ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Letak Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Ibukota Jakarta, serta keanekaragaman dan kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya, menumbuhkan berbagai aktivitas pembangunan. Seperti industrialisasi atau pembangunan permukiman.
Perkembangan kewilayahan perkotaan dan peningkatan jumlah penduduk merupakan isu sentral dalam pembangunan sub bidang jalan, jasa konstruksi dan penataan ruang. Baik di tingkat nasional maupun daerah.
Sementara itu, menurut Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat, H. Kasan Basari, disisi lain dengan pesatnya pertumbuhan aktivitas pembangunan, ternyata turut memicu naiknya tingkat urbanisasi di berbagai pusat kegiatan nasional dan wilayah yang ada di Jawa Barat.
Penanganan kependudukan berkonsekuensi terhadap penataan ruang Jawa Barat. Khususnya terhadap guna lahan, kondisi iklim, ketahanan pangan, kesempatan kerja, kecukupan energi dan air baku.
Di kawasan perkotaan metropolitan seperti PKN Bodebek, Bandung dan Cirebon, fenomena urbanisasi sudah mengemuka. Dimana persentase jumlah keluarga perkotaan lebih besar dari keluarga perdesaan.
“Meningkatnya jumlah penduduk yang berakibat pada kebutuhan ruang dan lahan untuk kegiatan permukiman, mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan yang cukup besar di Jawa Barat,” papar H. Kasan Basari, kepada elJabar.com.
Menurut prediksi United Nation Development Program (UNDP) dan BPS, jumlah penduduk Jawa Barat diperkirakan akan mencapai 54,16 juta jiwa pada tahun 2029. Dan diperkirakan 81,4 % penduduk akan tinggal di perkotaan.
Beberapa dampak negatif yang muncul dari intensifnya urbanisasi dan pembangunan di Jawa Barat adalah terjadinya alih fungsi lahan, berbagai persoalan perkotaan, menurunnya kualitas lingkungan, meningkatnya risiko bencana alam, dan berkembang luas pada indikasi munculnya kesenjangan antar wilayah.
Dampak kumulatif dari urbanisasi adalah kesenjangan pembangunan antar wilayah khususnya antara perkotaan dan perdesaan, sebagai akibat dari perkembangan kota yang sangat cepat dan tidak terkendali.
“Ini akibat dari kesenjangan pembangunan antar wilayah. Terutama antar perkotaan dan pedesaan. Akibat perkembangan kota yang sangat cepat ketimbang pedesaan,” ujarnya.
Sehingga di sisi lain justru muncul indikasi menurunnya produktivitas di kawasan perdesaan. Bila fenomena tersebut terus berlangsung, menurut H. Kasan Basari, dikhawatirkan kesenjangan yang terjadi antara perkotaan dan perdesaan akan bertambah besar.
Perkembangan perkotaan di wilayah tengah, barat, dan bagian utara atau kawasan Bodebek dan Cekungan Bandung, khususnya pada koridor Bandung-Bekasi dan Bandung-Bogor-Depok, berjalan begitu cepat.
Sedangkan pembangunan di bagian timur berjalan lambat, apalagi pembangunan di bagian selatan Jawa Barat yang terkesan sangat lamban. Demikian pula kondisi pembangunan di berbagai wilayah perbatasan, baik perbatasan dengan provinsi lain (Jateng, Banten, DKI Jakarta), maupun antar kabupaten di Jawa Barat.
“Khususnya perbatasan kota dan kabupaten, yang sering tidak sinkron dan seimbang bila dilihat dari sarana prasarana serta infrastruktur wilayah yang harus tersedia,” pungkasnya. (muis)