Setelah Gerakan Non-Blok Soekarno, Kini Jokowi Mencoba Damaikan Rusia-Ukrania
JAKARTA, eljabar.com — Keberanian mendatangi Presiden Ukrania Volodymir Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin, telah menobatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai “penyambung lidah” Negara Berkembang yang mengalami krisis pangan akibat perang Rusia-Ukrania.
Demikian disampaikan Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (BaraJP), Utje Gustaaf Patty, dalam siaran pers yang diterima media ini, Selasa (5/7/2022).
Menurut Utje, berkat keberanian Presiden Jokowi, bahkan negara-negara maju di Eropa pun bisa memperoleh dampak positif yang selama ini sangat tergantung pada pasokan gas dari Rusia.
“Ini artinya, Jokowi telah berbuat untuk dunia, untuk kemanusiaan, untuk negara mana saja yang mengalami dampak buruk akibat perang. Sebab Bank Dunia sendiri telah mengatakan, puluhan negara menuju resesi akibat invasi Rusia ke Ukrania,” kata Utje.
Sekarang ini saja, tambahnya, dampak perang Rusia-Ukrania lebih berat dibanding pandemi Covid-19. Maka menurutnya, upaya Jokowi pantas diacungi jempol oleh seluruh masyarakat dunia.
“Masih menurut Bank Dunia, Rusia dan Ukraina menyumbang sekitar 75% impor gandum di Asia Tengah dan Kaukasus Selatan. Rusia juga merupakan tujuan ekspor utama bagi banyak negara,” jelasnya.
Sementara pengiriman uang dari Rusia mendekati 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di beberapa ekonomi Asia Tengah seperti Republik Kirgistan, Tajikistan. Perang dan pandemi dapat menyebabkan kerusakan ekonomi yang meluas.
“Dalam kondisi ekonomi dunia yang menuju resesi, Jokowi berusaha melakukan sesuatu yang bisa menjembatani perbedaan persepsi kedua negara yang berperang. Bahkan Jokowi menawarkan diri untuk menjadi penengah antara Volodymir Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Kita bangga atas karya Jokowi untuk kemanusiaan dunia,” ujar Utje.
Menurutnya, Jokowi sadar betul atas laporan Global Economic Prospect June 2022 (GEP), tekanan inflasi yang sangat tinggi di banyak negara, tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Dampak buruk bukan hanya dialami Negara Berkembang di Asia dan Afrika, tetapi juga di Zona Eropa sebagai episentrum konflik geopolitik.
“Banyak kepala negara yang menyadari dampak buruk perang, tetapi hanya segelintir yang langsung terlibat aktif berusaha mendamaikan kedua negara yang bertikai. Dari semua Presiden Indonesia, setelah Presiden Soekarno yang mengadakan Gerakan Non-Blok, baru Jokowi yang tampil dalam pentas dunia dengan berusaha mendamaikan Rusia-Ukrania,” ungkap dia.
Menurutnya, permintaan Jokowi kepada Presiden Rusia tentu saja agar bisa berdamai. Namun setidaknya, ekspor pangan dari Rusia dan Ukrania agar tidak terganggu.
“Dengan demikian negara-negara yang bergantung pada pasokan pangan/gandum dari kedua negara negara itu, bisa mengatasi krisis pangan. Di sinilah Jokowi menjadi “penyambung lidah” Negara Berkembang,” tukasnya. (Abas)