Insiden Penembakan Ala ‘Aksi Koboi’ Belum Terungkap, Keadilan Hukum Terperangkap
SURABAYA, eljabar.com – Sikap Heri, ayah korban tewas insiden ‘aksi koboi’, untuk memperjuangkan keadilan hukum, membuat kecewa sejumlah pihak.
Seorang advokat yang biasa disapa Ceceh mengaku tidak bisa berbuat banyak sebab pihaknya belum menerima kuasa untuk perjuangkan keadilan hukum korban. Walaupun begitu pihaknya masih terbuka jika keluarga korban sewaktu-waktu butuh pendampingan hukum.
“Kita juga tidak tahu pasti alasan penolakan pendampingan hukum oleh keluarga korban,” kata Cece.
Sementara hampir semua opini yang beredar menyebut, upaya keadilan hukum korban tidak benar-benar bisa terhenti.
Baik karena alasan subyektif atau alasan lain. Pasalnya, pemenuhan keadilan hukum menjadi satu dari lima hal yang menjadi tujuan penegakan hukum.
Maka dari itu, meskipun menghargai keputusan orang tua korban namun banyak kalangan menganggap keputusan tersebut ada faktor lain yang mempengaruhi.
Alasannya, sikap yang ditunjukkan berbanding terbalik dengan pernyataan Heri pertengahan Desember 2022 lalu. Heri mengaku waktu itu sempat dimarahi anggota Polsek Sukolilo. Aparat kepolisian wilayah sektor tersebut menyatroni Heri ketika mendampingi NR menjalani perawatan intensif di RS Dr. Soetomo.
Tak hanya teguran marah, seseorang bahkan menyodorkan surat hingga dua kali. Intinya, meminta Heri tidak menuntut polisi yang diduga melakukan penembakan terhadap NR pada insiden ‘aksi koboi’ awal Desember 2022.
Sementara spekulasi yang beredar santer mengungkap perubahan sikap keluarga korban. Istilah yang digunakan disebut sebagai faktor-faktor lain yang mempengaruhi keadilan hukum, antara lain dugaan adanya permainan kapital.
Disebutkan, teknis operasi kapital tersebut sederhana yaitu memanfaatkan kondisi keluarga dengan pemenuhan desakan kebutuhan. Artinya, faktor lain yang mempengaruhi keadilan dapat berupa tumpukan uang yang disumpal untuk mencegat tuntutan keadilan nyaring disuarakan.
Spekulasi dari opini ini beralasan. Kondisi saat ini berbanding terbalik dengan pernyataan yang telah beredar dalam pemberitaan media massa sebelumnya.
Diberitakan, ayah siswa sebuah SMK di Surabaya itu mengaku pernah disatroni ke rumah sakit tempat RN dirawat intensif. Saat itu Heri mengaku dimarahi oleh dua orang yang mengaku anggota Polsek Sukolilo.
Disamping itu orang tua RN juga diminta untuk menandatangani selembar surat pernyataan. Inti surat ini memberi tekanan agar Heri tidak membawa insiden di kompleks perumahan ITS dibawa ke ranah hukum.
“Saya menolak untuk tanda tangan sementara tidak ada solusi dari beban biaya operasi yang saya masih tanggung,” kata Heri, melalui narasi yang beredar dalam berita dua pekan lalu.
Waktu itu, Heri baru mampu menyicil Rp 1 juta dari total biaya operasi sejumlah Rp 50 juta. Benda dengan ukuran 1,8×1,1×1,8 cm yang bersarang di daerah pinggul, berada kurang dari 0,4 centimeter dari tulang belakang berhasil diangkat. Tetapi sisa biaya operasi masih menjadi tanggungan Heri.
Sementara Kapolsek Sukolilo Kompol M. Sholeh belum bisa bisa ditemui di kantornya.
“Saya masih sakit, masih opname. Maaf,” kata Kompol M. Sholeh dalam keterangan tertulis yang diterima eljabar.com melalui aplikasi perpesanan, Senin 9 Januari 2023, pukul 15.36 WIB.
Penyandang satu melati di pundak itu juga menyertakan sebuah foto yang menunjukkan sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit dan selang cairan infus di lengan kanannya.
Diberitakan, insiden penembakan terjadi ketika polisi mengejar kelompok gangster berbuat keonaran di sebuah warung kopi di wilayah Keputih.
Mendengar informasi tersebut 4 anggota Polsek Sukolilo segera turun tangan. Selanjutnya pengejaran polisi berhasil menghentikan kelompok gangster setelah menutup palang pengamanan Kompleks Perumahan ITS.
Akibatnya, 4 orang tertembak dan seorang diantaranya masih tercatat sebagai siswa SMK di Kota Surabaya.
Siswa berinisial RN akhirnya meninggal dunia setelah menjalani operasi di RSUD Dr. Soetomo untuk mengeluarkan benda yang diduga proyektil peluru dari tubuhnya. (and/*wn/red)