Kronik

PT. SBG Belum Penuhi Tuntutan MA, Sonia Sugian Dorong Peran Pemkab Sumedang

Anggota Komisi IV Sonia Sugian Mendesak PT. SBG Koperatif

Jurnalis: Boni Hermawan | Kontributor Sumedang

SUMEDANG,– Anggota DPRD Kabupaten Sumedang, Sonia Sugian menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung yang dijatuhkan kepada PT. Satria Bumintara Gimilang (SBG), atas peristiwa longsor di Cimanggung, pada 9 Januari 2021 lalu.

Sonia memperjuangkan hak masyarakat perumahan SBB sebagai korban bencana alam yang merenggut puluhan nyawa.

Ia menyebutkan, dalam putusan ini PT. SPG melanggar Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang PPLH, tentang penyelenggaraan perlindungan lingkungan hidup, Pasal 99 dan Undang-undang Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020.

“Jadi hari ini saya mewakili masyarakat korban bencana alam untuk meminta informasi ke PT. SBG. Namun sayang, mereka tidak kooperatif,” ujar Sonia, usai mendatangi kantor pemasaran Perumahan SBG di Jalan Raya Parakanmuncang, Cimanggung, Sumedang, Jumat (27/6/2025).

Anggota Komisi IV Fraksi Golkar itu menambahkan, berdasarkan hasil Putusan Kasasi MA, Nomor 5850 K/Pid.sus-LH/2022, PT. SBG dinyatakan melanggar tentang Cipta Kerja dan melakukan tindak lingkungan hidup karena kelalaian kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan orang luka berat hingga meninggal dunia.

“MA dalam putusannya telah menjatuhkan denda sebesar Rp.3 miliar dengan ketentuan apabila dalam waktu satu bulan setengah putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap itu tidak dilaksanakan PT. SBG atau dendanya tidak dibayar, maka aset-aset perusahaan dapat disita. Sebab itu saya datang untuk mencari informasi lanjutan atas putusan MA tersebut,” terang Sonia.

Lebih jauh politisi Golkar itu menjelaskan, setelah adanya putusan MA sejak tahun 2022, ada masyarakat yang menggugat bahwa putusan ini belum juga dieksekusi atau direalisasikan PT. SBG.

“Kemudian saya pun mendengar kabar bahwa pihak SBG katanya sudah menyerahkan aset kepada pihak pemerintah daerah. Jadi saya ingin mempertanyakan, apakah informasi itu benar, dan putusan ini sudah dilaksanakan? Sehingga kan informasinya itu bisa berimbang,” tegas Sonia.

Rencananya, bulan Juli mendatang akan dilakukan audensi dengan mengundang eksekutif maupun dari dinas-dinas terkait agar mendapatkan kejelasan tentang hal ini.

“Intinya saya mendengar keluhan masyarakat. Ada sekitar 60 KK yang terdampak bencana longsor ini, tapi sampai sekarang belum bagaimana status penggantiannya,” ujar Sonia.

Dirinya juga mempertanyakan keterlambatan atas realisasi putusan MA oleh PT. SBG. Sebab, putusan tersebut dikeluarkan sejak tahun 2022, tetapi hingga kini juga belum juga terealisasikan.

“Kalau hal-hal seperti ini kita bahas dengan jelas, kita urai dimana benang merahnya, saya yakin semua bisa diatasi atau dituntaskan dengan sebaik-baiknya,” katanya.

Dorong Peran Dinas Terkait

Sonia Sugian juga mendorong adanya peran aktif Pemerintah Kabupaten Sumedang melalui dinas terkait untuk bekerja sama menuntaskan permasalahan ini.

“Jangan biarkan berlarut-larut karena ini menyangkut hidup masyarakat. Setiap permasalahan atau aduan dari masyarakat itu harus langsung dituntaskan,” ujarnya.

Ia juga berharap pihak PT. SBG lebih kooperatif dan memikirkan kepentingan masyarakat terdampak bencana alam dengan tidak menutup diri.

“Tolong berikan informasi supaya segala sesuatunya terbuka jelas, dan masalah ini terselesaikan, serta nasib masyarakat tidak terkatung-katung seperti ini,” pungkasnya.

Sementara saat dihubungi, Divisi Hukum DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Jawa Barat, Ujang Suhana, mengaku telah berkoordinasi dengan anggota Komisi IV DPRD Sumedang, Sonia Sugian untuk menindaklanjuti persoalan tersebut.

“APERSI tentunya mendorong realisasi atau pertanggunjawaban dari PT. SBG terhadap korban bencana alam. Kan jelas sesuai putusan bahwa longsor ini salah satunya diakibatkan oleh PT SBG,” kata Ujang.

Pelanggaran PT. SBG ini, sambung Ujang, menyebabkan hampir 30 rumah warga hancur dan puluhan warga meninggal dunia.

“Akibat pelanggarannya itu, PT. SBG sudah dilaporkan secara pidana. Kemudian tahun 2022 turun putusan MA yang menyatakan PT. SBG bersalah. Di dalamnya mereka harus memenuhi denda Rp3 miliar,” ucap Ujang.

Jika dalam satu setengah bulan denda tersebut tidak direalisasikan, imbuhnya, maka PT. SBG harus menyerahkan seluruh aset-asetnya.

“Jadi akan disita aset-asetnya. Semua aset dilelang atau dijual, tapi kan sampai sekarang belum ya. Kedua, PT. SBG harus memberikan realisasi tempat, lokasi, untuk membantu masyarakat terdampak longsor yang ada di perumahan,” katanya,” pungkasnya. ***

Show More
Back to top button