Disaksikan KDM dan Jaksa Agung Muda, Pemkot Bersama Kejari Tantangani PKS Penerapkan Pidana Kerja Sosial di Kota Sukabumi

SUKABUMI, elajabr.com — Wali Kota Sukabumi, H. Ayep Zaki, S.E., M.M., menegaskan, komitmen pemerintah daerah dalam membangun ekosistem hukum yang lebih humanis dan berkeadilan, melalui penerapan pidana kerja sosial di Kota Sukabumi.
Hal itu disampaikan Ayep usai menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Sukabumi. Kegiatan tersebut dihadiri juga oleh oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bertempat di Gedung Swatantra, Kabupaten Bekasi, Selasa (04/11/2025).
Penandatanganan tersebut menjadi bagian dari kegiatan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat dengan Gubernur Jawa Barat, serta PKS antara kejaksaan negeri/kota dengan para kepala daerah se-Jawa Barat.
Ayep menilai, pidana kerja sosial merupakan langkah maju dalam penegakan hukum nasional yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan.
“Kerja sama ini menjadi momentum bagi kita untuk menghadirkan hukum yang tidak sekadar menghukum, tetapi juga memulihkan dan memberi manfaat bagi masyarakat,” ujarnya dilansir dari webresmi pemkotsukabumi.
Ayep menegaskan, Pemkot Sukabumi bersama Kejari berkomitmen menciptakan sistem hukum yang mendorong kesadaran dan kesejahteraan warga.
“Jika hukum ditegakkan dengan baik, insyaallah kesejahteraan masyarakat juga akan terwujud,” tambahnya.
Kepala Kejati Jawa Barat, Dr. Hermon Dekristo, SH., MH., dalam sambutannya menuturkan, pidana kerja sosial merupakan paradigma baru yang sejalan dengan semangat restorative justice. Dan menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
“Pidana kerja sosial adalah bentuk penegakan hukum yang tetap menjaga martabat manusia. Dengan dukungan pemerintah daerah, Jawa Barat bisa menjadi contoh nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang sering disapa KDM, menyatakan bahwa penerapan pidana kerja sosial selaras dengan budaya dan kearifan lokal masyarakat Jawa Barat. Menurutnya, sanksi sosial yang membangun kesadaran jauh lebih efektif dibanding hukuman penjara semata.
“Semakin banyak warga di lapas tidak selalu berarti kesadaran meningkat. Kita perlu membangun siklus positif melalui kerja sosial,” katanya.
KDM menambahkan, kebijakan tersebut juga sejalan dengan program pembangunan daerah berbasis padat karya, termasuk perbaikan drainase, pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), serta rehabilitasi pengguna narkoba agar kembali produktif.
Jaksa Agung Muda, Asep Nana Mulyana, menegaskan bahwa Jawa Barat menjadi pionir penerapan kerja sama pidana kerja sosial pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Paradigma hukum kini bergeser menuju pendekatan restoratif dan kemanusiaan. Ini menjadi solusi konkret atas persoalan kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan,” ujarnya.
Asep menilai, integrasi nilai kearifan lokal ke dalam sistem hukum nasional merupakan bentuk pembaruan nyata dalam penegakan hukum di Indonesia.
“Penjara bukan satu-satunya tempat memperbaiki manusia. Melalui pidana kerja sosial, keadilan bisa hadir tanpa kehilangan sisi kemanusiaannya,” pungkasnya. (Anne)







