Merawat Hutan Demi Ketahanan Ekosistem

ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, eljabar.com — Rusaknya hutan dari fungsi yang semestinya, menjadikan keprihatinan bagi kita semua. Apalagi dengan masih terjadi pembakaran hutan serta penebangan hutan secara liar.
Aktivitas tersebut selain dilakukan secara massif, juga mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan ekosistem di dalamnya, termasuk manusia itu sendiri.
Hutan sebagai paru-paru dunia harus segera dikembalikan terhadap fungsinya. Reboisasi hutan secara besar-besaran, menurut Wakil Ketua Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Hery Ukasah, perlu dilakukan secara massif juga. Mengingat keberadaan hutan sangat penting bagi seluruh makhluk hidup, dan juga manusia bergantung dengan hutan.
Sebagian besar hutan menghasilkan oksigen yang kita butuhkan setiap hari. Tidak bisa dibayangkan tanpa adanya oksigen makhluk hidup di bumi ini, akan terancam mati dan punah.
Sehingga perlu bagi kita untuk melakukan reboisasi, mengembalikan hutan seperti sedia kala. Dan membantu ekosistem yang ada di dalamnya agar tidak masuk ke jurang kepunahan.
“Kita harus mendorong atas kesadaran setiap manusia, untuk kembali giat menanam satu batang pohon untuk satu orang. Mengingat, kritisnya kondisi hutan saat ini, khususnya di Jawa Barat,” ujar Hery Ukasah, penuh prihatin.
Setiap tahunnya, di sejumlah daerah di Indonesia terdapat sejumlah titik-titik api. Titik api ini semakin lama akan merambah hutan-hutan yang ada di Indonesia yang sebagian besar merupakan hutan gambut.
Hutan gambut sendiri sangat rentan dan mudah terbakar. Apalagi dengan bantuan hembusan angin, titik-titik api tersebut dengan sangat mudahnya menjalar dan meluluhlantakkan semua yang ada dihadapan api tersebut.
“Memang upaya pemerintah dalam menangani kebakaran hutan yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia, sudah dilakukan. Namun itu saja tidak cukup,” tandasnya.
Kesadaran masyarakat akan dampak dari penebangan hutan dan pembakaran hutan tersebut juga perlu. Untuk itu, mari kita bersama-sama, bahu membahu untuk mereboisasi hutan yang kita cintai ini.
Disisi lain, kerusakan hutan yang sulit dihindari secara nasional menurut Hery Ukasah, juga merupakan konsekuensi pengembangan infrastruktur sebagai bagian dari program Koridor Ekonomi Jawa dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Seperti halnya kondisi hutan di Jawa Barat. Luas kawasan hutan propinsi ini telah mengalami penurunan sekitar 30% untuk hutan primer dan 26% untuk hutan sekunder. Dari total tersebut, sebagian besar lahan hutan dipergunakan untuk lahan pembangunan yang mencapai 18 ribu hektar per tahun.
“Ini sangat mengkhawatirkan. Kadang daerah tidak bisa berbuat banyak dengan kebijakan pusat dalam pengelolaan hutan, yang menjadi wilayah kewenangan pusat,” sesalnya.
Menengok data Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung pada tahun 2016, sisa luas hutan Jawa sekitar 698.368 hektar. Lahan hutan lindung yang dimaksud, Hery Ukasah mencurigai tidak berwujud hutan belantara. Melainkan telah berubah menjadi kawasan pertanian, perkebunan dan permukiman.
Akibatnya, terjadi peningkatan bencana banjir dan longsor di Jawa Barat pada 2018 sebanyak 130 kejadian, dibandingkan pada tahun 2017 sebanyak 113 kejadian. Selain akibat curah hujan yang tinggi, hal ini juga disebabkan oleh kerusakan daerah aliran sungai, lahan kritis, alih fungsi lahan, serta luas hutan yang berkurang.
“Hilangnya keanekaragaman hayati akibat luas hutan yang terus berkurang akan mengurangi produktivitas dan ketahanan ekosistem hutan secara keseluruhan, yakni turunnya populasi satwa berbanding lurus dengan laju deforestasi,” pungkasnya. (muis)