Pengembangan Kawasan Pesisir Dan Sejumlah Problem yang Harus Dibenahi

ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang mengintegrasikan pendekatan kelestarian dan manfaat sosial ekonomi, harus mengacu pada kebijakan operasional dan perencanaan di bidang kelautan dan perikanan.
Dalam pengembangan dan pengelolaan daerah pesisir di Indonesia, bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah pusat saja. Tetapi kewenangan tersebut telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 yang memberikan kewenangan pada daerah dalam mengelola pesisir dan lautnya sejauh 12 mil untuk provinsi, dan 1/3 untuk kabupaten.
Suatu kenyataan yang sebenarnya telah kita pahami bersama, jika sumberdaya pesisir dan lautan memiliki arti penting bagi pembangunan nasional. Baik dilihat dari aspek ekonomi, aspek ekologis, aspek pertahanan dan keamanan, serta aspek pendidikan dan pelatihan.
Kawasan pesisir, selain kaya akan bahan-bahan tambang dan mineral menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jabar, H. Kasan Basari, juga berpotensi bagi pengembangan aktivitas industri, pariwisata, pertanian, permukiman, dan lain sebagainya.
“Namun pada kenyataannya, kinerja pembangunan bidang kelautan dan perikanan belumlah optimal. Baik ditinjau dari perspektif pendayagunaan potensi yang ada, maupun perspektif pembangunan yang berkelanjutan,” ungkap H. Kasan Basari, kepada elJabar.com.
Kontribusi kegiatan ekonomi berbasis kelautan masih kecil, dibanding dengan potensi dan peranan sumberdaya pesisir dan lautan yang sedemikian besar. Pencapaian hasil pembangunan berbasis kelautan masih jauh dari optimal.
Sehingga jika diamati secara seksama, persoalan pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan yang selama ini tidak optimal dan belum berkelanjutan, disebabkan oleh faktor-faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain.
Sejumlah faktor internal yang berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya masyarakat pesisir dan nelayan, seperti rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya, teknologi dan manajemen usaha, pola usaha tradisional dan subsistem, hanya cukup memenuhi kehidupan jangka pendek.
“Sejumlah faktor, mulai dari keterbatasan kemampuan modal usaha, serta kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir dan nelayan, juga menjadi factor internal,” ujarnya.
Terkait kebijakan pembangunan pesisir dan lautan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, masih bersifat sektoral, parsial dan kurang memihak nelayan tradisional, ini merupakan faktor eksternal yang harus diselesaikan.
Sementara itu, kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktek penangkapan ikan dengan bahan kimia, eksploitasi dan perusakan terumbu karang, serta penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan, juga menjadi problem.
Sistem hukum dan kelembagaan yang belum memadai disertai implementasinya yang lemah, serta perilaku pengusaha yang hanya memburu keuntungan dengan mempertahankan sistem pemasaran yang mengutungkan pedagang perantara dan pengusaha, juga menjadi factor.
“Termasuk juga dengan rendahnya kesadaran akan arti penting dan nilai strategis pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa, juga masih menjadi problem,” bebernya.
Potret pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan selama kurun waktu 32 tahun yang lalu, dicirikan oleh dominan kegiatan yang kurang mengindahkan aspek kelestarian lingkungan, dan terjadi ketimpangan pemerataan pendapatan.
Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan pada masa itu, sangat diwarnai oleh rezim yang bersifat open acces, sentralistik, penyeragaman, kurang memperhatikan keragaman biofisik alam dan sosio-kultural masyarakat lokal.
“Antara kelompok pelaku komersial sektor modern dengan kelompok usaha kecil dan subsistem (sektor tradisional) kurang sejalan, bahkan saling mematikan,” ujarnya. “Ini yang harus dibenahi dalam pengembangan wilayah pesisir, guna memanfaatkan potensi sumber dalam alam yang ada di dalam kawasan tersebut,” pungkasnya. (muis)