JAKARTA, eljabar.com – Sejak Program Citarum Harum dicanangkan Presiden Joko Widodo pada Kamis, 22 Februari 2018, untuk pertama kali sebuah perusahaan menggugat media, terkait pencemaran.
Presiden bersama Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Doni Monardo saat itu, mencanangkan tekad mengembalikan kondisi Sungai Citarum yang saat itu tercemar parah.
Pabrik tekstil PT Budi Agung Sentosa (BAS) melalui kuasa hukumnya, Herwanto SH & Partners melayangkan somasi (teguran hukum) kepada PT Citra Jayakarta Nawa Astha, yang menaungi akun medsos YouTube Jayakarta News Channel.
Pemimpin Redaksi dan Penanggungjawab Jayakarta News, Roso Daras, ketika dikonfirmasi membenarkan hal itu.
“Somasi kedua tertanggal 8 November 2021, tetapi baru saya terima hari ini, 30 November 2021. Itu merupakan somasi kedua dan terakhir,” ujar Roso Daras, di Jakarta, Selasa (30/11/2021).
PT BAS melalui pengacaranya, berkeberatan dengan tayangan di akun YouTube JNC berjudul “Inilah Perusahaan yang Berani Menabrak Peraturan Presiden (Buang Limbah di Citarum)”.
Video berdurasi 5 menit dan 23 detik itu tayang pada tanggal 20 Oktober 2021.
Berikut link video dimaksud:
Point kedua somasi, PT BAS menyangkal materi yang ada dalam video tersebut. PT BAS memperkuatnya dengan konfirmasi dan bukti Berita Acara Verifikasi Pengaduan tertanggal 21 Oktober 2021 yang menyimpulkan bahwa PT BAS tidak melakukan kegiatan yang mengakibatkan tercemarnya Sungai Citarum.
Point ketiga, tuntutan dalam somasi berupa penghapusan video tersebut, serta menyampaikan permintaan maaf pada Suratkabar Kompas setengah halaman koran, dan membayar ganti kerugian sebesar Rp 5 miliar.
Atas somasi tersebut, Roso Daras menanggapinya sebagai hak masyarakat.
“Kita negara hukum, siapa saja yang merasa dirugikan secara hukum bisa melakukan tindakan hukum, termasuk melayangkan somasi,” ujar Roso.
Selain itu, video yang diunggah adalah laporan langsung masyarakat.
Video tadi juga menunjukkan fakta adanya anak sungai yang tercemar berat. Air menjadi hitam pekat, serta ada narasi masyarakat yang menyebut PT BAS sebagai pihak yang membuang limbah.
“Mereka bisa klarifikasi jika merasa tidak benar, bukan dengan melayangkan somasi,” tambahnya.
Diakui, ia belum memberi tanggapan atas somasi tadi.
“Kami berdiri di atas kebenaran dan beritikad ikut menegakkan Peraturan Presiden, dalam hal ini demi pulihnya Sungai Citarum dari predikat sungai terkotor di dunia. Saya siap menghadapi somasi mereka. Silakan saja kalau mau mengajukan hak hukum, baik pidana atau perdata,” tegas Roso yang juga dikenal sebagai penulis buku-buku tentang Bung Karno itu.
Ketika ditanya mengenai sikapnya yang tidak mau menanggapi somasi tadi, Roso enteng menjawab, tidak akan mundur. Pencemaran Sungai Citarum harus dihentikan.
“Siapa pun yang melanggar, harus ditindak. Lha ini kok malah melayangkan somasi. Apa jangan-jangan karena ada oknum yang menjadi backing? Ayolah buka-bukaan di pengadilan kalau itu mau mereka,” katanya.
Kalau mereka berani membawa ini ke jalur hukum, lanjut Roso, kita akan gugat balik dan tuntut mereka sebesar lima miliar satu rupiah. Janganlah mengintimidasi media karena mentang-mentang mereka pengusaha kaya dan didukung oknum aparat.
“Ingat, di atas langit masih ada langit. Kebenaran tidak akan pernah bisa dikalahkan oleh kebohongan,” papar Roso Daras dalam nada tinggi.
Roso mengaku bukan “bonek” (bondo nekad) dalam menanggapi somasi PT BAS. Media yang dia kelola, www.jayakartanews.com dan Majalah Peduli Lingkungan “Jayakarta News” sudah sangat sering menulis seputar problem Citarum, hingga bergulirnya program Citarum Harum, yang dicanangkan oleh Pangdam III/Siliwangi ketika itu, Mayjen TNI Doni Monardo.
“Program yang telah berjalan bagus, kami tulis bagus. Pihak yang mencoba-coba merusak program yang sudah bagus, juga kami ungkap ke khalayak. Kami kan menjalankan fungsi watch dog. Harusnya PT BAS dan para pemilik perusahaan lain, khususnya di sepanjang aliran Sungai Citarum, menjadikan contoh itu sebagai hikmat untuk tidak lagi mencemari Citarum, alih-alih melayangkan somasi,” ujarnya.
Roso menegaskan bahwa punya data dan saksi, bagaimana pabrik-pabrik itu bersikap culas. Membuang limbah lewat saluran IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah) pada saat ada sidak atau siang hari, dan membuang limbah langsung ke sungai di saat dinihari dan aparat lengah.
“Kucing-kucingan kayak maling,” sergahnya. *red