Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan dan Pembangunan Masyarakat

ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Konsep hukum sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan masyarakat didasarkan pada konsep law as a tool of social engineering, yang tumbuh pada mazhab sociological jurisprudence.
Dalam konsep hukum sebagai sarana pembaharuan ini, penekanan kata hukum lebih condong kepada peraturan perundang-undangan, di mana hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Artinya, hukum yang dikehendaki adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat setempat. Ini berarti bahwa living law-lah yang menjadi pusat perhatian.
Apabila konsep hukum sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan masyarakat dikaitkan dengan praktik pengadilan yang menangani sengketa tanah di Indonesia dewasa ini, dapat dikatakan bahwa badan peradilan melalui keputusannya seharusnya merupakan media untuk menciptakan ketertiban dibidang pertanahan.
Oleh karena itu menurut Anggota Komisi 1 DPRD Jabar Mirza Agam, penegakan prinsip keadilan dan demokrasi ekonomi perlu disertai kepedulian terhadap kaum lemah, penggalian potensi bangsa, baik sebagai konsumen, pengusaha maupun sebagai tenaga kerja.
“Termasuk dalam memanfaatkan serta memelihara tanah, sebagai salah satu kekayaan alam Indonesia,” ujar Mirza Agam, kepada elJabar.com.
Dalam rangka memanfaatkan dan menggunakan tanah sebagai salah satu sumber daya agraria secara adil, transparan dan produktif, keberadaan hak ulayat dan masyarakat adatnya perlu diperhatikan.
Selain itu, kelengkapan data mengenai keberadaan, jumlah/luas tanah beserta status penguasaannya haruslah lengkap dan up to date. Sehingga dengan demikian akan tercipta tata ruang wilayah yang serasi dan seimbang.
Kalaupun terjadi sengketa atas tanah di suatu wilayah, dapat segera diatasi oleh pejabat setempat. Dan hasil penyelesaian sengketa tersebut akan lebih dapat diterima para pihak yang bertikai.
“Kondisi inilah yang nantinya akan menciptakan pembaharuan hukum pertanahan dan sekaligus pembangunan masyarakatnya,” jelasnya.
Pembaharuan hukum pertanahan yang didahului oleh pengembangan kebijakan pertanahan, tentunya harus diawali dengan pengembangan hukum pertanahan sebagai bagian dari sistem hukum nasional.
Namun demikian, pengembangan tersebut semestinya tetap berpedoman pada prinsip-prinsip dasar yang ada pada UUPA sebagai ketentuan pokok hukum pertanahan nasional.
Harus diingat bahwa keberadaan hukum itu adalah untuk menciptakan ketertiban dan keadilan. Bukan malah menambah masalah baru, melegitimisa kecurangan atau kejahatan dengan cara memainkan kondisi hukum yang masih lemah.
“Disinilah pentingnya dalam pembuatan aturan yang tidak multi tafsir. Tidak debatable, tidak bertele-tele,” ujar Agam.
Demikian juga untuk hukum lainnya diluar pertanahan, Keberadaan hukum yang jelas dan tegas serta penegakan hukum yang adil, pastinya sangat dibutuhkan dalam menuntaskan segala persoalan sengketa atau pertikaian.
“Sehingga kondisi hukum yang demikian, tidak menghambat terhadap pembangunan yang dibutuhkan bagi masyarakat,” pungkasnya. (muis)