MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN ADMINISTRATIF PEMILU
Oleh : Ade Sunarya
(Anggota Bawaslu Kabupaten Sumedang,
mahasiswa program magister Ilmu Hukum UIN Bandung)
DIUNDANGKANNYA Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) merupakan kemajuan pembangunan politik hukum pembentuk peraturan perundang-undangan Pemilu, khususnya dalam hal penanganan pelanggaran administratif Pemilu. Dalam UU Pemilu ini lembaga Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota diberi wewenang dalam melaksanakan fungsi penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu, yang prosesnya dilaksanakan melalui ajudikasi.
Dalam penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang untuk menerima, memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administratif Pemilu (UU Pemilu Pasal 461 ayat 1).
Dalam hal terjadi pelanggaran administratif Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 460 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, Bawaslu menerima, memeriksa, dan merekomendasikan pelanggaran administratif Pemilu dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja (UU Pemilu Pasal 463 ayat 1).
Objek pelanggaran administratif Pemilu ada dua macam, yaitu: pertama, pelanggaran administratif Pemilu; dan kedua, pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Pelanggaran administratif Pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu, yang tidak termasuk tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik (UU Pemilu Pasal 460).
Pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu, yang tidak termasuk tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik, yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (UU Pemilu Pasal 460 jo Pasal 463).
Perbuatan atau tindakan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (UU Pemilu Pasal 286). Adapun yang dimaksud politik uang sebagaimana diatur dalam UU Pemilu: (1) Pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang: … j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu (UU Pemilu Pasal 280).
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu diatur dengan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum (Perbawaslu No 8/2018). Disamping itu dasar hukum yang berkaitan yaitu Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum (Perbawaslu No 7/2018).
Sumber dugaan pelanggaran ada dua macam, yaitu: pertama, temuan; dan yang kedua, laporan. Temuan adalah hasil pengawasan yang terdapat dugaan pelanggaran dan diplenokan oleh Pengawas Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan, dituangkan dalam formulir ADM-1 yang memuat paling sedikit: identitas penemu, identitas terlapor, waktu dan tempat peristiwa, bukti dan saksi, uraian peristiwa, dan hal yang diminta diputuskan. Temuan pelanggaran administratif Pemilu diselesaikan secara berjenjang.
Laporan adalah dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) yang mempunyai hak pilih, peserta Pemilu, dan/atau pemantau Pemilu kepada Pengawas Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diketahui peristiwa. Melampirkan foto kopi KTP elektronik atau identitas lain. Dituangkan dalam formulir ADM-2 yang memuat paling sedikit: identitas pelapor, identitas terlapor, waktu dan tempat peristiwa, bukti dan saksi, uraian peristiwa, dan hal yang dimintakan untuk diputuskan. Laporan dibuat dalam 7 (tujuh) rangkap.
Laporan dugaan pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif disertai paling sedikit 2 (dua) alat bukti dengan ketentuan: a. untuk pemilihan anggota DPR, pelanggaran terjadi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah daerah Kabupaten/Kota dalam daerah pemilihan, atau paling sedikit 50% (lima puluh persen) kecamatan dalam 1 (satu) daerah Kabupaten/Kota, atau gabungan daerah Kabupaten/Kota dalam daerah pemilihan; b. untuk pemilihan anggota DPD, pelanggaran terjadi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah daerah Kabupaten/Kota dalam daerah pemilihan daerah Provinsi; c. untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pelanggaran terjadi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah daerah Provinsi di Indonesia; d. untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi, pelanggaran terjadi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah daerah Kabupaten/Kota dalam daerah pemilihan, atau paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah Kecamatan dalam 1 (satu) daerah Kabupaten/Kota dalam daerah pemilihan; e. untuk pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota, pelanggaran terjadi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah Kecamatan dalam 1 (satu) daerah Kabupaten/Kota, atau paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah Kelurahan/Desa dalam daerah pemilihan, atau gabungan Kelurahan/Desa dalam daerah pemilihan; dan/atau f. pelanggaran terjadi di luar ketentuan sebagaimana diatur dalam huruf a sampai dengan huruf e yang secara langsung mempengaruhi hasil Pemilu dan perolehan hasil suara terbanyak calon anggota DPR, DPD, Pasangan Calon, calon anggota DPRD Provinsi, atau calon anggota DPRD Kabupaten/Kota (Pasal 25 ayat 8 Perbawaslu 8/2018).
Pihak terlapor dugaan pelanggaran administratif Pemilu yaitu: a. calon anggota DPR; b. calon anggota DPD; c. calon anggota DPRD Provinsi; d. calon anggota DPRD Kabupaten/Kota; e. Pasangan Calon; f. tim kampanye; dan/atau g. penyelengara Pemilu. Pihak terlapor dugaan pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yaitu: a. calon anggota DPR; b. calon anggota DPD; c. calon anggota DPRD Provinsi; d. calon anggota DPRD Kabupaten/Kota; dan/atau e. Pasangan Calon (Perbawaslu No 8/2018 Pasal 22).
Mekanisme penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu, dilakukan pemeriksaan secara terbuka oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota (UU Pemilu Pasal 461 ayat 1 dan 3, serta Perbawaslu No 8/2018). Sidang Pendahuluan, meliputi: memastikan keterpenuhan syarat formil dan syarat materil, kewenangan untuk menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran administratif Pemilu, kedudukan atau status pelapor dan terlapor, tenggang waktu temuan atau laporan dugaan pelanggaran administratif Pemilu. Penyelesaian dengan Mekanisme Terbuka, meliputi: diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak temuan dan laporan diregister. Sidang Pemeriksaan, meliputi: pembacaan materi laporan dari pelapor atau penemu, tanggapan atau jawaban terlapor, pembuktian, kesimpulan pihak pelapor atau penemu dan terlapor, dan putusan. Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu berupa: perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; teguran tertulis; tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu; dan sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan dalam UU Pemilu.
Mekanisme penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, pemeriksaan secara terbuka oleh Bawaslu atau dapat didelegasikan kepada Bawaslu Provinsi (UU Pemilu Pasal 463 ayat 1 dan 2, serta Perbawaslu No 8/2018). Sidang Pendahuluan, meliputi: memastikan keterpenuhan syarat formil dan syarat materil; kewenangan untuk menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif; kedudukan atau status pelapor dan terlapor; tenggang waktu temuan atau laporan dugaan pelanggaran administratif Pemilu. Penyelesaian dengan Mekanisme Terbuka, meliputi: diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak temuan dan laporan diregister. Sidang Pemeriksaan, meliputi: pembacaan materi laporan dari pelapor atau penemu, tanggapan atau jawaban terlapor, pembuktian, kesimpulan pihak pelapor atau penemu dan terlapor, dan putusan. Putusan Bawaslu terhadap pelanggaran administratif yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, dapat berupa: sanksi administratif pembatalan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Mekanisme penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu melalui pemeriksaan dengan acara cepat. Apabila terjadi peristiwa yang diduga pelanggaran administratif Pemilu, Pengawas Pemilu dapat merekomendasikan KPU sesuai tingkatan untuk menghentikan kegiatan dengan meminta bantuan pihak keamanan. Pengawas Pemilu mencari tempat dan mengumpulkan pelapor dan terlapor dalam satu tempat untuk dilakukan penyelesaian secara terbuka. Pengawas Pemilu mendengarkan keterangan pelapor dan terlapor, serta saksi-saksi. Putusan menggunakan formulir ADM-22. Penyelesaian dilakukan paling lama 2 (dua) hari sejak laporan diterima, diselesaikan di tempat kejadian dengan mempertimbangkan kelayakan dan keamanan.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal putusan dibacakan. Dalam hal terjadi pelanggaran administratif Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, Bawaslu menerima, memeriksa, dan merekomendasikan pelanggaran administratif Pemilu dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja. Pemeriksaan harus dilakukan secara terbuka dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KPU wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu dengan menerbitkan keputusan KPU dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya putusan Bawaslu. Keputusan KPU dapat berupa sanksi administratif pembatalan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/Kota, dan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden (UU Pemilu Pasal 462-463). Pemberian sanksi administratif pembatalan calon ini tidak menggugurkan keberadaan sanksi pidana politik uang. Bagi calon yang terkena sanksi administratif pembatalan, tersedia mekanisme upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA) dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak keputusan KPU ditetapkan.
Hal lain yang menarik adalah jika KPU tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu, maka Bawaslu mengadukan KPU ke DKPP. Dalam hal KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, atau Peserta Pemilu tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawalu Kabupaten/Kota, maka Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota mengadukan ke DKPP (UU Pemilu Pasal 464).
Dalam hal kewenangan penanganan pelanggaran administratif Pemilu ini, dilihat dari sisi pembangunan politik hukum pembentuk undang-undang ada semangat untuk memperkuat eksekutorial dari fungsi Bawaslu. Putusan Bawaslu memiliki kekuatan eksekutorial seperti halnya putusan pengadilan.
Bersama Rakyat Awasi Pemilu, bersama Bawaslu Tegakan Keadilan Pemilu. ***