Pemerintahan

Pentingnya Pengendalian Lingkungan Hidup

ADIKARYA PARLEMEN

 

BANDUNG, elJabar.com — Masih banyaknya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan, maupun perusakan secara langsung oleh mereka yang tidak bertanggungjawab, menjadikan upaya pengendalian yang dilakukan selama ini terhadap lingkungan hidup harus ditinjau kembali.

Dalam Pasal 1 UU Nomor 32/ 2009 memberi definisi Lingkungan Hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Sedangkan pengendalian yang tersirat didalam pasal 1 UU tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup itu bersifat kausal. Maksudnya, pengendalian atas alam tersebut masih sangat luas dan sangat abstrak.

Manusia, benda, dan makhluk hidup yang mendiami alam secara luas tanpa diakomodir mengendalikan alam. Contoh paling sederhana menurut Anggota Komisi 4 DPRD Jabar H. Kasan Basari, adalah manusia primitive yang masih bergantung dengan alam. Mereka percaya bahwa mereka tidak hanya satu-satunya makhluk hidup yang menjaga alam, ada hewan, bahkan roh-roh yang dipercayai ada, turut mengendalikan alam.

“Oleh karna itu, pengendalian tersebut tidak ada yang mengakomodir. Tidak ada rencana jangka pendek atau rencana jangka panjang, hal ini juga disebut pengendalian pasif,” ujar Kasan Basari, kepada eljabar.com.

Berbeda halnya dengan pengendalian yang mematokkan manusia sebagai pemegang kendali pertama. Dan perlu dikerucutkan lagi, menjadi pemerintah, yang memegang kendali atas bumi, air, tanah dan udara Indonesia.

“Dalam konteks ini, manusia menjadi komando dalam menyelenggarakan pengendalian lingkungan hidup,” katanya.

Hal ini sangat memungkinkan karna manusia adalah kalifah di dunia ini. Oleh karna itu, manusia berperan aktif, menentukan dan melaksanakan program pengendalian atas bumi, menemukan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan memprediksikan hal-hal yang terkait dengan pengendalian lingkungan hidup.

Indonesia sudah memiliki payung hukum tentang pengendalian lingkungan hidup, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu ada pula Undang-undang yang relevan terhadapnya, seperti Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang Pertambangan, Undang-undang perairan, dan lain sebagainya.

“Relevansi dari undang-undang tersebut mampu meringankan pemerintah dalam menyusun program jangka pendek atau jangka panjang untuk mengendalikan lingkungan,” imbuhnya.

Disamping itu, yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam mengendalikan lingkungan adalah dinamisasi dari lingkungan hidup itu sendiri. Apabila pemerintah hanya berdiri diatas Undang-Undang, maka pengendalian atas lingkungan akan dirasa kurang efisien, karna sifatnya statis.

Maka untuk mengimbangi dinamisasi dan undang-undang yang bersifat statis –pemerintah–dalam hal ini, harus membuat sebuah gebrakan, dengan mengkampanyekan atau menyuarakan pengendalian secara masal dan berkelanjutan kepada masyarakat umum.

Kemudian membentuk program jangka panjang dan jangka pendek untuk pengendalian lingkungan dari pemerintah pusat sampai kabupaten/kota (dekonsentrasi), dan pengawasan secara berkala oleh pemerintah pusat.

“Setelah mengkampanyekan, kemudian bentuk program, dan melakukan pengawasan. Lingkungan hidup yang terus berubah (dinamis) masih berada dalam pemantauan. Dengan kata lain, manusia masih dapat mengendalikan lingkungan,” jelasnya.

Disamping itu, lingkungan hidup tentu tidak dapat dilestarikan, karena manusia tidak mampu menghindari bencana alam dan lain sebagainya. Namun manusia dapat melestarikan fungsi dari lingkungan hidup tersebut. Hal ini pula yang kemudian menjadikan pemerintah berpikir seribu kali untuk melakukan suatu tindakan.

“Seyogyanya pemerintah dalam melakukan tindakan harus berlandaskan kepada tiga prinsip. Yakni kemaslahatan makhluk hidup, keanekaragaman hayati, serta efektifitas dan efisiensi perbuatan,” tandasnya.

Yang dimaksudkan dari kemaslahatan makhluk hidup menurut Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar ini, adalah seberapa besar pengaruh dari perbuatan tersebut untuk kemaslahatan makhluk hidup. Jika itu menyakngkut dengan kelangsungan hidup, kepentingan umum, dan profitable. Maka perbuatan tersebut menurut Kasan Basari, harus dilakukan.

Sedangkan yang dimaksud dengan keanekaragaman hayati, yakni mempertanyakan, apakah perbuatan atau tindakan tersebut mengurangi atau mengancam keanekaragaman hayati. Jika tidak, maka tindakan tersebut dapat dilakukan.

Lalu kemudian efektifitas dan efisiensi dari perbuatan adalah mempertanyakan, apakah perbuatan tersebut sangat efektif untuk memecahkan suatu masalah, apakah cukup efisien.

“Ketiga prinsip itu menjadi sangat penting, karna pengendalian lingkungan menjadi permasalahan abadi manusia,” pungkasnya. (muis)

Show More
Back to top button