BANDUNG, elJabar.com – Menyoal keputuan kontroversi keluarnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), bukan hanya mendapat penolakan dari para buruh, tapi juga banyak menuai kritik dari banyak pihak.
Pasalnya dalam Permen tersebut, mengatur bahwa JHT hanya bisa dicairkan saat usia pekerja mencapai 56 tahun. Permen yang benar-benar kontroversial.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jawa Barat, H. Kasan Basari, menilai pemerintah tidak pantas untuk menahannya hingga usia 56 tahun. Alasan apapun dinilai Kasan Basari tidak masuk akal, pemerintah menahan hak karyawan disaat sudah tidak bekerja lagi.
“Dana JHT tak pantas pemerintah untuk menahannya, hingga usia 56 tahun, karena sesungguhnya dana JHT adalah hak para pekerja dan uang itu tidak kecil,” ujar Kasan Basari, kepada elJabar.com, Minggu (20/02/2022).
Maka dari itu, Kasan Basari, meminta Pemerintah dalam hal ini Menaker Ida Fauziyah agar mencabut aturan tersebut. Sebab, menurut Kasan Basari, dana JHT merupakan uang hak pekerja yang menjadi harapan utama bagi para pekerja, saat sudah tidak lagi bekerja atau di-PHK.
“Untuk itu kami sebagai Anggota DPRD Provinsi Jabar menolak sikap pemerintah yang mengatur pencairan dana JHT menunggu hingga diusia 56. Saya sampaikan, agar Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini dicabut,” tegas Kasan Basari.
Disaat pandemic masyarakat maupun buruh banyak yang kesusahan delam menutupi kebutuhan hidupnya, pemerintah malah membuat aturan kontroversi dengan menunda pencairan hak pekerja.
Sebagai ilustrasi, meskipun usia pekerja berhenti di usia 32 tahun, namun tetap saja dana JHT baru bisa dicairkan diusia 56 tahun. Ini dinilai Kasan Basari, sangat tidak adil dan melukai hati para pekerja.
Meskipun JHT sebagai jaminan hari tua, menurut Kasan Basari, bukan berarti harus diambil disaat usia 56 tahun. Karena untuk jaminan tua, bisa saja JHT itu dipakai dimanfaatkan untuk modal usaha barunya.
Saat pandemi melanda, aktivitas dan produktivitas pabrik maupun perkantoran berkurang. Tentu ini menyebabkan pendapatan perusahaan menurun. Maka PHK menjadi pilihan para pengusaha.
“Pemerintah seharusnya hanya sebatas memfasilitasi proses dan tahapan dalam pencairan dana tersebut. Karna itu dana sudah menjadi haknya pegawai, kapan mau di ambil sah-sah saja. Kenapa harus di tahan,” ujar Kasan Basari.
Dana JHT menjadi penting bagi mereka untuk dicairkan dan digunakan sebaik mungkin, untuk bertahan hidup tanpa pekerjaan. Jadi jelas, kebijakan dari Permenaker ini menurut Kasan Basari, tidak sejalan dengan semangat pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi.
“Mestinya orang-orang yang terkena PHK menjadi fokus pemerintah untuk diberdayakan, sehingga menjadi energi baru bagi pertumbuhan kegiatan perekonomian kita. Dan dana JHT itu hak mereka,” pungkasnya. (muis)