ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Dalam upaya mewujudkan tata ruang wilayah Jawa Barat yang lebih baik, efisien dan berkelanjutan, tentunya harus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Sementara itu dalam kurun waktu beberapa tahun yang lalu, salah satu masalah yang mencolok adalah besarnya tekanan terhadap tata guna lahan. Pada masa lalu, dalam kurun waktu 10 tahun Jawa Barat telah terjadi pertumbuhan kawasan permukiman hampir sebesar 110%. Hal tersebut terjadi seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk.
Menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat, Kasan Basari, luas kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat telah mengalami penurunan yang signifikan. Yaitu hutan primer sebesar 30 % dan hutan sekunder sebesar 26 %. Hampir 18.000 Ha lahan per tahun di Provinsi Jawa Barat dijadikan lahan terbangun.
“Oleh karena itu, pembangunan harus diatur kembali untuk efisiensi ruang dan untuk keberlanjutan pembangunan itu sendiri,” ujar Kasan Basari, kepada elJabar.com.
Maka untuk mendukung upaya tersebut, Provinsi Jawa Barat menetapkan diri sebagai Green Province melalui Perda RTRW-nya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penetapan kawasan lindung sebesar 45 %.
Dari target 45% kawasan lindung, saat ini baru tercapai 27,5 %. Masih ada 17,5 % lagi yang belum tercapai. Sebagai salah satu upaya untuk memenuhi target 45% kawasan lindung di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Kuningan telah menetapkan diri sebagai kabupaten konservasi.
“Dalam kebijakan Green Province, tidak hanya seputar penetapan 45% kawasan lindung. Melainkan juga kepada penekanan, bahwa aktivitas apapun harus dilakukan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan,” jelas Kasan Basari.
Dalam kebijakan Green Province juga mengedepankan penggunaan bioenergi, pengalokasian ruang untuk mendukung ketahanan pangan, dan penetapan lahan pertanian berkelanjutan.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga sedang merancang Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis, dimana 70% anggarannya akan dialokasikan untuk revitalisasi wilayah DAS prioritas yang ada di Provinsi Jawa Barat.
“Tentu saja, kebijakan dan strategi dalam RTRW provinsi Jawa Barat hendaknya mendukung perwujudan semangat Green Province yang telah ditetapkan,” tandasnya.
Selain itu, mekanisme insentif-disinsentif perlu dikaji lagi terkait dengan kebijakan kawasan lindung di Provinsi Jawa Barat sebesar 45% dari luas wilayah. Insentif dapat diberikan kepada wilayah pengembangan yang porsi kawasan lindungnya lebih besar daripada kawasan budidayanya.
Namun di sisi lain, tekanan penduduk Jabar yang hampir mencapai 50 juta jiwa, akan terus mendorong pergeseran tata guna lahan. Biasanya hutan menjadi lahan perkebunan, perkebunan jadi pertanian, pertanian jadi perumahan.
“Akhirnya berubahlah tatanan dari hutan itu. Inilah salah satu yang menjadi awal perubahan tata guna lahan,” ujarnya.
Pergeseran tata guna lahan akan berdampak pada lahan kritis Jabar, yang kini luasnya sekitar 900 ribu hektare. Maka Pemprov Jabar melalui Dinas Kehutanan perlu untuk meningkatkan peran managerial-nya, serta mengelola sumber daya kehutanan secara efektif, efisien dan maksimal.
“Dishut Jabar dapat memberdayakan potensi hutan Jabar dengan maksimal, dan mendukung pembangunan berkelanjutan dengan terus menjaga keseimbangan lingkungan. Namun pola kontrol, monitoring, jangan selalu konvensional. Tapi, bisa memanfaatkan teknologi,” pungkasnya. (muis)