BANDUNG, elJabar.com – Terkait dugaan peyerobotan tanah negara oleh pengusaha tambang di wilayah Kabupaten Sukabumi, tepatnya di kawasan Gunung Kekenceng Desa Tegalpanjang Kecamatan Cireunghas, ditenggarai melibatkan banyak oknum.
Kasus dugaan penyerobotan Tanah Dikuasai Negara oleh perusahaan pertambangan PT. Muara Bara Indonesia dan PT. Quartalintas Sembada, diduga melibatkan mafia tanah di Sukabumi Timur.
Selain penyerobotan tanah, juga diduga adanya perusakan Warisan Budaya/Tinggalan Arkeologi Kawasan Cagar Budaya Kota Hiroshima-2 Sukabumi yang sedang dalam tahap penelitian dan pengkajian untuk ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya oleh Tim Ahli Cagar Budaya.
Pegiat cagar budaya yang juga Ketua Pembina Yayasan Cagar Budaya Nasional Pojok Gunung Kekenceng, Tedi Ginanjar, melaporkan persoalan tersebut kepada Polresta Sukabumi, Polda Jabar dan Kejati Jabar, pada bulan Januari 2022.
Laporan tersebut menurutnya belum ada tindakan yang memuaskan dari Polresta Sukabumi maupun Polda Jabar, dan terkesan tidak direspon. Namun saat ini Tedi Ginanjar, merasa lega atas apa yang diupayakannya selama ini. Dimana laporannya tersebut, direspon oleh pihak Kejati Jabar. Dan sejumlah saksi pun sudah mulai dipanggil.
“Kami berulangkali melaporkan hal tersebut ke Kapolres Sukabumi Kota dan Kapolda Jawa Barat melalui surat, tetapi tidak direspon sama sekali. Namun alhamdulillah Bapak Kajati Jawa Barat lah yang merespon laporan kami. Mudah-mudahan masalah ini akan semakin terang benderang,” ujar Tedi Ginanjar, kepada elJabar.com, Selasa (13/09/2022).
Kuatnya dugaan adanya penyerobotan terhadap Tanah Dikuasai Negara di Gunung Kekenceng menurut Tedi Ginanjar, selain dari Surat Keputusan Kepala Desa Tegalpanjang Nomor : 520/08/III Tahun 2013 tertanggal 27 Februari 2013, juga diperkuat oleh Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi Nomor : PHP.01.01/938.32.02/XI/2021 Perihal : Penjelasan Status Tanah Negar Peninggalan Jepang dan Gunung Kekenceng Desa Tegalpanjang Kecamatan Cireunghas Kab. Sukabumi.
Pada pokoknya menurut Tedi Ginanjar, surat tersebut menyatakan bahwa berdasarkan data Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) terhadap Bukit Kekenceng tersebut, belum terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi. Sehingga BPN belum dapat memberikan Status Tanah Bukit Kekenceng.
“Lalu atas dasar apa PT. Muara Bara Indonesia bisa melakukan kegiatan pertambangan di Tanah Negara Gunung Kekenceng, jika tidak memiliki Sertifikat Hak Milik, Sertifikat HGU maupun Sertifikat HGB,” ujar Tedi Ginanjar.
Selanjutnya atas dasar apa Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Barat bisa mengeluarkan IUP-OP, jika status tanah yang akan dilakukan pertambangan tidak bersertifikat?
“Sedangkan dalam peraturan dinyatakan bahwa wilayah yang dilakukan pertambangan, tanahnya harus sudah bersertifikat,” ungkapnya.
Dan yang lebih mengherankan lagi menurut Tedi Ginanjar, pada dokumen yang diterbitkan oleh Dinas Tata Ruang, Pemukiman dan Kebersihan Kabupaten Sukabumi nomor : 600/350-Bid. TR Perihal Informasi Ruang, yang ditujukan kepada Dindin Hasanudin Direktur PT. Muara Bara Indonesia tertanggal 30 Juni 2016.
Pada akhir surat tersebut menurut Tedi, menyatakan bahwa “Informasi ruang ini bukan merupakan izin”. Hal tersebut diataslah yang menurut Tedi, semakin memperkuat indikasi adanya tindak pidana.
“Sehingga dengan adanya penangan kasus ini oleh pihak Kejati Jabar, kebenaran akan nampak dan yang salah dapat diadili demi tegaknya hokum,” pungkasnya. (muis)