Hukum

Soal Sengketa Tanah Pasar Batuan Pemkab Sumenep Akui Tidak Tahu

SUMENEP, eljabar.com Persoalan  sengketa tanah untuk lokasi pembangunan pasar tradisional di Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep mengaku tidak tahu dan baru mengetahui saat sedang membangun pagar di tanah yang telah dibebaskan tersebut.

Tanah seluas 1,6 hektar yang diklam milik RB Muhammad Zis telah dibeli Pemkab Sumenep sebesar Rp 8,9 miliar pada tahun 2019 yang lalu.

Namun, setelah dibayar lunas, tanah tersebut kemudian diklaim oleh R. Soehartono, putra mantan Bupati Sumenep R. Soemar’oem, yang mengaku sebagai pemilik yang sah. Sehingga R. Soehartono menggugat ke pengadilan.

Akibatnya, Disperindag Kabupaten Sumenep menghentikan pembangunan pasar tradisional tersebut dan menyerahkan persoalan sengketa tanah tersebut ke Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Sumenep.

Kabag Hukum Setda Sumenep, Hisbul Wathan, menerangkan bahwa persoalan sengketa kepemilikan atas tanah itu tidak mengetahuinya. Sebab yang bersengketa adalah RB Muhammad Zis dan R Soehartono. Tetapi, kata Wathan, Pemkab Sumenep turut menjadi tergugat karena telah membeli tanah tersebut.

“Jadi kalau soal sengketanya kami tidak mengetahui karena kami bukan para pihak yang bersengketa. Muhammad Ziz sudah melepaskan peralihan hak tanah itu kepada kami,” ujar Wathan kepada sejumlah awak media, Rabu (17/02/2021).

Wathan mengungkapkan jika persoalan sengketa tanah itu sudah masuk ke ranah hukum dengan nomor perkara 03/PDT.G/2020/PN.Sumenep.

“Kita dapat panggilan pertama pada tanggal 6 Februari 2020, OPD yang tergugat adalah Disperindag, dan penggugat nya R Suhartono,” kata Wathan.

Dia melanjutkan jika pada hari Kamis (18/02/2021) esok hari, agenda hukumnya sudah masuk pada keterangan dari saksi penggugat dan dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta keputusan.

“Kalau dari persidangan persentasi titik tekannya pada pembuktian, apakah surat-suratnya sudah sesuai,” urai Wathan.

Kemudian Wathan juga menegaskan untuk kasus yang dihadapi ia optimis Pemkab Sumenep menang. Untuk itu Wathan mengaku hanya fokus pada pemenangan perkaranya berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki.

“Kalah pun, ini kan ada beberapa tingkatan. Ada upaya hukum banding, kasasi bahkan PK. Intinya, sampai titik darah penghabisan,” jelasnya.

Terpisah, Ketua Komisi II DPRD Sumenep, H. Subaidi sangat menyayangkan proses pembelian tanah oleh pemkab yang hingga kini masih status rsengketa.

Dia menegaskan jika pemkab harus melakukan langkah selektif sebelum membeli tanah tersebut,  termasuk menyeleksi status tanah. Sehingga persoalan ini tidak terjadi di kemudian hari.

Pihaknya mengira, pemkab tidak melakukan kajian lapangan terlebih dahulu sebelum melakukan pembebasan tanah tersebut, seperti menanyakan status tanah pada masyarakat sekitar. Akibatnya pemerintah mengeluarkan anggaran untuk pembelian tanah hanya berdasarkan AJB sepihak.

Miliaran rupiah yang sudah digelontorkan untuk pengadaan tanah, lanjut Subaidi, malah menunda benefit pembangunan yang akan dirasakan oleh masyarakat.

Hingga sekarang pembangunan pasar yang digadang-gadang akan meningkatkan perekonomian masyarakat itu justru mangkrak. Menurut Subaidi, Disperindag hanya membangun pagar pembatasnya saja.

“Kalau hitung-hitungan bisnis, dengan anggaran yang dikeluarkan saat itu, saat ini sudah menjadi berapa. Tapi kalau kita berdasarkan azas manfaat, itu juga tidak bermanfaat,” tegas Subaidi.

Pendiri Investment and Assets Studies (Invasus), Lukas Jebaru, menilai kinerja tim pengadaan tanah untuk pembangunan yang dibentuk Pemkab Sumenep tidak cermat dalam verifikasi dan validasi atas tanah yang akan dibebaskan. Padahal, verifikasi dan validasi tersebut sangat urgent.

“Pejabat perbendaharaan seperti PPK dan PPTK pengadaan tanah yang akan dibangun pasar juga harus diminta pertanggungjawaban,” tegas Lukas.

Diberitakan sebelumnya, sengkarut sengketa kepemilikan atas tanah pembangunan pasar Batuan yang mencuat ke permukaan saat ini menyebabkan proses pembangunannya ditunda oleh Disperindag Kabupaten Sumenep.

Disperindag beralasan, penundaan tersebut terjadi karena sengketa kepemilikan yang digugat di PN Sumenep. (ury)

Show More
Back to top button