Desa Sebagai Ujung Tombak Pengendalian Kependudukan

BANDUNG, elJabar.com – Dalam berbagai studi demografi, biasanya angka fertilitas selalu menempati posisi penting dalam setiap penelaahan atau kajian. Hal ini terutama terkait dengan perannya dalam menentukan besarnya jumlah penduduk di suatu wilayah.
Fertilitas atau pengendalian kependudukan merupakan salah satu komponen demografi yang secara hipotesis merupakan rata-rata anak yang dilahirkan hidup oleh seorang wanita sepanjang masa reproduksinya.
Pertambahan jumlah penduduk dalam fertilitas, terbatas pada kelompok umur usia muda. Sebaliknya mortalitas dan migrasi dapat mempengaruhi jumlah penduduk untuk semua kelompok umur.
Namun apabila mengamati pengalaman di beberapa negara berkembang, biasanya fertilitas lebih berpengaruh dibandingkan mortalitas ataupun migrasi terhadap jumlah penduduk dan struktur umur suatu penduduk.
Angka kematian bayi merupakan suatu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk disamping sebagai indikator kesehatan. Sedangkan angka harapan hidup menunjukan tingkat harapan hidup suatu masyarakat yang akan dicapai dengan asumsi kondisi kesehatan dan fasilitas kesehatan dianggap tetap.
Pengendalian kependudukan ini menurut Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat, H. Cecep Gogom, merupakan isu dan permasalahan yang senantiasa muncul dalam setiap tahun, sepanjang masa dan tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
Dalam upaya penanganan masalah kependudukan, menurutnya desa-desa sebagai ujung tombak yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, harus jadi basis untuk menyelesaikan permasalahan kependudukan di Jawa Barat.
“Ini untuk memperkuat peran BKKBN dalam memperluas serta memperkuat implementasi program pengendalian penduduk,” ujar Cecep Gogom, kepada elJabar.com.
Tidak hanya Keluarga Berencana atau masalah pengendalian penduduk, tapi juga pemerintah desa harus mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan pemahaman kepada masyarakat desa.
Karena selain fertilitas atau pengendalian penduduk, menurut H. Cecep Gogom, masalah lain seperti kesehatan ibu dan anak serta peningkatan ekonomi masyarakat desa, sangat penting dan perlu mendapat perhatian.
Di Jawa Barat ada 5.635 desa yang menjadi basis perjuangan BKKBN untuk turut serta dari masing-masing desa dalam membantu program Keluarga Berencana. Ada anggaran yang cukup meningkat untuk desa.
“Masalah peningkatan ekonomi dan kesehatan sangat penting juga. Dalam APBD/anggaran belanja desa, ada bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi, dan itu cukup signifikan peningkatannya,” kata Cecep Gogom.
Penting diselenggarakan sosialisasi secara intens supaya ada persepsi dan pemahaman terhadap permasalahan yang sama, bahwa desa dijadikan suatu basis hubungan untuk menyelesaikan berbagai masalah kependudukan.
Sementara itu, desa-desa di Jabar masih sedikit yang mengalokasikan anggarannya untuk masalah kependudukan. Untuk itu, dalam membantu program BKKBN, Pemprov Jawa Barat perlu segera untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat desa.
“Ini salah satu bentuk konkrit mendukung penyelesaian sebagian permasalahan yang fertilitasnya masih tinggi,” ujarnya.
Budaya di daerah, masih banyak mendengarkan pengaruh tokoh-tokoh local setempat. Sehingga perlu melibatkan peran serta para tokoh atau bahkan ulama untuk masalah pengendalian penduduk di Jabar. Peran tokoh masyarakat ini dirasa akan efektif untuk mencegah terjadinya pernikahan di bawah umur.
Permasalahan fertilitas di Jawa Barat, terutama di Jabar Selatan masih ada yang disebabkan karena pernikahan di bawah umur. Selain itu, faktor budaya juga menjadi salah satu penyebab masalah fertilitas ini.
“Makanya perlu peran serta para tokoh atau ulama yang dirasa efektif untuk mencegah terjadi pernikahan di bawah umur. Para tokoh ini diharapkan bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat,” pungkasnya. (muis)