ADIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyusun buku Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) 2020 untuk memberikan potret utuh kondisi lingkungan hidup di Indonesia, sehingga menjadi dasar bagi semua pihak untuk menilai, meneliti, dan menghasilkan kebijakan yang mempertimbangkan aspek lingkungan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Dalam upaya mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, peran serta masyarakat menjadi sangat krusial karena tanpa partisipasi masyarakat, program-program yang direncanakan tidak akan pernah berhasil dengan maksimal.
Untuk mendukung partisipasi masyarakat ini, maka diperlukan tersedianya informasi mengenai kondisi lingkungan di seluruh penjuru tanah air. Informasi lingkungan yang tersedia selanjutnya harus dapat diakses dan mudah dimengerti oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia.
Permasalahan lingkungan di Jawa Barat menjadi salah satu tugas berat yang harus dituntaskan oleh Pemprov Jawa Barat. Ada beberapa catatan permasalahan lingkungan yang selama ini terjadi di provinsi seluas 35.222,18 km2 ini.
Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat Kasan Basari, menyebutkan, salah satu permasalahan paling dasar yang sampai saat ini belum teratasi adalah soal pencegahan kerusakan lingkungan yang terus berlanjut.
Menurutnya, kausalitas antara pembangunan ekonomi dengan kelestarian lingkungan, sampai saat ini masih cukup timpang. Pembangunan di sektor ekonomi selama ini hampir selalu mengabaikan aspek kelestarian lingkungan.
“Problem mendasarnya adalah soal daya dukung lingkungan yang selama ini semakin buruk. Jadi dibutuhkan percepatan, pemulihan dan pencegahan yang harus dilakukan pemerintah provinsi,”ujar Kasan Basari, kepada elJabar.com.
Contoh kasus, yaitu masih terjadinya aktivitas penambangan pasir besi di kawasan Jabar Selatan. Meski Pemprov Jabar telah memoratorium penambangan pasir besi di kawasan selatan, namun aktivitas penambangan masih terjadi sampai saat ini. Khususnya di wilayah Tasikmalaya dan Sukabumi.
Belum lagi penambangan batu andesit yang banyak mengabaikan lingkungan hidup yang ada. Ini merupakan sejumlah problem yang tidak bisa dibiarkan.
“Aktivitas penambangan tersebut, jelas akan berdampak pada daya dukung lingkungan di sekitar lokasi penambangan,” tandasnya.
Selain itu, masalah pembangunan sejumlah pembangkit listrik di wilayah Jawa Barat pun, tidak selaras dengan aspek kelestarian lingkungan. Banyak proyek pembangunan pembangkit listrik dan pabrik semen di Jawa Barat tidak didukung dengan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang baik.
Dari dua masalah di atas, mencerminkan sikap Pemprov Jabar yang belum optimal dalam menunjukan keberpihakannya terhadap kelestarian lingkungan. Ini masih setengah hati.
“Dampak dari pembangunan yang tidak selaras dengan kelestarian lingkungan itu pun berdampak pada kualitas hidup masyarakat setempat, di samping masih adanya konflik agraria, di area penambangan,” ungkapnya.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah persoalan penanganan Kawasan Bandung Utara dan tercemarnya Sungai Citarum. Dua masalah klasik itu, belum mampu terselesaikan dengan baik oleh Pemprov Jabar.
Selain itu, jumlah lahan hutan kritis di Jawa Barat juga semakin banyak, sampai ratusan ribu hektar lahan hutan kritis di Jawa Barat.
“Ini artinya, mungkin hampir setengah dari total hutan di Jawa Barat mengalami kritis,” katanya.
Sejumlah program yang telah dicanangkan sejak belasan tahun yang lalu baik oleh Pemprov Jabar maupun pemerintah pusat, belum bisa benar-benar mengatasi permasalahan sungai yang membelah 12 kota dan kabupaten di Jawa Barat ini.
Saat ini, Pemerintah Pusat melalui Kementrian Koordinator Kemaritiman mengambil alih penanganan Sungai Citarum. Melalui program Citarum Harum, pemerintah berjanji akan mengatasi permasalahan itu dalam kurun waktu 7 tahun ke depan.
Sebenarnya Pemprov Jawa Barat masih memilki kewenangan untuk menyelesaikan masalah itu. Di antaranya adalah pengendalian izin pabrik yang berdiri di kawasan Citarum. Selain itu, Pemprov Jabar bisa mengendalikan jumlah sampah yang selama ini dibuang oleh masyarakat ke Citarum.
“Jadi tugas Pemprov saat ini, bisa menjadi instrument pengendalian,” pungkasnya. (muis)