Pelaksanaan MoU Pengerukan Dua Sungai di Jantung Kota Pamekasan Dinilai Belum Efektif
SURABAYA, eljabar.com – Memorandum of Understanding pengawasan dan pemeliharaan sungai yang di Pamekasan adalah pengerukan sungai. Pengerukan tersebut akan dilakukan di dua sungai setempat, yaitu Kali Jombang di Jalan Trunojoyo dan Kali Semajid di Kelurahan Patemon.
Hal ini pernah disampaikan oleh Kabid Pemeliharaan Dinas PUPR Kabupaten Pamekasan dan dipublis sejumlah media pada pertengahan Januari 2021 lalu. Pengerukan tersebut dilakukan untuk mencegah banjir yang rutin terjadi saat memasuki musim hujan.
Selain pengerukan, MoU antara Pemkab Pamekasan dan Pemprov Jatim adalah penebingan sungai. MoU yang dibuat pada 2019 lalu itu bertujuan untuk mencegah terjadinya longsor di Jalan Trunojoyo.
Ruas jalan ini merupakan kewenangan PPK 3.3 Jatim, Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III Provinsi Jawa Timur, salah satu satuan kerja di lingkup Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Jawa Timur Bali, satu unit pelaksana teknis milik Kementerian PUPR.
Penebingan yang dimaksud akan dilaksanakan sepanjang 43 meter hingga ke Jembatan Jalmak yang dilaksanakan secara bertahap sejak 2019.
Sementara, kegiatan pemeliharaan berupa normalisasi di Kali Semajid, menurut PPKo kegiatan tersebut, terikat dalam MoU. Hal ini disampaikan melalui aplikasi pesan yang diterima oleh eljabar.com pada Kamis (14/10/2021).
“Inti pekerjaan adalah normisasi dengan menggali dan membuang hasil galian, tidak diperlukan pemadatan karena tidak permanen. Ini akses jalan darurat, harusnya kanan kiri sungai ada jalan inspeksi, tapi sudah padat permukiman. Ini juga wilayah kewenangan provinsi, yang kita bantu untuk mengurangi dampak luapan air sungai. Ada MoU dengan provinsi,” bunyi pesan yang diterima eljabar.com, Kamis (14/10/2021), siang.
Selain itu, dalam pesannya PPKo juga menjelaskan bahwa anggaran sebesar Rp 1,5 miliar bukan untuk kegiatan normalisasi saja, tetapi keseluruhan pemeliharaan sungai di seluruh Kabupaten Pamekasan selama setahun.
Namun, dari pantauan eljabar.com, selama kegiatan normalisasi Sungai Gurem, tidak menemukan pembuatan penebingan sungai. Yang ada hanya pengerjaan tanggul yang dibangun dari bekas pengerukan sungai tersebut.
Persoalan inilah yang memantik reaksi sejumlah masyarakat yang concern terhadap kondisi sungai yang belakangan kerap memicu daya rusak air.
Pendiri Public Investment and Asset Studies, Lukas Jebaru menilai, penanganan luapan air sungai yang dapat menimbulkan daya rusak air seharusnya dikerjakan dengan serius, terukur dan memiliki kemanfaatan yang bersifat long term, atau berusia panjang.
Pasalnya, anggaran yang digunakan untuk program tersebut berasal dari uang rakyat dan digunakan dalam belanja modal atau belanja untuk kepentingan masyarakat.
“Penggunaannya harus efektif. Artinya benar-benar memberikan out put dan out come yang betul-betul maksimal demi kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Ia menyayangkan jika penanganan tersebut hanya memberikan manfaat sesaat akibat pengerjaan tanggul sungai yang asal jadi dan terkesan berorientasi proyek semata atau hanya menghambur-hamburkan anggaran.
“Manfaat penanggulan seperti itu tidak akan berlangsung lama dan terkesan asal ada kegiatan pemeliharaan sungai. Toh konstruksi tanggulnya tidak dibuat dengan metode pelaksanaan yang ideal sehingga memiliki umur rencana lebih lama. Kalau seperti itu kan akan jadi sedimen lagi, karena tergerus oleh air hujan,” tandasnya, melalui aplikasi pesan, Kamis (14/10/2021).
Lukas juga menyesalkan pihak-pihak terkait tidak bersuara atas kualitas konstruksi tanggul tersebut. Seharusnya, pengelola Jembatan Gurem juga diajak bicara dan duduk bersama.
“Misalnya saja untuk menghitung berapa ketebalan sedimen yang harus diangkat di Jembatan Gurem agar tidak mereduksi kekuatan struktur jembatan. Kalau terencana dengan baik, maka hal-hal sederhana semacam ini perlu dilakukan,” terangnya.
Kegiatan pemeliharaan sungai, ia menambahkan, akan lebih elok dan memenuhi mutu dan kualitas jika melibatkan instansi teknis yang berwenang dalam pengelolaan sungai, termasuk desain rencana yang akan digunakan harus mendapat persetujuan dari yang berwenang dalam pengelolaan wilayah sungai.
“Jika diperlukan, bisa juga meminta masukan dan penilaian dari Balai Sungai. Apa sulitnya,” pungkasnya. (*wn/idrus)