Saat Sidang RTH Kota Bandung, Ada Massa Tempel Foto Oded di PN Tipikor
BANDUNG, eljabar.com — Sidang perkara dugaan rasuah RTH Kota Bandung 2012-2013 di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung (21/9/2020), kembali diwarnai aksi protes. Sekelompok massa yang menamakan diri Aliansi Anti Korupsi (Antik) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus yang merugikan negara lebih dari Rp 69 miliar tersebut.
Pantauan wartawan, sekitar pukul 11.30 WIB beberapa orang dari peserta aksi mulai bergerak mendatangi halaman luar PN Tipikor Bandung Jalan LL RE Martadinata. Beberapa diantara mereka menaiki tembok untuk memasang spanduk di pagar gedung. Sebagian lagi menempeli plang dan tembok dengan foto para pejabat dan mantan pejabat yang turut diperiksa oleh penyidik KPK terkait pengembangan kasus korupsi tersebut.
Nampak massa menempelkan foto Wali Kota Bandung Oded M Danial dan Ketua DPRD Tedy Rusmawan di plang PN Tipikor Bandung. Beberapa foto pejabat dan mantan pejabat seperti Riantono, Erwan Setiawan, Isa Subagdja, Rieke Suryaningsih, Ubad Bachtiar, Tatang Suratis, Haru Suandharu, Teddy Setiadi dan lainnya juga turut dipajang di tembok oleh massa peserta aksi.

Oded sempat diperiksa oleh penyidik KPK di Gedung Sat Sabhara Polrestabes Bandung pada tanggal 4 September 2020 dan mengaku mengenal tersangka Dadang Suganda. Sedangkan sejawatnya Tedy Rusmawan, diperiksa KPK pada tanggal 2 September 2020. Kedua politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu diperiksa dalam kapasitasnya selaku Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bandung periode 2009-2014.
Dalam aksinya, massa menuntut KPK dan PN Tipikor Bandung segera menuntaskan kasus korupsi yang diduga melibatkan banyak pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Mereka juga menuntut pengembalian uang negara yang telah dikorupsi, menuntut majelis hakim dan jaksa berlaku normatif sesuai dengan fakta persidangan, serta mendesak KPK bersikap transparan kepada publik.
Aliansi Anti Korupsi (Antik) menilai, deretan nama yang tersangkut kasus rasuah RTH dapat berubah sewaktu-waktu status hukumnya, menunggu hasil penyidikan KPK dan fakta persidangan yang masih berlangsung.
Sementara itu di dalam gedung, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan dua orang saksi ahli Yenni Alfariza dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dr. Iing Sodikin Arifin dari Kementrian ATR/BPN. Keduanya dimintai keterangan untuk terdakwa Herry Nurhayat, Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.
Dijelaskan Iing, pembebasan tanah untuk sarana Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berada di luar Penetapan Lokasi (Penlok) merupakan penyalahgunaan dan pemborosan anggaran. Sedangkan adanya kuasa jual antara pemilik tanah dengan Pemkot Bandung dapat menimbulkan persoalan hukum antara pemilik dengan kuasa jual.

Menurutnya, Penlok ditetapkan oleh wali kota atau bupati dengan masa berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang.
“Penlok harus selalu diperbaharui, misalnya tanah yang harus dibebaskan berjumlah 20 hektare dan baru mencapai 75% maka untuk sisanya Penlok harus diperbaharui,” ungkap Iing.
Sebelum terbentuk Penlok, kata Iing, pihak instansi yang memerlukan tanah untuk dibebaskan harus membuat proposal yang baik. Harus mencantumkan rencana jumlah dan perkiraan yang akan dikeluarkan oleh instansi tersebut. Isi proposal memuat feasibility study dengan hasil survey yang tepat dan harga yang sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dikeluarkan oleh Dinas Pelayanan Pajak.
Disamping itu, lanjut Iing, harus ada nilai nyata dan nilai komparasi dengan harga di sekitar lingkungan.
“Menjauhkan harga dari NJOP itu suatu pelanggaran,” ujarnya.
Dibeberkan, terkait dengan pengadaan lahan RTH Kota Bandung, telah terjadi tumpang tindih antara Penlok Wali Kota Bandung No.593/Kep.206/Distarcip/tertanggal 29 Maret 2011 seluas 100.000 meter persegi dengan Penlok Wali Kota Bandung No.593/Kep.913-Distarcip/2011 tertanggal 21 November 2011 seluas 200.000 meter persegi.
Menurutnya, tidak diperbolehkan keberadaan dua Penlok dalam satu lokasi. Bila terjadi demikian, kata Iing, Penlok terdahulu harus dicabut. Jika obyek yang harus dibebaskan sudah ditetapkan, tidak boleh ada pembelian di luar itu.
“Kalau berada di luar Penlok, itu sudah di luar anggaran. Itu namanya membeli langsung bukan pada objek penlok,” imbuh Iing.
Senada dengan itu, saksi lainnya Yenni Alfariza mengungkap fakta bahwa kecurangan pengadaan lahan RTH Kota Bandung terjadi sejak perencanaan anggaran hingga realisasi ganti kerugian kepada pemilik tanah. *rie