Pendidikan

Bangku di SMAN 19 Surabaya Dijualbelikan, Peserta Tak Lolos PPDB Jatim 2021 Diminta Rp10-30 Juta

SURABAYA, eljabar.com – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun pelajaran 2021/2022 di SMA Negeri 19 diwarnai praktik jual beli bangku.

Jual beli bangku tersebut menyasar ke sejumlah orang tua yang anaknya tidak lolos dalam seleksi PPDB online Jatim 2021.

Keterangan yang dihimpun dari sejumlah siswa yang mengikuti PPDB menyebutkan, selain menerapkan sistem zonasi, seleksi lnya juga berdasarkan sistem ranking.

Artinya, setiap peserta PPDB akan ditentukan berdasarkan peringkat nilai. Hal ini diutarakan oleh peserta PPDB yang berasal dari SMP Negeri 1 Kota Mojokerto yang lolos dan diterima di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto.

Namun kondisi yang berbeda dialami oleh seorang siswi peserta PPDB asal Surabaya. Sesuai zonasi, maka siswi tersebut memilih dan mendaftar ke SMA Negeri 19 Surabaya. Namun nasibnya kurang beruntung. Ia dinyatakan tidak lolos di sekolah yang dipilih.

Kondisi inilah yang dilirik oleh sejumlah oknum tertentu yang menjanjikan dapat memasukkan peserta PPDB yang sudah dibyatakan tidak lolos.

Iming-iming ini tentu tak berharga murah. Keterangan yang dihimpun eljabar.com menyebutkan harga yang diminta untuk mrndapat bangku mencapai Rp30 juta. Setelah tawar-menawar, maka harga yang disepakati sebesar Rp10 juta per siswa. Praktik ini dikenal dengan istilah “uang bangku”.

Berdasarkan pengakuan orangtua siswi yang meminta namanya tidak disebutkan ini, oknum tersebut mengaku dari Dinas Pendidikan Provinsi Jatim. Ia tidak perlu menyerahkan uang bangku sebesar Rp10 juta yang disepakati. Sebab, uang bangku itu ditalangi oleh oknum yang mengaku dari Disdik Jatim tersebut. Setelah anaknya sudah masuk, barulah orangtua siswi tersebut diminta mengganti dana talangan uang bangku.

Tak pelak, kredibiltas sekolah yang memiliki SK Izin Operasional Nomor: 0135/0/1989 menjadi tercemar. Celakanya, gurita pungli “uang bangku” tersebut justru melibatkan oknum internal sekolah.

Praktik kotor yang terjadi pada setiap penerimaan siswa baru itu seperti tak pernah berakhir. Meski sistem penyelenggaraan dan pelaksanaan penerimaan siswa baru terus diperbaiki, namun oknum yang bermain, masih bisa membuat celah kesempatan meraup keuntungan pribadi secara tidak patut. Bahkan, modusnya pun disesuaikan dengan perkembangan PPDB itu sendiri.

Praktik “uang bangku” seharusnya mampu ditiadakan, apabila kinerja pengawasannya berjalan dengan baik. Publik hanya berharap agar para pemangku kebijakan dan penentu kebijakan benar-benar serius memberantas praktik-praktik kotor yang terjadi di pendidikan. (an/wn/*red)

 

Show More
Back to top button