BANDUNG, eljabar.com – Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan menempatkan negara sebagai fasilitator bagi masyarakat, dalam memajukan seni dan budayanya sendiri melalui proses yang partisipatif.
Lahirnya Undang-undang Pemajuan Kebudayaan pada 27 April 2017 membawa harapan besar akan adanya penguatan pengelolaan kebudayaan di Indonesia.
Undang-Undang ini merupakan pijakan dalam memajukan kebudayaan sebagai modal dasar pembangunan manusia Indonesia. Sehingga ada kepastian da nada jaminan dalam upaya merawat budaya bangsa.
Perlu diperhatikan juga aspek penting dalam pengelolaan kebudayaan, yakni pengadopsian metode perencanaan baru, sebuah perencanaan yang memiliki pendekatan multidimensi yang dapat mengakomodasi sifat-sifat multidimensi, pertentangan, dan ketidaksepadanan
Ketua Komisi 5 DPRD Jawa Barat, Dadang Kurniawan, memandang perlu adanya Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan, khususnya bagi Pemerintah Jawa Barat. Baik itu yang bersifat jangka menengah maupun jangka panjang.
“Sangat penting, kita memiliki rencana induk untuk pembangunan kebudayaan di Jawa Barat. Untuk jangka menengah dan jangka panjang. Termasuk masalah anggarannya,” ujar Dadang, kepada eljabar.com.
Berbicara tentang kebudayaan, kadang sering lupa terhadap para pelaku atau penggiat kebudayaan itu sendiri. sehingga sering terjadi ketimpangan dalam pengelolaannya.
Maka menurut Dadang, model kelembagaan, mekanisme pendanaan, akuntabilitas pendanaan, dan akses pegiat kebudayaan, sebaiknya melibatkan lebih banyak elemen masyarakat dalam pembahasannya. Khususnya dalam hal ini dari para budayawan.
Sehingga dari partisipasi tadi menurutnya, menjadi sebuah kemitraan, sebuah manajemen yang menjadikan masyarakat tidak hanya memenuhi kewajiban administrasi belaka, tetapi melibatkan mereka lewat berbagi informasi, konsultasi, pembuatan keputusan dan pelaksanaan aksi.
“Sangat penting untuk melibatkan partisipasi dari pihak-pihak yang berkompeten. Perlu dilibatkan para pelaku, penggiat, budayawan, dalam membicarakan masalah kebudayaan ini. Baik yang menyangkut aspek kelembagaan, pendanaan maupun kegiatan,” sarannya.
Bicara masalah pendanaan, Dadang Kurniawan yang merupakan Anggota Fraksi Partai Gerindra, mendorong pemerintah daerah untuk mencari sumber pendanaan alternative bagi kemajuan kebudayaan.
Sebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang relatif kaku menurutnya, membuat ruang inovasi bagi pegiat kebudayaan terlalu terbatas.
Bahkan demi mendorong pengembangan kebudayaan dari aspek manajerial, dirinya sepakat untuk memberi pelatihan bagi pembuat keputusan terhadap pendekatan budaya yang sensitif bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan.
“Kalau perlu, cari sumber dana alternative, demi kemajuan kebudayaan. APBD terlalu kaku. Susah bagi pegiat untuk mengakasesnya. Pemda harus bantu untuk akses itu,” pungkasnya. (muis)