Uncategorized

Apakah Pelaku Penjual Dan Pelaku Industri Sudah Kreatif?

SUMEDANG,eljabar.com —  terkenal dengan Kota Tahu. Tahu Sumedang yang gurih, emang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Tapi apakah Tahu Sumedang sudah merambah penjualan secara digital? Apakah pelaku penjual dan pelaku industri sudah kreatif? Sejak saya tahu (baca: nyaho) tentang Tahu Sumedang, yaa.. Begitu saja. Paling di borete keun (Tahu dijual kering).

Justru kreativitas tukang tahu diambil bukan oleh orang sumedang. Anda tahu, siapa penjual tahu bulat yang di goreng dadakan, dijual lima ratusan. Dengan bentuk, harga, cara menjual, berbeda dengan yang lainnya… (penjual di Sumedang). Inilah orang yang kreatif, menjual sesuatu dengan cara berbeda dan produksi berbeda. Dan mereka berhasil.

Pas baru sampai sini, saya terima telepon dari seseorang yang nomer hp nya tidak dikenal. Ternyata seseorang yang mengaku dari EO di Jakarta, minta penawaran untuk kunjungan ke Kampung UKM Digital Batik Trusmi. Ada sekitar 50 orang yang mau purna tugas dari Perusahaan di Tangerang, akan melakukan kunjungan ke lokasi yang dianggap memiliki daya tarik untuk dikembangkan oleh para calon pensiunan tersebut. Tentunya saya sangat respect, karena ini dunia saya. Plus dia minta diberikan pelatihan marketing digital.

Apakah Sumedang cukup kreatif? Saya masih belum menemukannya. Setelah hampir 25 tahun meninggalkan kota ini dan berjuang mencari nafkah di kota lain, saya masih melihat salak Conggeang tetap seperti 25 tahun yang lalu. Atau sawo sukatali juga demikian. Kecuali ubi cilembu yang sudah dijual dalam bentuk lain, ada keripik maupun bolu.

Senapan Cipacing, atau kerajinan kayu Cibeusi, juga belum banyak perubahan. Bahkan sangat mungkin, apa yang kita miliki akan dijadikan produk baru dan di klaim milik kabupaten tetangga. Seperti konon mangga gedong gincu.

Saya mau cerita sedikit tentang Mangga ini. Awalnya adalah mangga gedong. Bangga di hasilkan (baca: produksi) di Jatigede, tepatnya desa Kadu, Lebaksiuh, Cintajaya. Di jual ke Jakarta, lewat Majalengka. Karena akses lewat Sumedang tidak ada. Seperti biasa, mangga gedong pakai kotak kayu dan ditulisin pakai gincu. Lucunya, yang warnanya kekuning-kuningan atau matang dan manis, atau matang di pohon harganya lebih mahal. Sehingga banyak petani yang menjual matang di pohon. Sehingga kebanyakkan orang tahu nya, mangga gedong gincu adalah mangga yang matang di pohon. Bukan mangga gedong yang di cap pakai gincu.

Bukan itu, yang menjadi masalah. Kini gedong gincu menjadi sebuah nama yang di klaim milik Majalengka, Cirebon juga punya, bahkan di Indramayu sampai ada tugu mangga. Mereka kini, bisa hidup dari mangga.

Sebagai orang yang pernah menjadi Volunteer Kampung UKM Digital, saya juga menemukan satu kreativitas yang tinggi dari sarjana yang juga petani mangga. Ketika panen raya, harga jatuh, banyak yang busuk tidak terkendalikan. Akhirnya mereka membuat mangga gedong gincu menjadi bubur buah atau Pure. Pure bisa jadi bahan dasar atau sari makanan, minuman, syrup, permen, bahkan aneka makanan lainnya. Terkumpul dalam organisasi masyarakat klaster buah, akhirnya segala jenis buah bisa dilakukan pengolahan tanpa bahan pengawet. Dengan menurunkan kadar Ph dalam setiap daging buah, kemudian di olah, hasilnya sangat higienes, dan bisa lebih murah hasilnya dibanding dengan beli buah biasa.

Kalau saja Sumedang, bisa melakukannya hal yang sama. Mungkin ke depan, Sumedang akan jadi destinasi wisata. Wisata buah gedong gincu, metik di pohon, bawa syrup dan aneka olahan lainnya. Atau juga salak dan sawo termasuk hui cilembu.

Bukan hal yang tidak mungkin, jika ada keinginan. Keinginan dari masyarakat, pengusaha, penguasa, terutama para pemuda sebagai penerus masa depan bangsa. Sehingga, siapapun anda tidak lagi mengejar pekerjaan di luar kota, jadi buruh pabrik atau tenaga kasar di luar kota. Jadi petani di negeri sendiri, dengan kreativitas yang dibumbui sedikit saja edukasi, dijual secara digitalisasi, akan lebih mumpuni.

Satu lagi kabar gembira, jangan sampai menjadi kita tidak di lirik. Ketika Bandara Kertajati (Baca: BIJB/Bandara Internasional Jawa Barat) sudah dibanjiri pelancong baik dalam maupun luar negeri, adalah lokasi yang sudah siap di kunjungi? Jika belum, semoga PR (Pekerjaan Rumah) ini menjadi awal yang baik buat Pemerintahan yang akan datang.

Sumedang, ke depan harus Jadi Benchmark pelaku Industri Kreatif di Indonesia. Sehingga kalau ada lagi telp seperti tadi, saya akan bawa ke Sumedang. In Syaa Allah Bisa…!!!

Show More
Back to top button