Daya Saing Ekonomi dan Sejumlah Persoalan

ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, Eljabar.com — Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mengalami peningkatan, tetapi masih ada terdapat sejumlah permasalahan pada sektor-sektor ekonomi di Jawa Barat.
Misalnya pada sector koperasi dan UMKM, masih minimnya akses modal koperasi dan UMKM terhadap dunia perbankan. Secara kelembagaan dan fungsi koperasi juga belum optimal. Ini ditunjukkan dengan masih cukup tingginya persentase jumlah koperasi tidak aktif.
Selain itu masih belum optimalnya akses pemasaran dan promosi bagi produk koperasi, serta usaha dan kecil, dan belum meratanya penerapan standar produk pada koperasi serta UMKM.
Persoalan lain pada sektor investasi, masih belum meratanya realisasi investasi di kabupaten/kota. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur penunjang investasi, belum merata. Bahkan serapan tenaga kerja lokal pada perusahaan/kegiatan PMA/PMDN juga belumk optimal.
“Disisi lain, juga terjadinya dinamika sosial di masyarakat yang mempengaruhi kepastian dan keamanan berusaha. Ini juga persoalan,” ujar Anggota Komisi 2 DPRD Jabar, H. Sopyan, kepada eljabar.com.
Pada sektor pariwisata, juga ditemukan sejumlah persoalan. Konektivitas infrastruktur transportasi menuju destinasi wisata, masih belum optimal. Terbatasnya atraksi di destinasi wisata, terbatasnya amenitas pada destinasi wisata, belum tertanamnya nilai-nilai hospitality di masyarakat, serta belum optimalnya penerapan branding dan aktivitas promosi.
“Ditambah lagi karena daya tarik lain. Misal terbatasnya kuantitas maupun kualitas dari produk ekonomi kreatif. Ini perlu ditingkatkan, demi daya Tarik juga,” ujarnya.
Sedangkan pada sektor pertanian, menurut Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar yang juga aktif dalam kelompok petani Jabar ini, produktivitas komoditas pertanian masih belum optimal.
Hal ini menurutnya, disebabkan oleh belum optimalnya aktivitas ekonomi pertanian dari hulu ke hilir. Terbatasnya ketersediaan benih yang berkualitas, rendahnya penguasaan dan pemanfaatan teknologi budidaya pertanian, tingginya gangguan hama dan penyakit tanaman pertanian dan perkebunan, itu merupakan persoalan serius.
“Belum lagi persoalan lain, terkait rendahnya penerapan sertifikasi jaminan mutu hulu-hilir pertanian. Ditambah lagi dengan rendahnya regenerasi petani, serta rendahnya akses permodalan. Ini persoalan,” tandasnya.
Sementara itu, menurunnya luas lahan pertanian yang disebabkan oleh intensitas pembangunan sektor non-pertanian yang sangat tinggi seperti pembangunan permukiman dan kawasan industry, menurut H. Sopyan, semakin menambah persoalan serius bagi sector pertanian.
“Tidak sedikit lahan pertanian beralih fungsi menjadi kawasan permukinman dan pabrik,” ungkapnya.
Pada sektor perikanan dan kelautan masih, terdapat beberapa permasalahan, diantaranya eksploitasi ruang laut yang berlebihan dan tingginya tingkat pencemaran, mengakibatkan penurunan laju tangkapan (fish landing) dan kerusakan lingkungan wilayah pesisir.
Pelabuhan perikanan Jawa Barat belum dimanfaatkan secara optimal dan masih terbatasnya pemenuhan sarana prasarana perikanan budidaya dan tangkap seperti benih yang bekualitas, lahan, kapal, dan banyak lagi.
“Selain itu pemasaran hasil kelautan dan perikanan masih bersifat individu, belum terintegrasi secara sistematik antara hulu dan hilir. Termasuk juga masih rendahnya tingkat penguasaan teknologi oleh nelayan,” jelasnya.
Untuk sektor pangan, pola pangan harapan Provinsi Jawa Barat masih di bawah rata-rata nasional. Hal ini menurut H. Sopyan, disebabkan oleh ketersediaan pangan di Jawa Barat masih mengalami ketimpangan.
“Keragaman konsumsi pangan masih rendah, dan bahkan kesadaran masyarakat terhadap pola konsumsi pangan bergizi masih rendah,” ujarnya.
Di sektor perdagangan, masih terdapat setumpuk permasalahan yang sepertinya sulit untuk dibenahi. Dominasi barang impor, kerentanan fluktuasi harga barang konsumsi terutama bahan pokok, masih belum optimalnya pemasaran dan promosi produk industri lokal asal Jawa Barat, belum optimalnya rantai pasok pemasaran (pasar lokal yang tersertifikasi dan pasar regional), serta belum meratanya penerapan strandar.
Pada sektor industri kontribusi sektor industri terhadap PDRB meningkat tetapi pertumbuhan sektor industri cenderung melambat. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur pendukung kawasan industri yang belum terintegrasi, sehingga mengakibatkan tingginya biaya logistik.
“Belum lagi ketimpangan dalam pengembangan kawasan industri di Jawa Barat bagian barat dengan Jawa Barat di bagian timur. Semakin menambah persoalan yang harus kita pecahkan bersama,” pungkasnya. (muis)