Optimalisasi Pengelolaan Aset Daerah
ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Untuk mendukung pengelolaan aset daerah secara efisien dan efektif serta menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan aset daerah, maka pemerintah daerah perlu memiliki atau mengembangkan sistem informasi manajemen yang komprehensif dan handal sebagai alat untuk menghasilkan laporan pertanggungjawaban.
Selain itu, sistem informasi tersebut juga bermanfaat untuk dasar pengambilan keputusan mengenai kebutuhan barang dan estimasi kebutuhan belanja pembangunan (modal) dalam penyusunan APBD. Dan untuk memperoleh informasi manajemen aset daerah yang memadai, maka diperlukan dasar pengelolaan kekayaan aset yang memadai juga.
Menurut Anggota Komisi 1 DPRD Jawa Barat Mirza Agam, ada tiga prinsip dasar dalam pengelolaan kekayaan aset daerah, yakni : 1) adanya perencanaan yang tepat; 2) pelaksanaan/pemanfaatan secara efisien dan efektif; dan 3) pengawasan (monitoring).
Perencanaan Untuk melaksanakan apa yang menjadi kewenangan wajibnya pemerintah daerah memerlukan barang atau kekayaan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan kewenangannya.
“Untuk itu, pemerintah derah perlu membuat perencanaan kebutuhan aset yang akan digunakan/dimiliki,” ujar Mirza Agam, kepada elJabar.com.
Kekayaan daerah dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis. Pertama, Kekayaan yang sudah ada (eksis) sejak adanya daerah tersebut. Kekayaan jenis ini meliputi seluruh kekayaan alam dan geografis kewilayahannya. Contohnya adalah tanah, hutan, tambang, gunung, danau, pantai dan laut.
Kedua, Kekayaan yang akan dimiliki baik yang berasal dari aktivitas pemerintah daerah yang didanai APBD serta kegiatan perekonomian daerah lainnya. Contohnya adalah jalan, jembatan, kendaraan, dan barang modal lainnya.
“Pemerintah daerah harus membuat perencanaan yang tepat terhadap dua jenis kekayaan tersebut,” kata Mirza Agam.
Perencanaan juga meliputi perencanaan terhadap aset yang belum termanfaatkan atau masih berupa aset potensial. Perencanaan yang dilakukan harus meliputi tiga hal, yaitu : 1) Kondisi aset daerah di masa lalu. 2) Aset yang dibutuhkan untuk masa sekarang. 3) Perencanaan kebutuhan aset di masa yang akan datang.
“Maka perlu dibuat perencanaan strategik. Baik yang bersifat jangka pendek, menengah, dan jangka panjang mengenai pengelolaan aset daerah,” tandasnya.
Hal cukup penting yang harus diperhatikan pemerintah daerah adalah juga perlunya dilakukan perencanaan terhadap biaya operasional dan pemeliharaan untuk setiap kekayaan yang dibeli atau diadakan.
Hal ini disebabkan sering kali biaya operasi dan pemeliharaan tidak dikaitkan dengan belanja investasi/modal. Mestinya terdapat keterkaitan antara belanja investasi/modal dengan biaya operasi dan pemeliharaan, dimana biaya tersebut merupakan commitment cost yang harus dilakukan.
“Selain biaya operasi dan pemeliharaan, biaya lain yang harus diperhatikan juga, termasuk biaya asuransi kerugian,” ingatnya.
Permasalahan berikutnya adalah bagaimana pelaksanaannya. Kekayaan milik daerah harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas publik.
Masyarakat dan pastinya DPRD yang harus melakukan pengawasan (monitoring) terhadap pemanfaatan aset daerah tersebut, agar tidak terjadi penyalahgunaan kekayaan milik daerah.
Pengelolaan kekayaan daerah harus memenuhi prinsip akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi paling tidak meliputi :
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legilaty), terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan kekayaan publik.
2. Akuntabilitas proses (process accountability), terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah, termasuk didalamya dilakukannya compulsory competitive tendering contract (CCTC) dan penghapusan mark-up. Untuk itu perlu kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.
3. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas kebijakan-kebijakan penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah.
“Pengawasan yang ketat ini perlu dilakukan sejak tahap perencanaan, hingga penghapusan aset,” tegasnya.
Apabila diperlukan menurut Mirza Agam, keterlibatan auditor internal dalam proses pengawasan ini sangat penting, yaitu untuk menilai konsistensi antara praktik yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan standar yang berlaku.
Selain itu, auditor juga penting keterlibatannya untuk menilai kebijakan akuntansi yang diterapkan manyangkut pengakuan aset (recognition), pengukurannya (measurement), dan penilaianya (valuation).
“Pengawasan diperlukan untuk menghindari penyimpanan dalam perencanaan maupun pengelolaan aset yang dimiliki daerah,” pungkasnya. (muis)







