Politik

Pengembangan Kebudayaan, Harus Melibatkan Masyarakat

ADIKARYA PARLEMEN

BANDUNG, eljabar.com – Lahirnya Undang-undang (UU) Pemajuan Kebudayaan pada 27 April 2017 membawa harapan besar akan adanya penguatan pengelolaan kebudayaan di Indonesia. UU Pemajuan Kebudayaan menempatkan negara sebagai fasilitator bagi masyarakat dalam memajukan seni dan budayanya sendiri melalui proses yang partisipatif.

UU ini merupakan pijakan dalam memajukan kebudayaan sebagai modal dasar pembangunan manusia Indonesia.

Dari segi pembentukan peraturan pelaksanaan, UU Pemajuan Kebudayaan mengamanatkan 21 substansi harus diatur lebih lanjut dalam waktu 2 tahun, yang tenggatnya lewat pada 29 Mei 2019 yang lalu. Namun, baru satu substansi yang telah ada peraturannya, yakni mengenai tata cara penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD).

Perlu diperhatikan juga aspek penting dalam pengelolaan kebudayaan, yakni pengadopsian metode perencanaan baru, sebuah perencanaan yang memiliki pendekatan multidimensi yang dapat mengakomodasi sifat-sifat multidimensi, pertentangan, dan ketidaksepadanan

Ketua Komisi 5 DPRD Jawa Barat, Dadang Kurniawan, memandang perlu adanya Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan, khususnya bagi Pemerintah Jawa Barat. Baik itu yang bersifat jangka menengah maupun jangka panjang.

“Sangat penting, kita memiliki rencana induk untuk pembangunan kebudayaan di Jawa Barat. Untuk jangka menengah dan jangka panjang. Termasuk masalah anggarannya,” ujar Dadang, kepada eljabar.com.

Berbicara tentang kebudayaan, kadang sering lupa terhadap para pelaku atau penggiat kebudayaan itu sendiri. sehingga sering terjadi ketimpangan dalam pengelolaannya.

Maka menurut Dadang, model kelembagaan, mekanisme pendanaan, akuntabilitas pendanaan, dan akses pegiat kebudayaan, sebaiknya melibatkan lebih banyak elemen masyarakat dalam pembahasannya. Dalam hal ini para budayawan.

Sehingga dari partisipasi tadi menurutnya, menjadi sebuah kemitraan, sebuah manajemen yang menjadikan masyarakat tidak hanya memenuhi kewajiban administrasi, tetapi melibatkan mereka lewat berbagi informasi, konsultasi, pembuatan keputusan dan pelaksanaan aksi.

“Perlu dilibatkan para pelaku, penggiat, budayawan, dalam membicarakan masalah kebudayaan ini. Baik yang menayngkut aspek kelembagaan, pendanaan, kegiatan,” sarannya.

Bicara masalah pendanaan Dadang Kurniawan yang merupakan Anggota Fraksi Partai Gerindra, mendorong pemerintah daerah untuk mencari sumber pendanaan alternative bagi kemajuan kebudayaan. Sebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang relatif kaku menurutnya, membuat ruang inovasi bagi pegiat kebudayaan terlalu terbatas.

Bahkan demi mendorong pengembangan kebudayaan dari aspek manajerial, dirinya sepakat untuk memberi pelatihan bagi pembuat keputusan terhadap pendekatan budaya yang sensitif bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan.

“Kalau perlu, cari sumber dana alternative, demi kemajuan kebudayaan. APBD terlalu kaku. Susah bagi pegiat untuk mengakasesnya. Pemda harus bantu untuk akses itu,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button