Edy juga menyatakan bahwa memang benar selama mengurus perizinan untuk PT Lippo Cikarang, Tbk selalu harus memberikan gratifikasi, namun tidak pernah terlibat dan/atau ambil bagian dalam gratifikasi Meikarta yang dilakukan oleh Billy Sindoro dkk.
BANDUNG, eljabar.com — Mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Tbk Barhtolomeus Toto, tersangka kasus Mega Proyek Meikarta yang sekarang masih di tahan dengan perpanjang 40 hari kedepan olek Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK). Salah satu isi surat yang dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), adalah pengakuan Edy Dwi Soesianto dan Toto dalam catatan elektronik yang direkam pada hari Kamis Tanggal 27 Juni 2019 direstoran Sangkuriang Jl.Kemang Boulevard Kav. 05A Lippo Cikarang.
Pengacara, Bartholomeus Toto, Supriyadi, SH.MH. mengatakan, surat yang dilayangkan kepada Presiden Jokowi, ada salah satu isi surat bukti percakapan elektronik antara Edy dengan Toto yang direkam secara diam diam itu. Dalam catatan elektronik, bahwa Edy mengaku secara pribadi maupun terpisah, ditekan oleh Ardian, penyidik, untuk mengakui bahwa Toto telah menyetujui dan memberikan uang gratifikasi Rp.10,5 Milyar kepada mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
“Masih dalam pecakapan elektronik, Edy juga menyatakan bahwa memang benar selama mengurus perizinan untuk PT Lippo Cikarang, Tbk selalu harus memberikan gratifikasi, namun tidak pernah terlibat dan/atau ambil bagian dalam gratifikasi Meikarta yang dilakukan oleh Billy Sindoro, dkk,” ujar Supriyadi, SH, MH. Pengacara Barthomomeus Toto dalam percakapanya di Telepon dengan Wartawan, Senin (9/11/2019).
Begtu juga, dalam catatan elektronik yang sama, “salah satu bukti yang menjadi dasar pelaporan bukti rekaman percekapan Toto dengan Edy serta stafnya Satriyadi pada pertemuan Juni 2019 yang mengaku bahwa keterangan Edy di persidangan dalam kondisi keterpaksaan. Direkaman itu Edy dan Satriyadi mengaku bahwa Toto Tidak terlibat,” tambah Supriyadi,SH. MH.
Untuk menepis seua tuduhan yang diaku Edy dalam prsidangan tersebut, Toto melayangkan surat kepada Presiden Jokowi minta perlindungan sebagai anak bangsa untuk menyampaikan fakta, bukti dan petunjuk yang saya miliki. Yaitu, (1) selama proses penyidikan Meikarta, ketika status saya sebagai saksi, saya tidak pernah megetahui bahwa saya akan dituduh KPK telah memberikan gratifikasi sebesar Rp 10,5 Milyar untuk IPPT, (2) dalam penyidikan, KPK tidak melakukan klarifikasi kepada saya secara seksama atas dugaan pemberian uang Rp 10,5 Milyar untuk gratifiasi IPPT tersebut.
(3) Saya baru mendengar tuduhan gratifikasi sebesar Rp 10,5 Milyar yang ditujukan kepada saya tersebut dalam sidang Billy Sindoro/ Neneng Hasanah Yasin, dimana Edy Dwi Susieanto (EDS) staf PT Lippo Cikarang, Tbk bersaksi bahwa saya telah menyetujui dan memberikan uang sebesar Rp 10,5 Milyar untuk penerbitan IPP Meikarta. Lebih jauh EDS membuat Narasi bahwa uang sebesar Rp 10,5 Milyar tersebut diterima secara tunai dari Lippo Karawaci melalui Melda Peni Lestari, Sekretaris direksi PT Lippo Cikarang Tbk, dimasa itu.
(4) Melda Peni Lestari dalam sidang telah mebantah pernah memberikan uang tunai Rp 10 Milyar kepada EDS. Namun Melda Peni Lestara malah diancam telah bersaksi palsu. (5) Sementara itu secara pribadi dan terpisah EDS menyampaikan beberapa hal sebagai berikut: (ada bukti catatan elektronik percakapan dengan EDS)