Memahami Sebuah Kebijakan Publik Untuk Kebaikan Bersama
BANDUNG, eljabar.com — Kebaikan bersama tidak mungkin tercipta tanpa keadilan, keberanian, solidaritas, serta kebijaksanaan itu sendiri. Apa yang bukan kebaikan bersama adalah tindakan atau tatanan yang mempersulit atau pun menghancurkan penciptaan solidaritas dalam sebuah tatanan.
Sumber moralitas bukan terletak pada diri individu, melainkan pada kehendak komunitas. Dengan kata lain, bahwa kehendak komunitas atau kehendak umum bukan sekedar penjumlahan dari berbagai kehendak pribadi, melainkan suatu tatanan yang punya realitas sendiri.
Sebenarnya politik tidak ingin meninggalkan catatan hitam dalam lembaran sejarah ilmu, dengan memberikan argumen-argumen penghalalan segala cara demi terciptanya kebaikan bersama.
Karena itu, politik dalam konteks yang lebih baru menurut politisi yang juga Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat, Ir. Prasetyawati, berusaha untuk tidak hanya membahas tentang persoalan kekuasaan dalam memperoleh, mempertahankan, dan memperluas kekuasaan, atau teori-teori politik semata atau bahkan membahas partai politik saja.
“Politik juga membangun pelembagaan kebijakan politik, melalui kekuasaan negara demi terciptanya kembali kebaikan bersama,” ujar Prasetyawati, kepada eljabar.com.
Berbicara tentang kebijakan publik, maka tentu saja akan bersinggungan dengan apa yang disebut dengan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini merupakan proses yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam suatu Negara untuk menetapkan kebijakan-kebijakan umum yang terkait dengan kebaikan dan kepentingan bersama.
Sehingga dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan public, harus menimbangnya secara matang. Karena kebijakan public memiliki ekses hukum dan kewajiban bagi masyarakat, yang bersifat memerintah.
“Kebijakan public yang dikeluarkan oleh pejabat, kadang sering mendapatkan penolakan atau perlawanan dari masyarakat. Hal ini, biasanya karena tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat,” jelasnya.
Dalam praktek mengeluarkan suatu kebijakan, kadang mengesampingkan masyarakat. Ini biasanya didasarkan pada pilihan elit pemerintah semata. Dimana kebijakan public tidak ditentukan oleh kelompok masyarakat melalui permintaan dan tindakan mereka.
“Biasanya kebijakan public diputuskan oleh suatu elit, yang mengatur dan dipengaruhi oleh instansi pejabat public. Kebijakan ini tidak masalah, selama bisa memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat,” ujarnya.
Dalam praktek lain, juga ada kebijakan public yang didasarkan pada permintaan kelompok. Namun kelompok ini merupakan kelompok minoritas, yang cenderung berafiliasi atau bahkan pendukung si pengambil kebijakan tadi. Bukan mewakili kepentingan masyarakat banyak.
Sehubungan dengan sejumlah persoalan dalam kaitannya dengan kebijakan public yang dikeluarkan oleh elit pemerintah, maka menurut Prasetyawati yang juga merupakan Anggota Komisi 4 DPRD Jabar, pengambilan kebijakan itu hendaknya didasarkan pada langkah-langkah yang benar.
Formulasi kebijakan atau perumusan kebijakan dapat dipandang sebagai kegiatan awal dari suatu rangkaian kegiatan dalam proses kebijakan public.
“Maka perumusan kebijakan merupakan penentu masa depan suatu kehidupan, harus berpihak untuk kebaikan bersama,” pungkasnya. (muis)