Sejumlah Fraksi DPRD Kota Bandung Berikan Pandangan Umum Terkait 3 Raperda Catur Wulan III/2021

BANDUNG, eljabar.com — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung menggelar rapat paripurna terkait pandangan umum fraksi terhadap tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) catur wulan III tahun 2021.
Paripurna ini merupakan tanggapan jawaban dari Walikota Bandung terhadap pandangan umum fraksi-fraksi di DPRD Kota Bandung, yang akan diteruskan membentuk nama anggota Pansus 9, 10, 11 dan 12.
Dalam rapat paripurna tersebut, para anggota DPRD Kota Bandung yang hadir secara langsung di ruang rapat dan ada juga yang mengikuti melalui teleconference dari eksekutif hadir Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana.
Salah satunya pandangan umum terhadap Pansus 10 DPRD Kota Bandung mengenai Raperda Kota Bandung tentang Bangunan Gedung yang Ketuai oleh DR. Ir. H. Juniarso Ridwan, SH, MH, M.Si.
Rapat Paripurna tersebut di pimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Ade Supriadi, SE, berlangsung di Jl. Sukabumi, Kota Bandung, Selasa (12/11/2021).

Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Bandung, Rieke Suryaningsih, SH dalam pandangan umumnya mengatakan, persoalan utama tentang bangunan gedung yang ada di Kota Bandung sesungguhnya terletak pada tatanan implementasi.
“Dimana kebijakan rencana tata ruang wilayah yang telah diatur dalam regulasi yang ada selama ini belum diimplementasikan secara konsisten. Tata Ruang yang ada sekarang lebih disesuaikan dengan koordinasi eksisting, tidak ada zona-zona khusus untuk penempatan Bangunan melainkan hanya zona campuran,” kata Rieke.
Sehigga, lanjut Rieke, persoalan krisis air bersih karena sebenarnya sudah rusak akibat mengalami konversi masif pengembangan properti komersial yang mendominasi pemanfaatan ruang kota, menyebabkan struktur ruang kota menjadi tidak teratur.
“Kondisi ini akan berdampak pada lingkungan seperti terjadinya banjir yang disebabkan hilangnya lahan-lahan resapan air karena beralihnya fungsi dalam menjadi lahan industri dan pemukiman. Selain itu permasalahan kurangnya drainase terutama titik-titik lokasi sering terjadi banjir, kemacetan lalu lintas, tingkat polusi yang tinggi dan masalah penanggulangan sampah,” jelasnya.
Fraksi PDI Perjuangan pun memberikan catatan sampai sejauh mana perangkat yang sudah tersedia untuk melakukan sosialisasi terhadap masyarakat? Yang dimaksud dengan peran masyarakat itu, apakah masyarakat yang akan membangun atau masyarakat umum?
Apa yang dimaksud dengan gugatan perwakilan dan apakah ini sudah diwadahi?. Dalam identitas kawasan Kota Bandung ada 4 kriteria diantaranya, Kondisi kualitas lingkungan fisik dapat ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan.

Sementara ini Ketua Fraksi Golkar DR. Ir. H. Juniarso Ridwan, SH, MH, M.Si dalam pandangan umum terhadap Raperda Bangunan Gedung mengatakan, merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum atas keberadaan bangunan.
“Disamping itu mengenai Bangunan Gedung, terdapat keragaman baik ditinjau dari latar belakang budaya, kondisi lingkungan, gaya arsitektur maupun kondisi sosial, ekonomi masyarakat. Dalam kaitan ini sudah barang tentu perlu diwadahi dalam lingkup aturan, persyaratan administrasi maupun ketentuan teknis,” ujar Juniarso.
Diharapkan, tambah Juniarso, dengan adanya pengaturan yang komprehensif terhadap bangunan gedung, maka kegiatan pembangunan berjalan secara tertib, konsisten, dengan mempertimbangkan aspek daya dukung dan daya tampung suatu lingkungan.
Fraksi Partai Golkar berpandangan, bahwa dengan pengaturan mengenai bangunan gedung ini terwujud asas keadilan, dengan mengakomodir berbagai aspirasi masyarakat yang relevan dengan nuansa kebersamaan, gotong-royong dan penuh toleransi.
Demikian pula halnya birokrasi harus memiliki visi objektif dengan memperhitungkan nilai kebersamaan. Artinya, aroma pembangunan dapat dirasakan secara berkeadilan di tengah-tengah masyarakat.
Untuk mengukur keberpihakan birokrasi kepada kepentingan masyarakat pada umumnya, maka setiap diterbitkannya Persetujuan Bangunan Gedung, dikenakan tarif retribusi yang sesuai dengan potensi nilai ekonomi yang berkembang di masyarakat.
Pandangan Umum Fraksi Partai Golkar memberikan catatan, yaitu dengan berubahnya Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), agar selalu berpegang pada aturan yang baku, tidak berbelit-belit dan terkikisnya praktik “biaya ekonomi tinggi” atau percaloan.
“Merupakan rangkaian dari PBG di atas, tidak kalah pentingnya adalah Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kajian atas aspek lingkungan hidup ini, memegang peran penting, sehingga ditangani oleh birokrasi yang mumpuni dan bukan yang berperilaku avonturir,” jelas Juniarso.

Sementara pandangan umum tentang Bangunan Gedung, Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Bandung Khairullah, S.Pdi menyampaikan, penyelenggaraan Bangunan Gedung harus dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsi-fungsi klasifikasi serta mencapai persaratan administratif dan standar teknis bangunan gedung.
“Sehingga dapat menjamin keselamatan , kesehatan, keamanan dan kenyamanan untuk masarakat dan lingkungan sekelilingnya. Penyelenggaraan Bangunan gedung harus punya peran yang strategis dalam pelaksanaan harus bisa meningkatkan kehidupan masyarakat dalam rangka memanfaatkan ruang terbuka yang ada,” kata Khairullah.

Terkait Raperda tentang Bangunan Gedung, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kota Bandung Ferry Cahyad Rismafuri, SH berharap adanya standardisasi, antara lain terhadap struktur, bahan yang digunakan, ketinggian, jaringan air bersih dan air kotor, jaringan kelistrikan dan alat yang digunakan, serta proporsi gedung dengan lahan terbuka atau lahan resapan air.
“Standardisasi ini bisa menjadi jaminan terciptanya keselamatan, kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penghuni dan lingkungan sekitar,” katanya.
Sementara itu Ketua Fraksi Demokrat Entang Suryaman SH menyampaikan pandangan umum dengan catatan, bahwa dengan telah diubahnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang berdasarkan Undang-Undang nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, maka berbagai ketentuan dalam Undang-Undang yang dijadikan payung hukum Paraturan Daerah tersebut tidak lagi mengikat dan dinyatakan tidak berlaku.
“Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung telah dinyatakan dicabut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 sebagai Peraturan Pelaksanaan atas Undang-Undang,” jelasnya.
Dengan ketentuan itu, maka secara langsung berdampak terhadap harus segera dilakukan perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung yang mengatur tentang itu.
Menindaklanjuti atas Undang-Undang tersebut, telah keluar pula beberapa Peraturan Menteri diantaranya Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2021 tentang Perubahan kedua atas Peraturan menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung.
Dengan beberapa ketentuan itu, sudah barang tentu berdampak terhadap harus segera dilakukan perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung yang mengatur tentang itu.
Menyikapi atas keberadan itu, maka Fraksi Partai Demokrat berpandangan sangatlah terlambat penyesuaian itu baru kita lakukan sekarang, sehingga dengan prihatin harus kami sampaikan telah terjadi kekosongan hukum yang harus segera ditindaklanjuti.
Untuk segera mengisi kekosongan itu, setidak-tidaknya perubahan dengan menetapkan ketentuan baru yang berkenaan dengan itu harus dilakukan dan ditetapkan secepatnya.
Lebih jauh Fraksi Demokrat DPRD Kota Bandung mengatakan, bila ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat disegerakan, akan tetapi seandainya pemberlakuannya dilakukan sebagaimana Rancangan Pasal 161 dalam Perda ini digunakan bisa dalam kurun 1 (satu) tahun, maka kekosongan hukum akan berlangsung lama yang akan berdampak terhadap berbagai sisi.
“Bila tidak memungkinkan pemberlakuan perubahan Peraturan Daerah ini dalam waktu yang cepat, maka seyogianya dikeluarkan terlebih dahulu Peraturan Wali Kota yang mengatur tentang itu, sehingga bisa mengeliminir terjadinya kekosongan dalam kurun waktu yang lama,” tambah Entang.
Sehingga, lanjutnya, Peraturan Walikota Bandung bisa menggunakan rujukan Surat Edaran Kementrian Dalam Negeri No 011/5976/SJ Tentang Percepatan Penyusunan Regulasi Persyaratan Dasar Perijinan Berusaha, Penyelenggaraan Layanan Persetujuan Bangunan Gedung dan Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung, serta Retribusi Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Ketua Fraksi NasDem DR. Uung Tanuwidjaya, SH., MM menyampaikan padangannya terkait Raperda Bangunan Gedung menyampaikan pula, Fraksi Partai NasDem ditujukan untuk menjamin bagaimana pendirian (penyelenggaraan) pembangunan gedung di Kota Bandung harus tertib dalam perspetif berbagai dimensi.
Seperti sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dan memenuhi persyaratan administratif dan standar teknis Bangunan Gedung, sehingga pada akhirnya dapat memberikan keselamatan, kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi lingkungannya.
Fraksi NasDem juga mengatakan, kemajuan ekonomi dan perkembangan pembangunan pada gilirannya sering dilihat secara fisik seperti banyaknya gedung dan atau bangunan yang ada di satu wilayah. Namun demikian, persepsi dan pandangan tersebut belum sepenuhnya benar.
“Oleh karena keberadaan sebuah gedung/bangunan dalam sebuah lanskap wilayah harus dilihat juga dari berbagai aspek, jadi tidak sesederhana hanya dilihat dari fisik bangunan dan kuantitas bangunan saja,” kata Uung.
Fraksi Partai NasDem menegaskan, agar fungsi bangunan dalam satu wilayah/kawasan harus betul-betul diperhatikan, artinya sesuai dengan tujuannya dan tidak bertentangan dengan status fungsi atau peruntukan sebuah kawasan.
“Contohnya jika suatu kawasan diamanatkan oleh Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai kawasan hunian, maka hal tersebut harus sesuai dengan peruntukan kawasan tersebut. Jangan kemudian atas dasar pertimbangan ekonomi, bisnis dan investasi dengan mudahnya orang pribadi atau badan hukum mendirikan bangunan di tempat yang bukan untuk peruntukannya,” jelasnya.
Perlu dipahami dan semua mengetahui, imbau Uung, bahwa masalah-masalah yang muncul akibat adanya pembangunan pada satu kawasan seringkali karena tidak konsistennya antara pembangunan dan peruntukan kawasan dimaksud sehingga pada akhirnya bukan tidak mungkin akan memicu konflik sosial yang tidak sederhana.
“Berdirinya gedung pada satu kawasan tidak saja memiliki dimensi fisik tetapi juga memiliki dimensi mobilitas sumber daya yang ada di dalamnya maupun sekitarnya. Oleh karena itu sekali lagi penting untuk diperhatikan peruntukan dan eksternalitas yang ditimbulkan dari keberadaan gedung yang dibangun di berbagai wilayah di Kota Bandung,” jelas Ketua Fraksi NasDem ini.
Dalam kesempatan ini, Fraksi Partai NasDem melihat bahwa aturan yang lebih rinci sebagaimana diatur dalam RDTR betul-betul harus diimplementasikan, sehingga eksternalitas keberadaan sebuah gedung terhadap lingkungan sekitarnya dapat terukur dan terkendali.
Keberadaan perda mengenai bangunan gedung ini dalam berbagai hal juga senapas dengan substansi perda restribusi persetujuan bangunan gedung, sehingga keberadaan kedua Perda dimaksud bisa saling melengkapi antara satu dengan yang lain.
“Terakhir, keberadaan Perda ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi siapapun untuk berbagai kepentingan dapat melakukan pembangunan dan mendapat perlindungan atas pembangunan yang dilakukannya. Kepastian hukum atas pembangunan gedung sudah secara jelas dan terukur diatur dalam Perda dimaksud sehingga tidak ada lagi multitafsir atau ketidakjelasan atas regulasi terkait pembangunan gedung di Kota Bandung saat ini maupun ke depan,” jelas Uung.
Lain lagi dengan Fraksi Partai Solidaritas Indonesia-Partai Kebangkitan Bangsa (PSI-PKB) yang menyambut Raperda ini, dengan harapan untuk menyelesaikan permasalahan bangunan di Kota Bandung, terutama bangunan yang ditelantarkan, dijadikan investasi sehingga tidak dihuni, serta tidak produktif dan menimbulkan pemandangan kumuh.
“Dengan adanya Perda ini diharapkan ada peraturan bahwa pemilik gedung harus memelihara dan menjaga fungsi dari gedung, untuk tetap dapat menjadi produktif serta bermanfaat,” harapnya.
Pemanfaatan Bangunan Gedung juga melibatkan gedung yang disewakan, di mana perlu peraturan yang jelas tentang sewa-menyewa gedung, jumlah uang sewa maksimum dibandingkan zona ekonomi, serta ketentuan umum yang seragam dalam pemanfaatan bangunan gedung yang disewa.
Fraksi PSI-PKB memohon agar perda ini memberikan perlindungan dan kemudahan kepada pelaku UMKM, termasuk pelaku industri rumah tangga. Sehingga dapat mendorong perekonomian karena tidak lagi dibebani oleh tingginya biaya sewa dan biaya pemeliharaan gedung. *rie