah Aliyah (MA). Dimana BPMU ini merupakan upaya untuk meringankan biaya operasional sekolah swasta dan MA.
“Sehingga dengan bantuan ini, diharapkan pendidikan tersebut dapat mengurangi beban biaya operasional sekolah, baik negeri maupun swasta. Dan masyarakat bisa menikmati pendidikan secara gratis, demi masa depannya,” harapnya.
Lalu persoalan pendidikan di Jawa Barat adalah terkait dengan masih rendahnya upah guru honorer dibanding gaji guru pegawai negeri sipil. Begitu juga dengan honor guru di swasta dengan di negeri, masih timpang. Padahal kontribusi kinerja dan kualitas para guru honorer, juga tidak kalah penting dari para guru yang berstatus PNS.
“Upah guru honorer itu masih rendah, khususnya upah guru honor swasta, yang masih jauh dari layak. Perbedaannya sangat jauh,” ungkapnya.
Selain soal sumber daya manusia, soal sarana prasarana juga tak luput dari perhatian Anggota Komisi 5 DPRD Jabar, Heri Ukasah. Menurutnya sarana dan prasarana pembangunan terutama sekolah-sekolah di daerah terpencil, masih jauh dari seharusnya.
Bahkan ada juga sekolah yang berdiri di dekat dengan perkotaan, namun fasilitas sarana penunjang belajarnya tidak menunjang. Bahkan bangunannya juga sudah ada yang kurang layak.
“Tentu saja ini sangat memperihatinkan, di perkotaan masih seperti itu. Apalagi sarana prasarana pembangunan di daerah-daerah terpencil, masih kurang. Bahkan jauh dari standar nasional sarana prasarana,” ungkapnya, merasa prihatin.
Berikutnya yang tak kalah penting menurut Heri Ukasah, yakni lembaga non fungsional dalam dunia pendidikan yang berperan sebagai pengawas juga belum berfungsi secara optimal. Belum berperannya pengawasan dari lembaga non fungsional seperti dewan pendidikan atau komite sekolah, merupakan persoalan yang tidak boleh dilupakan.
“Padahal kalaua kedua lembaga ini berfungsi dengan baik serta sarana penunjangnya layak, maka pendidikan di Jawa Barat nampaknya akan lebih baik lagi,” pungkasnya. (muis)