Keluarga Adalah Sebagai Tempat Pendidikan Pertama

MENURUT Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, keluarga adalah adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
Pendidikan keluarga sangat penting namun sering kali dianggap tidak penting.Etika yang benar harus diajarkan kepada anak semenjak kecil, sehingga ketika seoranganak menjadi dewasa, ia akan berperilaku baik.
Tentu saja perilaku orang tua juga harusbaik dan benar sebagai contoh untuk anaknya. Jikalau semenjak kecil seorang anak diajarkan dengan baik dan benar maka keluarga tersebut akan harmonis.
Dan seandainya setiap keluarga mengajarkan nilai-nilai etika yang benar maka semua manusia akan hidupberdampingan dan damai. Keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam pendidikan karakter anak.Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akansulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (sekolah) untuk memperbaikinya.
Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnyamasyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memilkikesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak dirumah.
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Polaasuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dan orang tua yang meliputipemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dll) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, dll), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku dimasyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya.
Dengan kata lain, polaasuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.
Oleh karena itu perlu dibina dan dikembangkan kualitasnya agar senantiasa dapat menjadi keluarga sejahtera serta menjadi sumber daya manusia yang efektif bagi pembangunan nasional.
Dalam membina dan mengembangkan kualitas keluarga tersebut diperlukan berbagai upaya, untuk mewujudkan 8 (delapan) fungsi strategis keluarga yang mencakup fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.
Delapan fungsi strategis keluarga tersebut, kalau ditilik secara definisi satu persatu dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Fungsi keagamaan dalam keluarga dan anggotanya didorong dan dikembangkan agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan-insan agamis yang penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
- Fungsi sosial budaya memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan
- Fungsi cinta kasih dalam keluarga akan memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin
- Fungsi perlindungan dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa aman dan kehangatan
- Fungsi reproduksi yang merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan taqwa
- Fungsi sosialisasi dan pendidikan memberikan peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa depan
- Fungsi ekonomi menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga
- Fungsi pembinaan lingkungan memberikan pada setiap keluarga kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.
Dengan demikian kehidupan keluarga yang merupakan pendidik pertama akan sangat menentukan keadaan Anggota Keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Dengan kata lain, kesejahteraan sebuah negara bangsa ditentukan oleh kesejahteraan keluarga di masyarakat, atau sebaliknya, runtuhnya sebuah bangsa mungkin sekali didahului oleh keruntuhan keluarga, keruntuhan rumah tangga.
Bahkan, setiap anggota keluarga wajib mengembangkan kualitas diri dan fungsi keluarga agar keluarga dapat hidup mandiri dan mampu mengembangkan kualitas keluarga. Semakin rendah kualitas diri anggota keluarga, maka ketahanan keluarga juga akan semakin rendah.
Ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Penanaman nilai-nilai sosial budaya dalam aspek kegotongroyongan berawal dari kehidupan di dalam keluarga. Hanya bila nilai-nilai itu tumbuh dalam keluarga, potensi itu dapat didayagunakan, dilestarikan dan dikembangkan sebagai potensi dalam pembangunan bangsa, dimana keluarga menjadi wadah yang tangguh bagi terwujudnya ketahanan nasional Indonesia.
Nilai-nilai dan semangat gotong royong serta keswadayaan masyarakat, terutama melalui kehidupan keluarga, sebenarnya sudah ada, tertanam kuat dan mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita yang bercirikan adat istiadat dengan kearifan lokal setempat jauh sebelumnya..
Dalam sebuah kesempatan koordinasi dengan seorang panitera muda hukum di lembaga Pengadilan Negeri setempat, saya dan seorang rekan kerja terlibat dalam sebuah obrolan santai yang sangat terbuka dengan aparat peradilan yang diluar perkiraan saya.
Fakta dan fenomena yang melekat sebagai wajah lembaga penegakan hukum dan peradilan kita, tidak terlepas juga lembaga birokrasi pemerintahan di negeri ini, yang sudah sangat lekat dengan kesan arogan, penuh ruang abu-abu bahkan ruang gelap, dengan berbagai bahasa bercabang yang mengarah kepada kepentingan terselubung, barangkali walaupun belum hilang sepenuhnya, sepertinya memang perlahan semakin bergerak kearah kesadaran untuk semakin memperbaiki diri.
Dari kenyataan akan terungkap sebuah fenomena, setidaknya melalui fakta persoalan hukum yang tercatat di lembaga peradilan, bahwa ada dua kasus yang paling banyak disidangkan hari-hari kini, yakni masalah penyalahgunaan narkoba dan kasus perceraian.
Sebuah fakta hari-hari kini yang sangat berkebalikan dari tujuan dan fungsi ideal sebuah keluarga sebagaimana diuraikan di awal tulisan ini. Hampir dalam setiap slogan, motto, visi misi, bahkan di dalam dasar negara kita Pancasila, soal ke-Tuhan-an dan agama di tempatkan di tempat yang paling pertama. Mungkin untuk menegaskan bahwa itu adalah sebuah bentuk “kesadaran” bangsa kita akan pentingnya soal religiusitas dalam kehidupan.
Lalu mengapa seakan semua tidak ada maknanya, ketika faktanya anggota-anggota keluarga bahkan tidak mampu saling menjaga jangankan meningkatkan kualitas dirinya?
Semakin banyak keluarga yang kehilangan masa depan dan ketahanan karena anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak yang kecanduan narkoba. Semakin banyak kasus perceraian, bahkan dari pasangan usia muda.
Selebihnya, dalam sisa masa hidup yang sangat singkat bersama pasangan kita, tinggal hanya rasa kasih sayang dan kesetiaan, pengabdian dan komitmen dalam rumah tangga.
Bila sejak kecil menjalankan hidup penuh kebajikan, maka di masa muda sampai tua ia akan menghasilkan kebaikan pula, tidak saja bagi dirinya, tapi juga bagi keluarga, masyarakat dan negara. Keluarga kita ikut bertanggung jawab dan menentukan masa depan bangsa dan negara. ***
ETI MARLIATI, SPD
(Penyuluh KB Ahli Madya, Kab. Bandung BKKBN Jabar)