BANDUNG, eljabar.com — Tldak ada yang kebetulan di dunia ini. Lahir, jodoh, rezeki, mati semua sudah tertulis. Yang ada adalah berbagai usaha dan upaya untuk mencapai sebuah tujuan diiringi permohonan hati mengubah takdir menjadi lebih baik. Begitupun halnya dengan dengan wadah kolaborasi musisi yang dikumpulkan oleh komunitas pengajian para pekelja kreatif di Jakarta, Halaqah Kreatif, yang diberi nama Ustadz Jamming.
Setelah merilis single Hingga Waktu pada 9 Maret 2018 yang bertepatan dengan Hari Musik Nasional dan sudah tersedia di gerai-gerai digital seperti: iTunes, Spotify, Joox, dan Deezer sejak bulan Mei 2018 Ialu. Senandung nada dakwah damai Ustadz Jamming kedua merupakan tindak lanjut dari konsep syiar kebaikan dan kedamaian Lintas Batas Perbedaan, yang semakin meruncing di belakangan hari ini. Karena kita semua adalah sama, sama-sama berbeda maka mengumpulkan beberapa musisi dan berbagai komponen adalah konsep dasar Ustadz Jamming dalam memainkan lakon mereka sebagai penyampai pesan-pesan moral melalui bahasa universal yang paling mudah dimengerti dan dipahami pun sekaligus (semoga) mengena di hati nurani para pendengamya.
Berbeda dengan single pertama yang lebih melodius, lagu karya cipta almarhum Krisna J. Sadrach yang diaransemen ulang oleh Didit Saad (selaku produser musik lagu ini) memiliki tiga spot utama, yaitu pada Lintas Sosok Genre, Aransemen musik, dan Tuturan lirik. Lagu ini diambil dari album terakhir Sucker Head Simphoni Kehidupan (2016) yang berjudul asli “Menunggumu” merupakan pilihan sang istri almarhum Anasthasia R.Y. Sadrach (sekaligus sebagai founder Halaqah Kreatif, A&R dan Concept Development dari Ustadz Jamming) yang dirasakan olehnya bahwa inilah kegelisahan Krisna akan pencarian hal-hal yang paling hakiki sebagai manusia biasa namun tidak tuntas dalam menyampaikan makna gemuruh jeritan batinnya.
“Basic lagu ini adalah heavy balada, kemudian saya memikirkannya bagaimana mengolah lagu tersebut untuk Ustadz Jamming. Kemudian saya berdiskusi dengan mas Didit. aha! Plastik adalah band grunge fenomenalnya Indonesia; yang berjaya pada era musik 90an. Jadi yang saya butuhkan either hardcore or punk melodic vocalist. Muncullah Yukie Arifin dari Pas Band dan bandnya tersebut memiliki ikatan cukup erat dengan almarhum, di dalam mimpi Mbak Anas, begitu ia kerap dipanggil. Maka konsep lintas batas perbedaan tersebut, kembali dapat diaplikasikan secara nyata dalam sebuah proses kreatif karya rekam baru. So, the 90’s era people are in da house!,” jelasnya.
“Lalu bagian selanjutnya adalah bagaimana agar apa yang ditangkap oleh mata hati saya terhadap lagu tersebut,” lanjut Mbak Anas.
la pun menuturkan apa yang terjadi pada saat momen-momen panting dan genting seorang Krisna Sucker Head dalam perjalanan spiritualnya kepada Yukie, yang kian aktif dalam berdakwah juga mahir dalam menulis rasa berbentuk syair. Terlebih Yukie sendiri pun merasakan haI-hal yang serupa dalam masa pencariannya dan keterpurukannya.
“Gila! Gue yang bikin aransemennya, gue sendiri yang susah take gitamya. Masa gitu ajah gue pakai metronome?!”, sambil tertawa Didit menceritakan proses behind the glass lagu ini.
“Plastik tuh masa kelam gue. Dan gue sendiri gak sadar bahwa album Plastik menjadi menu orang-orang 90an,” Ianjutnya.
Serasa ditarik kembali ke lorong hitam itu, Didit kembali memainkan nada-nada minor yang mengawang-ngawang.
Sentuhan konsep akhir dari perpaduan musik yang gelap dengan lirik yang terang diserahkan kepada tangan dingin oleh Indra Q (yang juga merupakan orang di balik berdirinya Halaqah Kreatif sekaligus pendukung utama Ustadz Jamming) yang tengah asik dengan ‘mainan’ barunya, yaitu Musik Metafakta. Lagi. tidak ada yang kebetulan dalam proses kerja kolaborasi ini.
“Dua minggu jelang wafatnya, Krisna sangat senang dan tenang mendengarkan jenis music healing yang juga mengeluarkan bebunyian suara-suara alam; seperti derai hujan, gemericik air sungai, gesekan angin dan daunan, kicau burung,” sambung mbak Anas.
Lalu apa sih musik metafakta itu? Bahkan untuk mendapatkan ramuan tersebut Indra tak main-main, ia sampai mondok di salah satu pesantren di Jombang!
Setelah tiga spot utama lagu Menunggumu (Menjadi Alunan Merdu) diringkas pada paragraf-paragraf di atas, kembali, it’s another gak ada yang kebetulan di dunia ini, ketika Harry “Koko” Santoso menyambut hangat Ustadz Jamming dengan mendukung penuh gig pertama mereka pada saat peringatan dua tahun berpulangnya salah satu pelopor musik bawah tanah dengan gerakan indie era 90am 2 Agustus ini sebagai rangkain dari acara besar yang akan digelar Deteksi ’ Production International Indie Music Festival pada September Oktober 2018 mendatang. Sosok yang selalu penuh dengan ide-ide dalam penyelenggaraan konser musik tanah air ini hanya berujar singkat, “Krisna adalah tokoh musik indie yang berhasil me-re-generasi band. Dan ia adalah sahabat musik Indonesia.”
Jadi, Ruh itu berkomunitas (benar adanya). Demikian hadis Nabi S.A.W.. wuiudnya di dunia ini. Dan jika setiap manusia sejak lahir telah memiliki warna vocal, berbicara pun dengan interval dan intonasi yang khas, maka suara alam yang berdesing melalui rotasi bumi adalah musik kehidupan setiap insan manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing mandiri. namun tak hidup sendiri-sendiri.
Dalam single keduanya dengan judul Menunggumu, Ustadz Jamming, mengusung formasi Rere Grass Rock-drum; Ahmad Oktaviansyah-bass; Didit Saad-gitar; Indra Q -Keyboard; Yukie Arifm-vocal; Iday Ismail & Fianny Agatha sebagai backing vocals. *red