SUMENEP, eljabar.com – Buntut dari Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang mahasiswi Universitas Bahaudin Mudhary (UNIBA) Madura semakin memanas dan menjadi bola liar.
Hal itu diungkapkan oleh Muhammad Sutrisno, asisten pengacara korban LL. Menurutnya korban LL adalah mahasiswi baru yang masih polos dan baru saja selesai menjalani masa orientasi ketika kejadian dugaan pelecehan tersebut terjadi.
“Korban dan pelaku ini tidak memiliki hubungan spesial, tidak lebih dari hubungan senior dan junior,” ujarnya pada wartawan belum lama ini, Kamis (16/1).
Namun, ia menyayangkan sikap terduga pelaku YP yang menolak memenuhi panggilan penyidik.
“Kalau memang ini si terduga pelaku mengaku tidak bersalah, ngomonglah ke penyidik. Masalahnya, YP dipanggil tidak mau,” tegasnya.
Sutrisno juga mengkritik pihak kampus UNIBA Madura yang dinilai tidak netral dalam menyikapi kasus ini. Ia menuduh kampus cenderung melindungi terduga pelaku.
“Pihak kampus ini seolah-olah melindungi YP, tapi kan jangan sampai ada istilah anak tiri dan anak emas. Semuanya harus adil, tidak tebang pilih,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, bahwa pihak kampus hanya mendengarkan keterangan dari satu pihak dan sempat akan memanggil korban tanpa melibatkan kuasa hukumnya.
“LL tidak mau bertemu pihak kampus tanpa didampingi kuasa hukum, karena khawatir diintimidasi dan mendapatkan tekanan,” jelas Sutrisno.
Sutrisno menilai pihak kampus telah melakukan framing terhadap korban dan menyebarkan isu-isu tidak benar.
“Kami awalnya berniat baik untuk menemui pihak kampus agar mereka mengambil tindakan internal sesuai kode etik, tetapi setelah kasus ini viral, korban justru mendapat tekanan,” ujarnya.
Sutrisno mengungkapkan, bahwa korban kini berada dalam kondisi mental yang tertekan, namun tetap didorong untuk melanjutkan kuliah.
“Kami mendapat kabar dari informan di kampus bahwa LL telah masuk catatan hitam, sehingga kegiatan perkuliahannya akan dipersulit,” katanya.
Ia juga menyinggung dugaan keterlibatan pihak kampus dalam melindungi pelaku.
“Di setiap kasus dugaan pelecehan di perguruan tinggi, seharusnya ada perlindungan khusus bagi korban. Tapi di UNIBA Madura, korban ditekan, sementara terduga pelaku tidak mendapatkan sanksi,” ungkap Sutrisno.
Lebih lanjut, Sutrisno mempertanyakan kedatangan rektor UNIBA Madura ke Polres Sumenep.
“Saat korban melapor, pihak kampus tidak ada yang mendampingi. Tetapi saat kasus ini mencuat, rektor malah hadir ke Polres. Kami juga mendapat informasi bahwa saudara dari istri Pak Rektor adalah seorang polisi di Mapolres Sumenep,” ujarnya.
Hingga saat ini dia menegaskan, bahwa akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Kami akan mendatangi pihak kampus jika mereka menghubungi kami dengan cara yang tidak melanggar undang-undang,” tutupnya.
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh pihak berwenang, sementara korban dan kuasa hukumnya berharap ada keadilan dan perlindungan bagi LL.
Sebelumnya, Rektor UNIBA Madura, Rahmad Hidayat, melalui Warek I, Budi Suswanto, memberikan klarifikasi terkait isu yang mencuat di tengah momen kampus sedang fokus mencari mahasiswa baru.
“Kenapa isu-isu seperti ini selalu muncul di saat kita sedang asyik-asyiknya mencari mahasiswa baru?,” ungkap Budi kepada wartawan, Jumat (10/1) siang.
Warek Budi mengakui, bahwa terdapat seorang mahasiswi UNIBA yang diduga menjadi korban pelecehan seksual.
Namun, pihak kampus merasa kesulitan menggali informasi lebih dalam karena ketidakhadiran mahasiswi tersebut saat dipanggil untuk memberikan keterangan.
“Kami telah berusaha memanggil yang bersangkutan untuk tabayyun, tetapi dia tidak hadir. Bahkan kami meminta kuasa hukumnya untuk menemui pihak kampus,” ujarnya.
Budi menegaskan, bahwa kampus akan mengikuti seluruh prosedur hukum yang berlaku dan tidak akan menghalangi proses yang sedang berlangsung di kepolisian.
“Perkara ini sudah dilaporkan ke kepolisian, biarkan berjalan sebagaimana mestinya. Kami akan mengikuti prosedur tanpa intervensi,” tambahnya.
Budi kemudian memaparkan kronologi berdasarkan pengakuan terlapor atau YP, yang merupakan senior dari mahasiswi tersebut.
Dugaan pelecehan seksual itu terjadi saat masa Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek).
“Menurut cerita terlapor, hubungan antara mereka ini terkesan suka sama suka. Bahkan, pelapor disebut proaktif dalam berinteraksi dengan seniornya,” jelasnya.
Kejadian bermula ketika senior atau YP mengajak mahasiswi tersebut ke kosannya. Di sana, interaksi berlangsung tanpa adanya penolakan, termasuk saat terlapor mencium kening mahasiswi itu di area parkiran.
“Setelah kejadian itu, komunikasi mereka sempat terhenti. Namun, pada Desember 2024, si mahasiswi tiba-tiba menanyakan maksud dari tindakan mencium kening tersebut, yang kemudian berujung laporan ke polisi,” ungkap Budi Suswanto.
Di samping itu, ia juga menyatakan sejumlah keheranan terkait kasus ini. Salah satunya adalah pelapor yang meminta perlindungan ke Dinas Sosial, meskipun di kampus telah tersedia Pusat Pelayanan dan Perlindungan Kekerasan Seksual (PPKS).
“Kalau tidak salah, pihak Dinas Sosial juga bingung, karena kejadian ini kan di luar kampus. Jadi, ada banyak tanda tanya besar di sini,” tuturnya.
Menurutnya, UNIBA Madura berkomitmen memberikan akses komunikasi langsung dengan Rektor selama 24 jam untuk seluruh mahasiswa.
Namun, ia menyayangkan mengapa isu ini tidak sampai ke meja rektorat sebelumnya.
“Di kampus kami, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengakses saya langsung tanpa filter. Tapi kenapa kok masalah ini tidak masuk ke meja saya?,” pungkasnya.
Sekedar informasi tambahan, kasus ini terjadi pada 23 Agustus 2024. Lalu, laporan yang masuk di Mapolres Sumenep pada 17 Desember 2024. (Ury)