Regional

WALHI Jabar: Citarum dari Hulu ke Hilir, Kembali ke Gerakan Rakyat

BANDUNG, elJabar.com — Memperingati Hari Citarum yang dideklarasikan 24 Mei 2016, Aliansi Rakyat Untuk Citarum (ARUM) menyerukan keseriusan penanganan permasalahan Sungai Citarum kepada pihak pemerintah.

Pemerintah didesak untuk lebih dominan melibatkan warga secara luas dalam upaya menuntaskan persoalan di sungai, yang merupakan salah satu simbol dan sumber kehidupan di Jawa Barat.

Penetapan Hari Citarum, berangkat dari kemenangan warga terdampak bersama organisasi masyarakat sipil menggugat izin pembuangan limbah cair (IPLC) milik tiga pabrik yang membuang limbah cairnya ke Sungai Cikijing yang bermuara ke Sungai Citarum.

Maka pada tanggal 24 Mei 2016 hakim PTUN Bandung memutuskan ketiga pabrik tersebut melanggar, dan memerintahkan agar IPLC mereka dicabut, sejak saat itu.

Di Hari Citarum tanggal 24 Mei 2022 kali ini, secara khusus ARUM menyinggung beberapa aspek yang dirasakan belum mengalami perubahan yang berarti.

Pertama, aspek penanganan limbah industri yang merunut ke laporan capaian pelaksanaan rencana aksi pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum, dinyatakan tercemar ringan dari sebelumnya tercemar berat.

Namun pada faktanya menurut WALHI Jawa Barat, ada kandungan parasetamol di aliran Sungai Citarum. Selain masih ada beberapa anak sungai yang bermuara ke Sungai Citarum, masih dibebani oleh buangan limbah industri, salah satu contohnya Sungai Cikijing.

“Artinya Sungai Citarum masih tercemar berat. Belum lagi lemahnya upaya pembinaan dan penegakan hukum kepada pelaku industri yang tidak mengelola limbah cair,” ujar Iwank Manajer Advokasi WALHI Jabar, kepada elJabar.com, Selasa (24/05/2022) di depan Gedung Sate, seusai acara aksi Peringatan Hari Citarum.

Sedangkan dari aspek pengelolaan sampah masih bertumpu pada pengelolaan berbasis teknologi dan infrastruktur yang hanya akan menambah masalah baru, yaitu pencemaran akibat penggunaan incinerator dan teknologi berbasis pembakaran.

Adapun skema hutang dari Bank Dunia (WB) sebesar 1,58 triliun rupiah untuk mendanai permasalahan sampah lewat program Improvement of Solid Waste Management Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP), menurut WALHI Jabar hanya akan menjadi beban keuangan dan sarat potensi praktik korupsi.

“Kegagalan penanganan Sungai Citarum lewat skema hutang ADB di program Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) seharusnya dijadikan pelajaran,” tandas Iwank.

Demikian halnya dari aspek penanganan lahan kritis. Laju penambahan lahan kritis yang lebih cepat dari yang ditangani, menunjukan masih lemahnya fungsi pengawasan serta aktivitas yang hanya fokus pada persoalan fisik Sungai Citarum.

WALHI Jabar pun menyoroti kurang maksimalnya pelibatan partisipasi publik. Yakni, edukasi dan pemberdayaan masyarakat nyaris minim sama sekali. Dan anggaran yang ada hanya dihabiskan untuk kegiatan yang berbasis Hari Orang Kerja (HOK), dimana masyarakat dibayar untuk melakukan kegiatan terkait penanganan Sungai Citarum.

“Metode tersebut hanya akan menjauhkan masyarakat dari nilai dan prinsip kepedulian lingkungan. Memandang penanganan dan pemulihan Sungai Citarum sebagai proyek,” kata Iwank.

Program Citarum Harum akan selesai tiga tahun lagi. Namun WALHI Jabar menilai belum ada capaian pelibatan masyarakat yang berarti hingga saat ini, sebagai ahli waris Sungai Citarum.

Disaat peta jalan penanganan dan perlindungan Sungai Citarum sampai saat ini pun tidak ada. Oleh karena itu berangkat dari penjelasan di atas, ARUM mendesak dan mendorong pemerintah untuk, 1) Hentikan skema hutang dalam penanganan masalah dan pemulihan Sungai Citarum. 2) Adanya transparansi penggunaan anggaran penanganan masalah dan pemulihan Sungai Citarum. 3) Melakukan upaya pelibatan masyarakat yang lebih bermakna lewat edukasi, peningkatan kapasitas, dan pemberdayaan. 4) Mengembalikan mandat ahli waris Citarum kepada Rakyat. (muis)

Show More
Back to top button