SUMENEP, eljabar.com – Dugaan adanya campur tangan Polsek Dungkek dan Satreskoba Polres Sumenep, Madura, Jawa Timur, dalam mengatur penyelesaian kasus narkoba dengan Restorative Justice (RJ) semakin menjadi bola liar di masyarakat.
Hal itu diduga dilakukan untuk melindungi Riyanto, yang disebut sebagai bandar narkoba oleh dua tersangka, Rahmat (34) dan Rikno Suyanto (38).
Menurut salah satu sumber yang namanya minta dirahasiakan mengungkapkan kepada MaduraPost, bahwa Rahmat dan Rikno dalam pemeriksaan mengakui bahwa Riyanto adalah pengendali peredaran narkoba.
Namun, melalui penerapan RJ dan rehabilitasi singkat selama satu bulan, Riyanto diduga akan kembali bebas dari jeratan hukum, mengingat pengakuan kedua tersangka menjadi satu-satunya bukti kuat yang mengarah padanya.
Plt Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, membantah tudingan adanya manipulasi kasus. Ia menyatakan bahwa Rahmat dan Rikno ditangkap di satu lokasi, yaitu Bukit Kalompek.
“Saya sudah mengecek, itu satu TKP. Informasi ini saya terima langsung dari Polsek Dungkek,” katanya pada Senin (13/1/2025) kemarin.
Namun, keterangan tersebut bertolak belakang dengan informasi yang diperoleh media, yang menyebutkan bahwa penangkapan dilakukan di dua lokasi berbeda.
Widiarti menegaskan bahwa RJ diterapkan karena kedua tersangka dianggap sebagai pengguna, bukan pengedar.
“Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung, RJ dapat dilakukan untuk tersangka yang ketergantungan. Permohonan ini juga datang dari keluarga mereka,” jelasnya.
Ia menambahkan, keduanya telah menjalani asesmen di BNNK dan dipindahkan ke Klinik Ghana Prima, Pamekasan, untuk rehabilitasi.
Sementara itu, Riyanto yang diduga kuat sebagai bandar narkoba hingga kini belum ditangkap. Widiarti menyebutkan bahwa Riyanto dikenal licin dan sulit dijerat hukum.
“Kami sudah menggeledah rumahnya, tetapi tidak menemukan barang bukti. Untuk menerbitkan status DPO, diperlukan alat bukti yang cukup,” katanya.
Namun, pengakuan kedua tersangka seharusnya bisa menjadi dasar untuk menetapkan Riyanto sebagai buronan.
Informasi lain mengungkapkan adanya dugaan permintaan uang sebesar Rp30 juta dari keluarga masing-masing tersangka oleh oknum di Polsek Dungkek untuk memuluskan penerapan RJ.
AKP Widiarti tidak membantah adanya biaya dalam proses rehabilitasi.
“Asesmen memang ada biayanya. Untuk rehabilitasi, biayanya bervariasi. Kasus sebelumnya di RSUD Moh. Anwar mencapai Rp17 juta, tergantung kebutuhan klinik,” katanya.
Dugaan keterlibatan Kanitreskrim Polsek Dungkek, Aipda Joko Dwi, dan Kasatreskoba Polres Sumenep, AKP Anwar Subagyo, dalam melindungi Riyanto turut mencuat. Riyanto, yang juga dikenal sebagai pengusaha tambak udang, disebut sebagai pemain lama dalam jaringan narkoba.
“Riyanto sangat hati-hati dalam operasinya. Kalau dia tidak dikenal, tidak mungkin ada yang mau bekerja sama dengannya,” ungkap sumber berinisial Mz.
Aipda Joko menyebut bahwa pihaknya telah melakukan penggerebekan di sejumlah lokasi, termasuk rumah Riyanto. Namun, hasilnya nihil.
“Semalam kami mendapat laporan dari warga dan langsung gerebek, tapi rumahnya sudah kosong. Sepertinya ada yang bocor,” ujarnya, Minggu (12/1/2025) kemarin.
Sementara itu, AKP Anwar Subagyo menolak memberikan keterangan lebih lanjut dengan alasan sedang mengikuti rapat daring.
“Mohon konfirmasi ke Bu Widi saja, saya masih zoom meeting,” tulisnya melalui pesan singkat, Senin (13/01/2025).
Kasus ini menjadi ujian besar bagi kepolisian Sumenep dalam membuktikan komitmennya memberantas jaringan narkoba.(Ury).