Pendidikan Jawa Barat dan Sejumlah Persoalannya
BANDUNG, elJabar.com – Sejumlah permasalahan pendidikan di Jawa Barat perlu segera diselesaikan oleh Pemprov Jabar, mengingat peran pendidikan dinilai sangat penting bagi keberlangsungan pembangunan Jawa Barat ke depan.
Salah satu diantara masalah pendidikan yang menumpuk di Jawa Barat adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah Jawa Barat yang masih rendah.
“Rendahnya angka tersebut menunjukkan jika saat ini masih ada anak-anak di Jawa Barat yang belum mendapatkan akses pendidikan,” ujar Cecep Gogom, Anggota Fraksi DPRD Jawa Barat, kepada elJabar.com.
Rencana biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) bagi SMA/SMK/SLB Negeri di Jawa Barat yang gratiskan pada Juli 2020, adalah merupakan langkah Pemprov Jabar dalam meningkatkan aksesibilitas dan kesempatan belajar bagi anak-anak di Jawa Barat.
Berdasarkan data, ada sekitar 759.128 peserta didik di 835 SMA/SMK/SLB Negeri pada Tahun Ajaran (TA) 2020 bebas iuran bulanan. Anggaran untuk siswa per tahunnya di kisaran Rp1,4-1,9 juta.
Selain sekolah-sekolah negeri, Pemprov Jabar pun memberikan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) bagi 4.146 SMA/SMK/SPB Swasta dan 1.198 Madrasah Aliyah (MA). BPMU merupakan upaya untuk meringankan biaya operasional sekolah swasta dan MA.
“Semoga bantuan pendidikan tersebut dapat mengurangi beban biaya operasional sekolah. Dan masyarakat bisa menikmati pendidikan secara bebas, demi masa depannya,” harapnya.
Selain soal APK, permasalahan pendidikan di Jawa Barat adalah rendahnya upah guru honorer dibanding gaji guru pegawai negeri sipil. Padahal kontribusi kinerja dan kualitas para guru honorer, juga tidak kalah penting dari para guru yang berstatus PNS.
“Upah guru honorer itu masih rendah, terutama di sekolah negeri dibandingkan dengan guru PNS yang sama-sama ngajar di sekolah tersebut. Belum lagi nasib upah guru honor swasta, yang masih jauh dari layak,” jelasnya.
Selain soal sumber daya manusia, soal sarana prasarana juga tak luput dari perhatian Anggota Komisi 5 DPRD Jabar, Cecep Gogom. Menurutnya sarana dan prasarana pembangunan terutama sekolah-sekolah di daerah terpencil, masih jauh dari seharusnya.
“Sarana prasarana pembangunan, khususnya sekolah yang baru dibangun di daerah-daerah terpencil masih kurang, atau bahkan jauh dari standar nasional sarana prasarana,” ungkapnya, merasa prihatin.
Berikutnya yang tak kalah penting menurut Cecep Gogom, yakni lembaga non fungsional dalam dunia pendidikan yang berperan sebagai pengawas juga belum berfungsi secara optimal.
“Belum berperannya pengawasan dari lembaga non fungsional seperti dewan pendidikan atau komite sekolah, persoalan yang tidak boleh dilupakan. Apabila kedua lembaga ini berfungsi dengan baik, maka pendidikan di Jawa Barat nampaknya akan lebih baik,” pungkasnya. (muis)