BANDUNG, elJabar.com — Permasalahan penggunaan anggaran untuk pembangunan Masjid Raya Al Jabbar di Gede Bage kembali mendapatkan sorotan kelompok masyarakat sipil. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jabar, sebuah organisasi yang bergerak di isu transparansi anggaran publik, menemukan ada kelebihan bayar di proyek Masjid Raya Al Jabbar dari Pemprov kepada pihak ketiga.
Nandang Suherman, Dewan Daerah FITRA Jabar, menegaskan jika kasus kelebihan bayar ini merupakan indikasi kuat adanya praktek korupsi di proses pembangunan Masjid Raya Al Jabbar.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Fitra Jabar menemukan setidaknya dua kasus kelebihan bayar. Kasus kelebihan pertama terjadi di tahun anggaran 2017 sebesar Rp. 304 juta untuk pembangunan kontruksi masjid. Kasus kelebihan bayar ini kembali terjadi di tahun anggaran 2020 sebesar Rp.354 juta.
“Kasus kelebihan bayar yang berulang ini menunjukkan proyek pembangunan Masjid Al Jabbar pengelolaannya sangat tidak baik. Apalagi nilai kelebihan bayarnya mirip-mirip. Seperti ada pola yang sama dalam hal kelalaian yang dilakukan. Ini bisa menjadi indikasi adanya praktek korupsi,” ujar Nandang Suherman, kepada elJabar.com, Selasa (14/2/2023).
Belakangan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengklaim kelebihan bayar yang di tahun anggaran 2017 sudah dikembalikan oleh pihak pembangun masjid. Menanggapi hal tersebut, FITRA Jabar mengungkapkan belum sepenuhnya menerima klaim Gubernur.
“Tidak bisa hanya berdasarkan pada omongan saja. Perlu dibuktikan dengan dokumen yang jelas. Buka saja buktinya ke publik,” tegas Nandang.
Lebih lanjut FITRA Jabar mengungkapkan jika pihaknya masih akan terus melakukan penelusuran terhadap penggunaan anggaran di proyek pembangunan Masjid Raya Al Jabbar. Proses yang dilakukan saat ini berupa permintaan dokumen yang lebih lengkap ke Badan Pemeriksaan Keuangan.
“Kami percaya jika dokumen-dokumen tersebut akan menunjukkan lebih banyak penyelewengan di proses pembangunan masjid,” ungkap Nandang.
Di sisi lain FITRA Jabar juga mengajak kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam mengawasi proyek Masjid Raya Al Jabbar, baik untuk hal yang sudah dilakukan maupun untuk yang saat ini sedang dilakukan.
“Penting kiranya bagi masyarakat untuk ikut mengawasi Masjid Al Jabbar ini. Jangan sampai proyek yang dibiayai oleh uang rakyat ini penuh dengan masalah,” pungkas Nandang.
Kebohongan Publik
Masih terkait dengan isu anggaran, kelompok diskusi Beyond Anti Corruption menemukan fakta total biaya pembangunan Masjid Al Jabbar jauh melebihi nilai yang diungkapkan oleh Gubernur Jawa Barat.
“Setelah mengumpulkan data dari APBD Provinsi Jabar, kami menemukan ada biaya pembebasan tanah yang (nilainya) sekitar Rp. 430 Milyar. Jika ditotal dengan uang pembangunan maka (nilai pembangunan Masjid Al Jabbar) mencapai Rp. 1,6 trilliun,” ungkap Dedi Haryadi, koordinator BAC, kepada elJabar.com.
Dengan adanya temuan ini, Dedi Haryadi menganggap jika Gubernur Ridwan Kamil telah membohongi publik, karena hanya menyebutkan total pembangunan masjid hanya sebesar Rp. 1 trilliun. Lebih lanjut Dedi mempertanyakan kesahihan informasi yang kerap digulirkan oleh Ridwan Kamil di media sosial.
“Kalau dugaan membohongi publik dalam pembangunan Masjid Al Jabbar ini benar, masih kah kita percaya pada cuitannya di Twitter, postingannnya di Instagram dan Facebook? Kami tidak,” tegas Dedi.
BAC memandang jika pengadaan tanah di suatu proyek kerap bersinggungan dengan praktek korupsi yang melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu BAC akan terus menelusuri berbagai data dan informasi terkait proses pembelian lahan untuk Masjid Al Jabbar.
Dedi juga mengajak masyarakat yang memiliki informasi bisa secara aktif melaporkan berbagai tindakan penyelewengan selama proses pembangunan masjid ini.
“Dari data yang sudah kami kumpulkan, ada indikasi tindakan korupsi di proses pengadaan tanah. Namun kami masih perlu melakukan pendalaman lebih lanjut. Kami berencana akan melibatkan lebih banyak masyarakat untuk melakukan penelusuran ini,” pungkas Dedi. (muis)