BANDUNG, eljabar.com — Pada perayaan Hari Jadi ke-213 Kota Bandung Sekda Kota Bandung, Ema Sumarna menyampaikan sejarah Bandung pada kegiatan Rapat Paripurna HJKb ke-213 di Kantor DPRD Kota Bandung, Senin (25/09/2023).
Ema mengatakan, sejak tahun 1998, Pemerintah Kota Bandung menetapkan tanggal 25 september sebagai “Hari Jadi Kota Bandung”. Sebelumnya terdapat beberapa pandangan tentang hari jadi Kota Bandung yang mengidentikkan hari jadi Kota Bandung dengan tanggal pembentukan Gemeente Bandung yaitu tanggal 1 April 1906. Sehingga beberapa waktu lamanya tanggal 1 April diperingati sebagai Hari Jadi Kota Bandung.
Di kalangan masyarakat ada anggapan, Hari Jadi Kota Bandung pada 25 Mei 1910. Sehingga sebelum tahun 1998 pemahaman mengenai Hari Jadi Kota Bandung menjadi simpang siur.
“Menyadari akan pentingnya pelurusan sejarah, pada tahun 1997 Pemerintah Kota Bandung melakukan seminar dan sarasehan, serta ditindaklanjuti beberapa kegiatan diskusi yang melibatkan sejumlah pakar berbagai profesi. Seperti sejarawan, pakar pemerintahan, budayawan dan sejumlah tokoh masyarakat dari berbagai kalangan dan menghasilkan kesepakatan bahwa tanggal 25 September 1810 adalah Hari Jadi Kota Bandung,” ujar Ema.
Ia mengatakan, soal proses berdirinya Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota Bandung dibangun dengan tenggang waktu sangat jauh setelah Kabupaten Bandung berdiri.
Kabupaten Bandung dibentuk pada sekitar pertengahan abad ke-17 masehi, dengan bupati pertama yang bernama Tumenggung Wirangunangun.
“Ketika Kabupaten Bandung dipimpin oleh bupati ke-6 yaitu R.A. Wiranatakusumah ll, kekuasaan di nusantara beralih dari kompeni kepada Pemerintah Hindia Belanda, dengan gubernur jenderal pertama yang bernama Herman Willem Daendels,” tuturnya.
Untuk kelancaran menjalankan tugasnya di pulau jawa, Daendels membangun jalan raya pos (Groote Poshweg) dari Anyer di Ujung Jawa Barat ke panarukan di ujung Jawa Timur. Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing.
Di daerah Vandung khususnya dan daerah Priangan umumnya, jalan raya POS mulai dibangun pada pertengahan tahun 1808, jalan raya itu bernama jalan Jendral Sudirman – Jalan Asia Afrika – Jalan A. Yani, berlanjut ke Sumedang.
“Untuk kelancaran pembangunan jalan raya, Daendels melalui surat tanggal 25 Nei 1810 meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten, masing-masing ke daerah Cikapundung dan Andawadak (saat ini dikenal dengan nama Tanjungsari),” katanya.
Ia menambahkan, sekitar akhir tahun 1808, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekati lahan bakal ibukota baru. Mula-mula bupati tinggal di Cikalintu (saat ini dikenal Cipaganti). Kemudian pindah ke Balubur Hilir, selanjutnya pindah lagi ke kampung Bogor (saat ini dikenal Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan sekarang).
“Tidak diketahui secara pasti, berapa lama Kota Bandung dibangun. Akan tetapi, kota itu dibangun bukan atas prakarsa Daendels, melainkan atas prakarsa Bupati Bandung, bahkan pembangunan kota itu dipimpin langsung oleh bupati R.A. Wiranatakusumah ll dan dikenal sebagai (The Founding Father) Kota Bandung,” katanya.
Kota Bandung diresmikan sebagai ibu kota baru Kabupaten Bandung tanggal 25 September 1810. Hal ini berarti, selama belum ditemukan sumber lain yang menunjukan fakta lebih akurat mengenai berdirinya Kota Bandung, maka tanggal 25 September 1810 dapat dipertanggung jawabkan validitasnya sebagai “Hari Jadi Kota Bandung”.
“Tanggal Hari Jadi Kota Bandung itu telah disahkan oleh DPRD akota Bandung melalui Peraturan Daerah nomor 35 Tahun 1998,” katanya.
Sejak Kota Bandung berdiri hingga pertengahan tahun 1864, Kota Bandung berfungsi sebagai ibu kota kabupaten yang sepenuhnya diperintah oleh bupati R.A. Wiranatakusumah ll dilanjutkan oleh Bupati R.A. Wiranatakusumah lll (periode 1829-1846) dan bupati R.A. Wiranatakusumah lV (periode 1846-1874).
Pada masa pemerintahan bupati R.A. Wiranatakusumah lV, tepatnya sejak tanggal 7 Agustus 1864, Kota Bandung berfungsi sebagai ibukota keresidenan priangan, menggantikan Kota Cianjur yang rusak berat akibat meletusnya Gunung Gede.
“Dengan demikian, terjadi dualisme pemerintahan, yakni berlangsungnya pemerintahan kabupaten dan pemerintahan keresidenan. Hal ini berlangsung sampai dengan Kota Bandung menjadi kota berpemerintahan otonom yang disebut Gemeente (sejak 1 April 1906),” katanya.
Gemeente Bandung dibentuk pada waktu Kabupaten Bandung diperintah oleh bupati ke-10 yaitu R.A.A. Martanegara menggantikan bupati R.A. Kusumadilaga dengan berdirinya pemerintahan Gemeente, maka di Kota Bandung berlangsung tiga bentuk pemerintahan yaitu kabupaten, keresidenan, dan Gemeente.
“Pemerintahan Gemeente sebagai pemerintahan kota yang bersifat otonom, lebih dominan daripada kedua pemerintahan lain di Kota Bandung. Sejak tanggal 1 Oktober 1926, sebutan Gemeente diubah menjadi Stadsgemeente, yang berlangsung hingga akhir pemerintahan Hindia Belanda,” katanya.
Pada masa kemerdekaan, sebutan Pemerintah Kota Bandung berubah-ubah sebagai berikut :
Haminte Bandung: dari 11 Maret 1946 – 24 April 1948 (masa negara pasundan dibawah RIS).
Kota Besar Bandung: sejak 15 Agustus 1945.
Kotapraja Bandung: berdasarkan Undang – Undang no. 1 Tahun 1957 Tentang pemerintahan daerah.
Kotamadya Bandung: Berdasarkan undang – undang no. 1 tahun 1957 dan surat edaran Wali Kota kepala daerah Bandung no. 637 tanggal 19 Maret 1966.
Kotamadya Daerah Tingkat ll Bandung: Berdasarkan undang-undang no 5 tahun 1974 tentang pokok – pokok pemerintahan di daerah.
Pemerintah Kota Bandung: sejak tahun 1999 sampai sekarang. *red