Setelah Tak Lagi Menyandang PPNPN BBWS Brantas (Bagian 5)
Bekerja di Perusahaan Rekanan, “Digaji” Kasubag Keuangan BBWS Brantas
Surabaya, eljabar.com — Meski terhitung sejak 1 Januari 2018 pengelolaanya telah dialihkan ke rekanan penyedia jasa tenaga kerja outsourcing, pembayaran upah kerja mantan tenaga non PPNPN BBWS Brantas masih harus diambil langsung ke Kepala Subag Keuangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, Rojikan. Disamping itu mereka juga menanyakan jaminan BPJS yang pernah dimiliki. Sebab, sejak dialihkan ke rekanan penyedia jasa kepesertaan BPJS mereka terhenti sejak Desember 2017.
“Waktu masih di BBWS Brantas iuran BPJS langsung dipotong melalaui gaji yang ditransfer ke rekening kami setiap bulannya. Sejak memasuki tahun 2018 kami tidak diberi mendapat penjelasan apapun tentang kelanjutan kepesertaan BPJS tersebut,” ujar mereka.
Ditemui di kantornya di kawasan Wiyung, Surabaya, Rojikan yang telah mendapat promosi jabatan Kepala Subag Keuangan BBWS Brantas, berdalih hanya menyampaikan upah kerja yang ditipkan oleh rekanan yang ditunjuk langsung menjadi penyedia jasa tenaga outsourcing TA 2018. Ia berjanji akan bicara dengan manajemen perusahaan untuk menyelesaikan persoalan jaminan BPJS yang menjadi hak pekerja penerima upah (PPU) tersebut.
“Mereka dibayar langsung oleh manajemen perusahaan dan saya hanya menyampaikannya. Saya juga akan minta agar BPJS mereka diselesaikan hingga April 2018,” kata Rojikan.
Selain membantah membayar langsung, Rojikan juga mengatakan bahwa Surat Edaran (SE) No. 01/SE/M/2018 tentang Pengelolaan Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tidak menjadi dasar rekrutmen tenaga non Pegawai Negeri Sipil (PNS) pihaknya. Meski surat edaran tertanggal 28 Januari 2018 itu ditandatangani Sekjen Kementerian PUPR, Rojikan berkilah akan mengecek kebenaran surat edaran yang dipublis oleh salah satu organisasi Kementerian PUPR itu.
“Saya akan cek dulu surat edaran ini,” katanya setelah eljabar menunjukkan SE itu melalui smart phone yang digenggamnya.
Ditemui terpisah, keterangan Rojikan itu dinilai tak masuk akal oleh sejumlah mantan tenaga PPNPN BBWS Brantas. Sebab, hal itu bertolak belakang dengan yang disampaikannya dalam forum pertemuan Desember 2017 lalu. Kepada sejumlah pengemudi, satpam dan pramubakti yang hadir di forum tersebut Rojikan mengatakan bahwa pengelolaan mereka akan diserahkan ke badan usaha swasta tanpa menjelaskan detil teknis penyerahannya. Begitu juga dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh mantan tenaga PPNPN itu kepada “pemberi kerja” yang baru.
Sejumlah kalangan menilai polemik pengelolaan tenaga non PPNPN yang berkembang dapat dijadikan indikasi dan petunjuk adanya dugaan praktik KKN dalam proses pengadaannya. Pengalihan menjadi pekerja perusahaan rekanan penyedia jasa secara tiba-tiba itu disinyalir sudah melalui deal-deal tertentu sebelumnya. Kemungkinan besar proses pengalihannya juga mengalami cacat administrasi dan hanya untuk memenuhi persyaratan administratif perusahaan yang sudah disiapkan sebelumnya untuk menjadi rekanan melalui mekanisme penunjukan langsung. Padahal cara-cara yang ditempuh justru mengakibatkan perlindungan kesejahteraan dan perlindungan upah pekerja jadi memburuk.
Seperti diketahui, saat masih berstatus PPNPN mereka tercatat sebagai peserta BPJS. Setelah dialihkan ke rekanan penyedia jasa, meskipun termasuk Pekerja Penerima Upah (PPU), perusahaan rekanan sebagai pemberi kerja yang baru justru tidak menjalankan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dan Permennakertrans No. 7 tahun 2013.
“Pengalihan tenaga non PPNPN ke rekanan ini harus digali pihak-pihak terkait sesuai kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Saya berkeyakinan perlindungan kesejahteraan dan perlindungan upah tidak akan dipenuhi jika pembayaran upah kerjanya saja sering tidak tepat waktu,” kata Jimmy Patriciana, pemerhati dari Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen dan Tenaga Kerja (Lapak) Manggala.
Kata Jimmy, jika perusahaan rekanan itu tidak memenuhi perlindungan kesejahteraan dan perlindungan upah seharusnya tidak dipilih menjadi penyedia jasa. Ia menilai pemilihan langsung tersebut terlalu dipaksakan dan tanpa verifikasi yang cermat dan teliti terhadap kemampuan dasarnya (KD). Tentu hal itu kontradiktif dengan upaya Kementerian PUPR dalam menciptakan wilayah kerja yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Kasubag Keuangan BBWS Brantas yang dianggap sebagai pihak yang paling dominan dan menjadi frontliner dalam tahapan prosesnya harus menjelaskan secara terbuka. Pengadaan tenaga non PNS itu kan menggunakan uang rakyat,” kata Jimmy tegas.
Menyikapi dugaan cacat administrasi dalam pengelolaan PPNPN di BBWS Brantas, elajabar belum berhasil meminta keterangan Ombudsman RI Perwakilan Jatim. Demikian juga dengan dugaan praktik KKN dalam proses rekrutmennya.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, terdapat 5 orang yang memiliki hubungan keluarga dengan mantan Pelad PPK Ketatalaksanaan 2017 tersebut. Kelima orang itu masing-masing ditugaskan menjadi satpam (1 orang), sopir (2 orang), gudang arsip (1 orang) dan staf Sisda (1 orang).
Selain 5 orang yang memiliki hubungan keluarga dengan Rojikan, informasi lain juga mengatakan terdapat anak dan menantu dari salah satu ASN BBWS Brantas yang ditugaskan sebagai sekretaris Kabag TU dan staf di Bagian Keuangan BBWS Brantas.
Beberapa kalangan menduga “cawe-cawe” Rojikan dalam pengelolaan tenaga PPNPN BBWS Brantas tidak berdiri sendiri akan tetapi melibatkan kepentingan tertentu agar “borok” KKN-nya tidak mencuat ke permukaan. Sinyalemen itu dapat dilihat dari informasi yang mengatakan bahwa Rojikan masih “melaksanakan” tupoksi Pelad PPK Ketatalaksanaan 2018. Sedangkan pejabat penggantinya diploting hanya menjalankan tugas-tugas kecil dan tidak dilibatkan dalam proses pengadaan tenaga non PPNPN TA 2018 maupun pelaksanaannya.
Hal itu diungkapkan pemerhati lain dari HDIS, Andik Winarto. Ia mengatakan akan meminta Ombudman RI Perwakilan Jatim untuk turun tangan dan menelisik dugaan potensi cacat administrasi pengelolaan PPNPN dan proses pengalihannya ke pihak ketiga yang kini menjadi rekanan BBWS Brantas. Sinyalemen itu cukup kuat jika dilihat dari cara-cara Rojikan menjalankan kewenangan Pelad PPK Ketatalaksanaan yang sudah dijabat orang lain.
“Menggunakan kewenangan orang lain kan melanggar disiplin pegawai negeri sipil. Yang harus dijelaskan kepada masyarakat adalah apakah hal itu dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau tidak,” ujar Andik. (iwan)