ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Pengembangan kawasan konservasi merupakan suatu upaya untuk menyeimbangkan antara pelestarian dan pemanfaatan alam sebagai tujuan wisata.
Dalam pemanfaatan untuk tujuan wisata, tentunya harus memperhatikan kaidah-kaidah keberlanjutan dan juga alokasi zonasi dalam kawasan. Jangan sampai fungsi kawasan konservasi menjadi terkesampingkan, hanya karena tujuan wisata semata.
Dengan luas kawasan konservasi perairan 28,4 juta hektar, yang terbentang dari Barat sampai Timur Indonesia, tentunya potensi wisata yang dimiliki sangat besar.
Kondisi yang ada saat ini, tren wisata sudah berubah. Dari mass tourism ke wisata spesifik, dan minat khusus sebagian besar daya tarik wisatanya ada di kawasan hutan dan wilayah pesisir.
Begitu juga dengan wilayah di Jawa Barat, tren tersebut sudah berubah. Apalagi yang seperti kita ketahui, Jawa Barat kaya dengan keindahan dan sumber daya alamnya. Namun, apakah lahan itu bisa dikembangkan jadi destinasi wisata?
“Harus ada banyak upaya yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan ini. Dan pastinya juga diperlukan kajian untuk mengidentifikasi peluang dan tantangannya,” ujar Heri Ukasah, Anggota Komisi 3 DPRD Jawa Barat, kepada elJabar.com.
Ada banyak upaya yang sudah dan harus dilakukan untuk mendukung pengembangan wisata di kawasan konservasi.
Kawasan berstatus konservasi dengan kondisi yang masih terlindungi, harusnya menawarkan potensi alam yang masih lestari. Sehingga memungkinkan kegiatan wisata yang nyaman dan aman.
“Ini menjadi tugas kita semua untuk mengembangkan secara bijak potensi tersembunyi ini, guna menghindari kondisi tawar-menawar (trade-off) antara pembangunan berkelanjutan dan konservasi sumberdaya alam,” jelas Heri Ukasah.
Implementasi konsep ekonomi biru (blue economy) merupakan cara jenius untuk mengembangkan wisata bahari, dengan memanfaatkan kawasan konservasi. Tentunya dengan harapan, bahwa pengelolaan wisata ini bisa dikelola secara berkelanjutan.
“Investasi yang masuk juga, perlu mendapatkan kepastian dan kesesuaian ruang laut untuk menghindari konflik pemanfaatan,” katanya.
Maka untuk mewujudkan itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam upaya pengembangan kawasan yang akan dijadikan destinasi wisata dalam kawasan konservasi.
Pertama, pemetaan potensi kawasan untuk menentukan target pasar atau atraksi yang ditawarkan untuk wisata ini, dengan mempertimbangkan keunikan atau kekhasan dari masing masing lokasi yang dapat menjadi ikon wisata.
Kedua, perlu adanya dukungan kebijakan dari Pemerintah Daerah (Pemda), seperti mengalokasikan ruang lokasi untuk keamanan investasi. Namun tetap sekali lagi, tidak berlebihan dan mengesampingkan nilai-nilai konsep konservasi alamnya.
Ketiga, memastikan kesehatan sumber daya kawasan hutan dan maupun wilayah laut/pesisir. Sehingga pengelolaan kawasan konservasi yang dilakukan secara terpadu, selain tercapainya keseimbangan alam, juga memiliki nilai tambah sebagai destinasi wisata yang sehat dan nyaman.
Hal ini diperlukan karena kawasan konservasi memerlukan sumber daya yang sehat untuk dapat memberi nilai tambah dari pemanfaatan jasa lingkungan, sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati.
“Ini yang harus kita pikirkan dan bahas bersama, agar ada nilai tambah secara ekonomi dan juga sekaligus terjaga kelestarian alamnya,” pungkasnya. (muis)