KUNINGAN, eljabar.com – Anggaran DAK BOKB yang seharusnya digunakan untuk mempercepat penurunan angka Stunting di wilayah Kabupaten Kuningan, ternyata tidak optimal penggunaannya hingga menimbulkan progres penurunan Stunting tidak signifikan.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku ketua pelaksana harian Tim Percepatan Penurunan Stunting Nasional yang memiliki turunan jejaringnya hingga ke tingkat desa, berupa Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), provinsi, kab/kota, kecamatan hingga desa memiliki tugas yang cukup berat untuk melakukan konvergensi Penurunan Stunting dengan berbagai lintas Sektor.
Untuk itu dukungan anggaran pendampingan pun diberikan melalui DAK BOKB (Dana Alokasi Khusus Biaya Operasional KB) melalui OPD KB DPPKBP3A
Adapun implementasinya BKKBN menitipkan sebagian tanggung jawabnya kepada ASN BKKBN yang ada di daerah, yaitu para Penyuluh KB (PKB) dan PLKB (Petugas Lapangan KB).
Mereka harus ikut bertanggung jawab atas pendampingan pada sasaran dengan melibatkan TPPS desa dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) di tingkat dusun dan RT.
Para PKB/PLKB memiliki target-target yg harus dicapai sesuai dengan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang telah ditetapkan.
Stunting merupakan program prioritas yang mesti menjadi perhatian semua pihak, baik intervensi langsung kepada sasaran (BALITA Stunting) maupun infrastruktur pendukung lainnya (Jamban, Sanitasi, Air bersih dll).
“Melihat kondisi ini, mestinya pemerintah daerah berupaya optimal dalam mendukung kegiatan akselerasi itu, berupa dukungan anggaran yang memadai.
Alih-alih ada dukungan dari pemerintah daerah, justru bantuan pusat pun berupa DAK BOKB hingga November ini tak lancar dalam penyerapan,” terang Dedi Suhandi Bidang Advokasi dan Hukum IPeKB Jawa Barat
Dedi lebih jauh merinci apa yang semestinya dilakukan Pemkab Kuningan untuk menekan angka stunting. Data yg diperoleh dari BKKBN Provinsi Jawa Barat DAK BOKB Kuningan tahun 2024 sebesar 14.423.719
Baru diserap sebesar 8.705.249.500,- (60,35%). Anggaran yang tersisa 5.718.469.500,-
salah satu pengurus IPeKB (Ikatan Penyuluh KB) provinsi Jawa Barat, mengeluhkan hal ini karena sangat berdampak terhadap penurunan stunting Kuningan yg progres penurunannya belum signifikan.
Kadis PPKBP3A Kabupaten Kuningan uca menyebut itu kan masalah masa lalu, jadi masa itu kenapa serapan tidak sesuai dengan alokasi karena tercantum mekanisme pencairan pada saat itu sistimnya GU bukan transfer pada saat itu pasca Covid GU itu terbatas, anggaran besar GU terbatas otomatis tidak bisa terserap. Ketika terjadi Silpa baru di rubah mekanismenya dari GU ke transfer, transfer langsung ke UPT. “Jadi dari BPKAD langsung transfer ke UPT, tidak transit dulu di Dinas, sesua dengan pengalokasiannya, karena disitu ada honor untuk tim penggerak keluarga (Ibu Ibu PKK) di Desa Desa, yang jumlahnya 2.300 kader, meski nilai honornya hanya 10 bulan dalam setahun tapi itukan wajib di berikan,” terang Kadis PPKBP3A Uca
Ternyata ketika terjadi sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) tahun yang lalu, maaf kata niih. Ketika fiskal terganggu, dengan tidak normal itu kemungkinan uangnya kterpakai, secara logikanya begitu, nah berhubung sekarang di kita fiskalnya tidak tetap yang akhirnya tertunda lagi, ya kalaupun itu dipertanyakan suatu hal yang wajar karena sejak tahun 2023 mereka berharap. Dan kami tetao memperjuangkan untuk metealisasika Silpa yang belum terserap, pungkasnya. (Mans)